Sayang, hati-hati dengan typo ya.
Harap waspada! Tengkyuu..
.Alona melirik ponselnya yang tengah bergetar di atas meja, sengaja mengabaikan panggilan dari pria yang ia benci.
Matanya kembali fokus memperhatikan sekitar. Saat ini, Alona tengah mengawas para siswa melaksanakan ulangan harian.
Bel berbunyi, Alona memerintahkan para siswa untuk mengumpulkan lembar kertas ulangan mereka. Selesai mengawas, ia segera pergi meninggalkan kelas.
Langkah Alona terhenti di tengah lorong, ia mengenali satu gadis cantik berkepang dua yang berdiri sambil melebarkan tangan menghalaunya.
"Ada apa, Evelyn?" tanya Alona.
"Hape Ibu mati, ya?" tanya Evelyn balik bertanya.
"Nggak, kenapa?" Alona menjawab apa adanya.
"Soalnya, Kak Dennis tanyain Ibu."
Alona baru ingat, bahwa ia punya mata-mata Dennis di sini.
"Bilangin ya, kalau ibu lagi sibuk," kata Alona, ia mengeratkan kertas ulangan di gendongannya, kemudian berlalu pergi.
Tiba di dalam kantor, Alona segera mengambil posisi duduk di kursinya, melepaskan heels setinggi 5 cm yang ia kenakan, Alona meluruskan kaki.
Sambil memijit kepalanya, Alona menyandarkan bahunya pada bagian belakang kursi. Melepaskan rasa penat dunia kerja yang ia rasakan.
Ting!
Tangan Alona bergerak malas, mengecek satu pesan yang barusaja masuk.
Bajingan! :
Sepertinya kamu
benar-benar sibuk Alona.Sudah ia duga.
Seperti panggilan Dennis sebelumnya, Alona juga mengabaikan pesan yang dikirimkan pria itu.
***
"Pindahkan saja jadwal meeting kita, aku ada urusan di luar sebentar."
Selesai mengatakan hal tersebut, Dennis mematikan ponselnya. Ia berdiri di depan mobilnya dengan kedua tangan terlipat di dada.
Seolah-olah, memamerkan kekayaan dan ketampanan wajahnya. Padahal, Dennis tahu betul bahwa ia tidak perlu pamer, karena semua orang pastinya sudah mengetahui hal tersebut.
Dennis tiba lebih cepat daripada dugaannya. Ia tidak bisa menunda lebih lama lagi untuk bertemu dengan Alona.
"Kak Dennis ...!"
"Ngapain lo ke sini?" tanya Dennis sinis pada sang adik.
"Tapi, ini masih wilayah sekolah gue, Kak! Lo jemput gue, kan?" Evelyn menyelipkan anak rambutnya ke telinga.
"Apaan, sih? Nggaklah!"
"Siapa peduli?!"
Mengabaikan sang kakak, Evelyn segera masuk ke dalam mobil dan mengencangkan sabuk pengaman.
"Gue nggak jemput lo, turun!" perintah Dennis, tidak suka mobilnya ditumpangi sang adik.
"Ogah!" balas Evelyn tidak mau kalah.
Malas meladeni Evelyn, apalagi sampai berkelahi dengan sang adik. Kali ini, Dennis lebih memilih untuk mengalah.
Setelah beberapa menit menungu, sekolah sudah terasa sepi. Dennis melirik adiknya yang nampak betah bermain ponsel.
"Ini masih lama?" tanya Dennis pada Evelyn.
Evelyn mendongak, lalu menatap jam tangannya. "Nungguin Bu Alona?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Alona (SUDAH TERBIT)
Romance[Juara 3 dalam writing marathon challenge with Cakra Media Publisher] *** Alona diibaratkan sebagai ratu es di sekolah, ia punya segudang prestasi, populer serta wajah yang cantik. Dengan keunggulannya itu, banyak yang menyukai dan cemburu pada Alon...