"Are you okay, Baby?!"
Pertanyaan itu membuat Alona menoleh pada Muthia yang sedang duduk di kursi kemudi.
"I am okay," jawab Alona cepat.
"Cuman gue akhir-akhir ini bingung aja loh, Al. Kek, ada yang beda gitu ...."
Mata Alona terpusat pada Muthia yang nampak tenang dan fokus mengemudi.
"Apanya?" tanya Alona tidak mengerti. Padahal, sebenarnya ia cukup kicep kalau-kalau Muthia menaruh curiga padanya.
"Ya, nggak tahu juga. Intinya beda aja gitu, but gue suka, kok. Kek lo yang sekarang be more better lah, enak juga kalau diajak keluar dan jalan kek gini. Ingat Al, lo hidup buat dinikmatin nggak perlu ngurung diri di kamar melulu, lo begini lebih baik. That's my opinion."
Alona diam sebentar, memikirkan tanggapan yang harus ia lontarkan pada opini Muthia tersebut.
Tentu saja, Alona pun tidak sanggup jika harus mengikuti life style seorang Alona Clarrisa yang bisa mati kapan saja dibunuh si penulis kaparat itu!
Bahkan, seberapa keras usaha yang Alona lakukan untuk bertahan hidup di dalam cerita ini, masih membuatnya tidak tahu ending apa yang menantinya di depan sana?
Akankah, dia benar-benar berubah dan memiliki akhir cerita yang berbeda pula?
"Gue juga baru sadar akhir-akhir ini, kalau keluar dari zona nyaman itu bukan ide buruk," sahut Alona akhirnya.
"Nah, kan! Dari mana aja lo selama ini, kita hidup cuman satu kali, Baby."
Alona menatap Muthia dalam. Sahabatnya itu benar, hidup cuman satu kali.
Lalu, bagaimana dengan Alona yang pernah merasakan mati?
Kini, ia diberi kesempatan hidup kembali dan akankah ia akan mengulang kembali kematiannya itu?
"Mut, kalau lo mati nih ya, terus lo hidup lagi. Lo bakal ngapain?"
Muthia menoleh sebentar ke arah Alona, mencerna baik-baik pertanyaan sahabatnya itu.
"Ya, matinya karena apa dulu. Kalau matinya gara-gara gue sengsara ya, di next life gue ... gue bakal ngejar kebahagiaan aja."
"Hmm, kalau lo matinya karena seseorang."
"Dibunuh?" tanya Muthia memastikan.
"Mut, awas!"
Bruk!!
Kejadian itu, terjadi begitu saja dan cepat. Alona membuka mata, beruntung self belt yang ia kenakan menahan tubuhnya.
Saking asiknya mengobrol, Muthia tidak sadar jika ada mobil berhenti di depannya karena lampu merah. Ia berhasil menginjak pedal rem tapi tabrakan itu tidak bisa dihindari.
"TURUN!!" teriak seseorang, yang mereka berdua yakini adalah pemilik mobil putih di depan.
"Mut, gimana, nih?!"
"Shtt, jangan cemas," kata Muthia sambil memijat pelipisnya yang terasa pusing karena kepalanya sempat menghantam setir. Muthia menoleh ke arah Alona. "Al, lo mimisan!"
Menyadari teriakan kaget Muthia, Alona meraba hidungnya yang pantas saja terasa basah. Dengan cepat, ia meraih tisu dan membersihkan mimisan tersebut.
"Al, lo tunggu di sini. Biar gue yang selesaian, soalnya salah gue juga, sih."
***
"Kita ke rumah sakit dulu," kata seorang pria yang berdiri di samping Muthia, sambil mengelus wanita itu lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Alona (SUDAH TERBIT)
Romance[Juara 3 dalam writing marathon challenge with Cakra Media Publisher] *** Alona diibaratkan sebagai ratu es di sekolah, ia punya segudang prestasi, populer serta wajah yang cantik. Dengan keunggulannya itu, banyak yang menyukai dan cemburu pada Alon...