BAB 1

6.5K 306 19
                                    

Selamat membaca.

"Ning, mas mau kuliah dulu" pria itu mengusap kepala istrinya yang masih enggan melepas pelukannya.

Istrinya menggeleng didalam pelukan itu. "Nggak mau, by.  Kamu izin aja" sahutnya.

Pria itu menggeleng. "Mas sebentar doang, nanti selesai kelas mas langsung pulang, janji" ucapnya.

Wanita itu mendesis. "Halah, omdo. Paling juga sore pulangnya" sahutnya.

Pria itu terkekeh. "Iya, maaf. Tapi sekarang cuman satu kelas, nanti mas akan pulang cepat" janjinya.

"Izin aja deh, by"

"Nggak bisa, sayang" ucapnya dengan lembut, sebisa mungkin ia menyesuaikan dengan moody istrinya itu.

"Yaudah deh, seterah mas aja" dengan wajah masam, wanita itu melepas pelukannya dan beranjak naik ke atas kasur. Menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

Fahri menghela napasnya. "Mas pergi dulu, Ning. Assalamualaikum" setelah itu ia berlalu dari kamarnya meninggalkan Syila yang masih enggan membuka selimutnya.

Di dalam sana, ternyata Syila menangis dengan air mata berlinang namun tanpa suara.

"K-kok gue jadi C-cengeng gini sih, hiks?" Tanya dengan sesegukan.

Setelah beberapa menit kemudian, ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya karena gerah. Ia mengusap matanya.

"Kenapa bawaannya gue jadi pengen nangis sih, apa ini termasuk faktor kehamilan ya?" kesalnya. Entah kenapa saat suaminya ingin pergi, disitu rasanya ia ingin menangis sejadi jadinya.

Karena merasa aneh dengan dirinya ,ia segera beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Syila memperhatikan dirinya di depan kaca.

"Ya Allah, mata gue ampe merah gini" ucapnya terkejut ketika mengetahui matanya sudah memerah seperti ini.

Syila menyalakan keran wastafel, lalu membasuh mukanya. Entah kenapa, hari ini ia malas untuk melakukan apa-apa.s seperti sekarang ini, ia yang masih belum mandi, makan dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, rasanya sangat malas.

Sebenarnya, Fahri sudah bersedia untuk mengerjakan ART dirumahnya, tapi ia melarang suaminya itu toh rumahnya juga tidak terlalu besar jadi masih sempat di kerjakan.

Dirumah ini terdiri dari dua kamar tidur dan kamar mandi, ruang keluarga dan dapur.

.
.
.

Ditengah tidurnya, Syila merasa sesuatu yang dingin menimpa kulit pipinya.

"Eughhh" lenguhnya lumayan panjang.
Ia menyipitkan matanya, untuk menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke dalam matanya.

"Ning, bangun sudah sore" ucap Fahri.

Mendengar itu, matanya membulat, seketika ia menganga lebar. "Gue belum sholat zhuhur" setelah berucap seperti itu ia berlarian masuk kedalam kamar mandi.

Fahri melihat tingkah laku istrinya, hanya bisa menggeleng kepala. Ia juga merasa bersalah karena tidak membangunkan tadi jam 2 siang, karena pikirnya istrinya selesai sholat Dzuhur langsung tidur.

Sebelum membangunkan istrinya tadi, ia menyempatkan diri untuk membersihkan rumahnya, mulai dari menyapu lantai, mengepel dan mencuci baju mereka berdua.

.
.
.

Setelah selesai sholat, tak lupa ia juga meng-qodo sholatnya. Kini sepasang pasutri itu memilih berduduk santai di ruang keluarga.

Suara riuh berita yang di tonton Fahri mengusik kedalam telinganya, sedangkan dia sendiri sibuk membaca E-book dalam ponselnya.

"By, kecilin volumenya. Berisik tau" ucapnya.

Fa'arsy (after marriage)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang