15%

556 139 4
                                    

Doyoung itu malas berlari.

Kakinya lelah.

Jadi daripada ketahuan dan ketangkep basah, pemuda itu lebih memilih masuk ke rumah dan tiba-tiba ngajak omong Junghwan yang sedang menyiram tanaman dan gak tahu apa-apa.

"Lo mau makan sapi gak?"

"Hah?"

"Udah jawab aja!"

"Emang ada sapi di sini?" tanya Junghwan bingung, Doyoung berdecak. "Nanti gue beliin, gampang."

"Iya deh si paling kaya."

"Apaan sih."

"Kalian ngapain?"

Jihoon datang dengan berkacak pinggang. "Kok bukannya kerja malah berbincang-bincang," ujarnya ketus. Junghwan mendecih tak terima. "Oy, gak lihat ini gue kerja sambil berbincang-bincang?"

"Ya makanya itu kerja ya kerja gak usah berbincang-bincang," kata Jihoon lagi. Junghwan merotasi bola matanya malas, ia paling malas jika bertemu dengan Jihoon! Pasti disuruh-suruh!

Ngomong-ngomong melihat Doyoung, Junghwan, dan Jihoon bersatu dalam satu scene, jadi inget bagaimana Jihoon menyiksa menyuruh Doyoung dan Junghwan membersihkan gudang.

"Doyoung, bantuin gue yok ke dapur."

"Ngapain?"

"Manjat pohon," balas Jihoon datar. "Ya masak lah, lo gak mau makan?"

"Kenapa gue? Biasa lo sendiri juga bisa."

"Nih bocah memang keset banget ya, disuruh bantah muluk!" kesal Jihoon. Doyoung akhirnya menurut saja daripada kena semprot Jihoon.

"Dasar gorila," cibir Junghwan begitu Doyoung dan Jihoon pergi masuk ke dalam rumah.

Mata Junghwan tak sengaja menangkap sesosok pemuda agak jauh, bersembunyi dibalik pohon cemara. Tahu terlihat oleh Junghwan, pemuda itu berlari masuk ke dalam hutan.

Junghwan mengernyit.

Sepertinya ia kenal.




























































































































Pemuda itu menatap dirinya sendiri di cermin, ini sudah pukul 2 dini hari dan ia masih tidak bisa tidur. 

Ada goresan luka di dahinya, cukup lebar, namun juga cukup samar.

Itu... goresan luka yang didapatnya saat membunuh Yoshi. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana percakapannya dengan Yoshi malam itu.




















"Lo mau gue ada sama-sama elo sampai akhir ya?"

"Maksud lo?"

"Lo mau mati, cuman lo terlalu sayang sama kita, gak bisa ninggalin kita, maka dari itu lo buat kita semua mati dulu baru lo mati. Supaya kita semua bisa sama-sama sampai akhir."

"Sialan!"

"Haha, bener...."

Yoshi tertawa.














Dan tawa itu masih dengan jelas terdengar di otaknya sampai sekarang. Seperti kaset rusak.

"Kalau gue dulu yang mati... cuman gue sendiri yang mengakhiri luka gue, sementara kalian enggak."












































Special | Treasure ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang