17%

512 135 7
                                    

Yoonbin benar-benar kabur, tak memperdulikan si pemilik toko yang berteriak kencang menyuruhnya berhenti. Yang lainnya pun terpaksa mengikuti.

"BUAHAHAHA, LO LIHAT MUKANYA GAK SIH? KAYAK ORANG MAU NANGKEP SETAN, MATANA MELOTOT SAMPAI MAU KELUAR!" Yoonbin tertawa kencang di dalam mobil, sedangkan yang lainnya tertawa kecil.

Lucu sih, tapi jantungnya itu loh... gila.

"AH SERU BANGET KAYAK GINI, GUE PENGEN HIDUP LEBIH LAMA LAGI!" seru Yoonbin tiba-tiba, masih dengan tawanya. Semuanya terdiam tiba-tiba. Kalimat Yoonbin ini... sedikir ambigu.

"KOK LO NGOMONG GITU SIH?!" sahut Hyunsuk ngegas. "KITA BAKALAN HIDUP LAMA KOK, TENANG!"

"Haha, semoga."

Terdapat nada keputus asaan itu, dan Jeongwoo bisa mendengarnya dengan jelas. Apa yang harus ia lakukan?

"Jeongwoo, perut lo..."

Jeongwoo tersentak saat Junghwan tiba-tiba menyentuh perutnya dan menekannya.

"Baju lo, perut lo... kok berdarah?"

Yoonbin dengan panik keluar dari mobil dan masuk ke pintu mobil belakang. Ia lalu mengambil tissue sebanyak-banyaknya. Sedangkan Jeongwoo melirik salah satu orang di sana dan tertawa keras di dalam hati.

Ia ingin sekali membunuh Jeongwoo ya?

"Kak Hyunsuk, Doyoung, bantu tekan ya. Gue mau telepon ambulance—"

"Gak usah." Jeongwoo meraih tangan Yoonbin yang hendak meraih ponselnya, pemuda itu menaruh tangan Yoonbin di perutnya. "Gak usah, jangan."

"Kenapa? Pendarahan lo terlalu banyak!" seru Yoonbin khawatir. Haruto meliriknya sebentar sebelum akhirnya keluar dari dalam mobil dan berlari entah ke mana.

"Junghwan—"

"Jangan, gak usah."

"Kok bisa lo ketusuk? Ini ditusik siapa? Kapan?" Yoonbin benar-benar terlihat khawatir, Hyunsuk dan yang lainnya juga.

Sedangkan Jeongwoo menutup matanya,






























































































"Oh kalau gue bunuh semua orang kecuali elo, elo baru perduli? Gitu ya? Oke."

Pemuda itu tersenyum puas saat melihat Jeongwoo yang terdiam kaku. Wajahnya pucat, ia berbalik kemudian hendak melangkah namun perkataan Jeongwoo membuat langkahnya terhenti.

"Sebarin aja, sebarin. Sebarin kalau gue emang mau coba bunuh Kak Yoshi karena takut ketahuan, Kak Yoshi punya rekaman di mana gue nusuk guru terlebih dahulu dan akhirnya baru gue digorok. Sebarin aja, gue gak perduli."

"Lo... yakin?"

"Yang penting gue bukan pembunuh Kak Yoshi, gue gak bisa ngebunuh Kak Yoshi yang bahkan gak pernah ngungkit hal itu ke siapapun walaupun dia tahu."

Ekspresi pemuda itu berubah datar. "Oke," katanya singkat. Ia hendak melangkah lagi, namun seperti tadi, perkataan Jeongwoo membuatnya berhenti.

"Lo tahu kenapa gue gak coba buka kedok lo sampai sekarang?"

"...."

"Karena gue sayang elo, tolong berubah sebelum lo nyesel. Lo masih tetep jadi kakak gue...

"...dan selamanya akan begitu."




















































































"Jeongwoo, lo masih sadar kan?"

Jeongwoo berusaha membuka matanya walaupun semuanya tampak berat, apa sebentar lagi ia akan mati?

"Jeongwoo..."

Suara itu membuat kelopak mata Jeongwoo langsung terbuka begitu saja. Pemuda di sebelahnya menatapnya masih dengan wajah datar, namun Jeongwoo masih bisa melihat guratan rasa bersalah di sana.

"Maafin gue, gue gak bisa berhenti... semuanya udah terlalu berat dan terlalu jauh buat gue..." bisiknya tepat di telinga Jeongwoo.

"Lo juga akan selalu jadi adik yang baik bagi gue."































































Haruto yang memanggil ambulance, namun semuanya sudah terlambat, Jeongwoo tidak bisa ditolong. Artinya ia dinyatakan meninggal saat dalam perjalanan ke rumah sakit.

Yoonbin bahkan tidak bisa berkata-kata, Jihoon dan Yedam yang baru sampai hampir saja kehilangan keseimbangan saat mendengarnya.

Firasat Jihoon benar.

"Gue mau temuin pelakunya."

Jihoon beranjak dari duduknya dengan tekad kuat, namun Haruto menahan pergelangan tangan pemuda itu dengan cepat. "Duduk," ujarnya dingin.

"Lo gak bi—"

"Duduk," ulang Haruto sekali lagi, kali ini lebih dingin. Jihoon mengernyit, ada apa dengan Haruto? Bukankah kemarin-kemarin pemuda itu yang tampak sangat bersemangat mencari pelakunya?

"Jihoon, mending lo duduk," ujar Hyunsuk akhirnya. "Kita masih berduka, gak baik gegabah."

"Gegabah kata lo? Udah selama apa sih kita diem?" ucap Jihoon tidak terima. "Lo itu pengecut."

"Lo lebih milih kehilangan 11 orang dibandingkan kehilangan 1 orang kan? Haha," kata Hyunduk lagi, diakhiri dengan kekehan tak percaya.

"Jihoon..."

"Gue capek, lo gak tahu ya?"

"Semua orang juga capek! Jadi sabar!" Yoonbin ikut bersuara, ia menatap Jihoon dengan datar. "Buat pelaku, gue tahu lo ada di sini. Lo puas ya lihat kita putus asa gini? Mohon-mohon ke elo supaya kita hidup?"

Yoonbin tertawa dengan air mata yang mengalir dari ujung matanya. Mengatakannya saja sudah sakit, apalagi jika ia tahu siapa pelakunya..

"Kak Yoonbin..."

"Junghwan?"

"Tolong tangkap Kak Hyunsuk, sekarang."

"Apa maksud lo—"

"Dia pelakunya! Hari di mana gue beresin kardus isi foto-foto itu, itu semua kan yang naruh Kak Hyunsuk, di situ ada potongan tubuh Bu Jennifer!

"Dan yang ngurung Kak Jihoon itu gue."

Special | Treasure ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang