Pamit

463 46 7
                                    

Sangat disarankan untuk mendengar lagu dibawah ini sembari membaca karena di dalam au terdapat potongan lirik lagu


.

.

.

.

.

Suara pintu yang terbuka membuat Mingi langsung berdiri dari duduknya. Lelaki tampan itu tersenyum ketika melihat sosok manisnya masuk dari pintu, meletakkan sepatunya ke dalam rak dan menggantung mantelnya pada gantungan baju yang tidak jauh dari sana. Derap langkah kaki itu berjalan mendekati Mingi, membuat si tampan semakin melebarkan senyumnya.

“Yunho,” Sapa Mingi dengan pelan. Tidak ada jawaban dari si manis, dia hanya memandangnya dengan tatapan kosong lalu segera berlalu, mengabaikan Mingi yang masih berdiri ditempatnya dan masuk kedalam kamar.

Sudah biasa.

Mingi hanya tertawa kecil, walaupun hatinya berdesir begitu sakit. Dia mengikuti Yunho dari belakang dalam diam, tidak ingin mengganggunya sama sekali. Lelaki manis kesayangannya itu membuka lemari dan langsung mengganti baju, membereskan pakaian kotornya dan menaruhnya pada keranjang baju milik mereka berdua. Ingin sekali rasanya Mingi menghampirinya lebih dekat, namun dia memutuskan untuk tidak melakukannya.

Langkah kaki itu kini menuju dapur dan Mingi masih setia mengikuti Yunho dari belakang. Lelaki sipit itu tersenyum begitu lembut melihat Yunho yang membelakanginya, sibuk menyiapkan makan malam dalam heningnya malam. Rasanya dia ingin sekali merengkuh tubuh besar itu dalam pelukannya, menaruh kepalanya pada bahu lebar kesukaannya sambil mengganggu Yunho memasak, seperti dahulu.

Tapi saat ini ia hanya bisa melakukan itu dalam benaknya. sekali lagi, Mingi tersenyum pahit mengingat kenyataan. Sekarang dia hanya bisa menatap kekasih manisnya dalam diam, memperhatikan setiap gerak gerik tubuh besar itu melangkah kesana kemari, begitu sibuk untuk menyiapkan makanan. Dalam hati, Mingi memohon agar sekiranya dia bisa kembali ke masa lalu, dimana dia masih bisa berada disisi Yunho. Memeluknya kapanpun, membisikkan kata-kata cinta maupun hanya sekedar menggoda dan menjahilinya seperti biasa. Tapi, itu tidak akan mungkin terjadi.

Keduanya kini berada di meja makan. Aroma makanan malam itu begitu menggoda dan melihat Yunho makan dengan lahap membuat Mingi tersenyum kembali. Pipi gembul kesayangannya terlihat begitu penuh, hampir seperti tupai rakus yang menyembunyikan kacang-kacang miliknya didalam pipi karena takut ada yang mencuri.

Tangan Mingi terangkat. Sejengkal lagi, Ingin sekali dia menarik gumpalan putih itu seperti dulu, membuat Yunho mengerang sebal karena di ganggu namun dia urungkan –lagi. pada akhirnya Mingi hanya menatap Yunho dalam diam, tangannya menopang kepala dan memperhatikan makhluk indah di hadapannya dengan begitu damai. Semua yang ada di diri Yunho begitu cantik, begitu indah.

Mulai dari helaian rambutnya yang jatuh dan membingkai wajah manisnya, mata bulat dengan bulut mata lentik, hidung dan pipi bulatnya yang sering sekali memerah entah karena kesal ataupun merasa malu, lalu bibir tipisnya. Bibir tipis yang begitu dia ridukan, bibir yang selalu membuatnya tertawa karena celotehan riang dan cerita-cerita random yang terlontar dari sana.

Mingi rindu, tapi dia tidak bisa apa-apa.

Denting sendok yang ditaruh diatas piring membangunkan Mingi dari lamunannya. Yunho sudah menyelesaikan makan malamnya dan sekarang mereka saling bertatapan, Mata bulat yang indah itu terlihat sayu, kilauan yang biasa Mingi lihat sudah meredup dari sana membuat Mingi sekali lagi meringis merasa begitu sedih telah membuat Yunho seperti ini.

Buku untuk Minyun (Mingi & Yunho)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang