ㅤㅤㅤ
"ADA banyak mantra sihir pertahanan dan penyerangan, tapi ada banyak pula yang tidak begitu efektif karena selain rumit—mereka juga menghabiskan banyak energi. Dalam pertempuran, yang paling penting adalah menghemat energi sihirmu. Tidak peduli sehebat apa dirimu, kalau kau sudah kehabisan energi sihir maka kau tidak akan mampu menggunakannya lagi." Gracle menunjukan beberapa buku yang terbuka di halaman-halaman berbeda. "Di lapangan, kau juga sedang berpacu dengan waktu untuk urusan hidup dan mati. Tidak ada waktu bagimu untuk merenungkan sihir mana yang akan kau gunakan, semua harus berada di luar kepala dan mendarah daging. Kalau kau melihat para musisi yang bermain musik bagaikan instrumen musik perpanjangan tubuh mereka, begitu pula dengan sihir. Mantra-mantra, senjata sihir, semua itu adalah perpanjangan tubuh kita."
Lars mengangguk mengerti, begitu pula dengan Grey. Cye, di sisi lain, sudah mulai menunjukan kening yang berkerut, kedua mata melebar yang terpaku pada halaman-halaman buku, sedang sekujur tubuhnya terlihat menegang.
"Tidak perlu khawatir," kata Gracle lagi, menyodorkan secangkir teh pada gadis bersurai biru itu. "Dengan banyak berlatih lambat laun kau akan mengerti sendiri mantra-mantra mana yang perlu kau gunakan."
"Bagaimana kalau hingga akhir aku tidak terbiasa?" suara Cye sangat halus, nyaris seperti bisikan.
"Yah, kau mati di luar sana," jawab Gracle dengan enteng. "Aku bercanda!" ia langsung melanjutkan begitu melihat mata biru Cye yang mulai berkaca-kaca.
"Tapi itu bukan bohong juga, kan?" tanya Cye lagi dengan memelas.
"Bukan, tapi aku belum pernah melihat seseorang yang tidak terbiasa setelah latihan rutin. Tubuh kita mengingat rutinitas, dan itu yang akan membantu."
"Aku benar-benar khawatir kalau aku tidak pandai," gumam Cye seraya menundukan pandangannya.
"Cye Sayang," panggil Lars lembut. Pemuda itu mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Cye yang lebih mungil. "Kau bisa melakukannya, aku yakin. Kau luar biasa."
Gracle mengerjap pelan. Ia baru menyadari sesuatu—ia tak pernah memikirkan kemungkinan bahwa ia tidak mampu menguasai sihir dan berakhir gagal. Seumur hidupnya, yang tertanam di pikirannya hanyalah berlatih menjadi lebih kuat, lebih kuat, dan lebih kuat. Ia sama sekali tidak memperhitungkan bagaimana kalau ia sebenarnya tidak mampu, karena baginya itu sama sekali bukan opsi. Kelemahan adalah penghalang dari rencananya, ia tidak akan membiarkan hal seperti itu menempel padanya. Apapun yang terjadi, ia harus mampu melakukannya. Apapun yang terjadi, melalui rencana yang mana pun, ia harus berhasil.
"Tidak apa-apa, Cye," katanya dengan pelan setelah beberapa saat. "Seperti yang Lars katakan, kau pasti bisa melakukannya. Kau keturunan kerajaan, kau spesial. Kalau aku bisa bertahan hidup di Myth, mungkin kau bisa menguasai Myth."
"Baiklah..." Cye menelan ludah, lalu menarik nafas dalam-dalam. Digenggamnya tangan Lars erat-erat, kemudian menatap pemuda itu. "Bagaimana agar aku bisa yakin, kalau begitu?"
"Kegagalan bukan opsi, apapun yang terjadi kau harus dan akan mampu melakukannya. Tanam itu di dalam dirimu." Gracle tersenyum lembut.
Grey ikut tersenyum melihat adik sepupunya berbicara. Walau tak bisa dipungkiri, ia merasa bahwa Gracle tidak benar-benar tersenyum saat itu. Matanya mungkin ikut tersenyum, tapi ia tahu ada yang berbeda dari sinar mata Gracle. Mereka bisa saja terpisah belasan tahun lamanya, tetapi Grey tidak akan pernah melupakan masa ketika ia tinggal bersama Gracle. Ia tak akan melupakan bagaimana gadis itu menunjukan ekspresinya, terutama di matanya. Sebaik apapun Gracle menyembunyikan apa yang ia rasakan, Grey selalu dapat mengetahuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRACLE BLACKSMITH
Fantasyㅤ | ❛Ketika malaikat, iblis, dan penyihir bertemu―siapa yang akan berpihak pada siapa?❜ Gracle Blacksmith telah tinggal di Myth, Hutan Gelap Noustfrad, selama lebih dari sepuluh tahun. Suatu hari, ia menyelamatkan seorang gadis bernama Cye dan seja...