chapter 11

6.2K 689 144
                                    

Jinwoo telah menginjak usia yang ke satu tahun. Bayi laki-laki tampan itu sangat aktif dan pintar. Ia bahkan sudah mulai belajar berjalan saat masih delapan bulan. Dan sekarang, balita itu sedang belajar bicara. Walaupun baru menangkap beberapa patah kata saja.

Seperti sudah menjadi kebiasaannya, Jay dan Minju selalu ber-qualitty time bersama Jinwoo. Ditengah ruang keluarga ditemani berbagai macam mainan anak laki-laki.

Tawa canda itupun terdengar begitu menyenangkan tak terganggu oleh apapun. Bahkan sesekali kedua orang dewasa itu akan menimpali apa yang dikatakan sang buah hati.

Jinwoo terus mengoceh tak jelas sembari mengunyah biskuit bayi dalam genggaman tangannya sendiri.

Hal sekecil itu tentu tak ingin ia lewatkan begitu saja. Minju lantas meraih ponselnya dan mengambil beberapa foto serta video si kecil.

Tak lama kemudian, muncul sesosok pemuda manis yang lantas mengalihkan atensi keduanya. Minju tampak membulatkan kedua maniknya begitu mendapati si manis yang berjalan mendekat sembari menggeret sebuah koper. "Jungwon, apa yang terjadi?".

Sementara itu, si pemilik nama hanya dapat mengulas senyuman tipisnya sebelum beralih menatap si kecil Jinwoo yang juga tengah menatapnya dengan bola mata bulatnya yang terlihat sangat menggemaskan. Ingin rasanya Jungwon menggendongnya, mengecupi kedua pipi berisinya. Namun ia harus bisa menahan dirinya untuk saat ini.

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Jungwon lantas menyerahkan sebuah map ke hadapan suaminya.

"Kau.. Menggugatku?". Sahut Jay setelah mengambil map tersebut dan membaca isinya.

"Aku sudah memutuskan untuk berpisah denganmu. Bukankah semuanya juga sudah selesai sekarang?". Ujar si manis berusaha untuk tetap tegar.

"Apa maksudmu, Jungwon?". Ucap si wanita Park itu meminta penjelasan.

Pemuda manis itu lantas menghela nafas beratnya. "Sesuai dengan kesepakatan, tugasku sudah selesai disini. Jinwoo sudah tak begitu membutuhkanku lagi. Aku akan pergi sekarang".

Dengan cepat Minju pun menggeleng keras. Tidak. Ia tak ingin sahabatnya itu pergi dari sini. Lain halnya dengan Jay yang sama sekali tak memberikan reaksi apapun.

"Apa yang kau bicarakan? Jinwoo selalu membutuhkanmu sampai kapanpun. Karena bagaimanapun kau adalah Ibunya, Jungwon. Tolong, jangan pergi ya?". Pinta wanita itu sembari menahan lengan si manis.

"Aku akan tetap pergi Minju. Maaf jika selama aku tinggal disini, kehadiranku sangat mengganggumu. Aku juga sudah banyak merepotkanmu".

Minju lantas menggeleng tegas. Ia tak setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya. Air matanya lantas luruh membasahi paras cantiknya. Demi Tuhan! Sungguh, ia tak ingin Jungwon pergi.

"Jay, tolong lakukanlah sesuatu!". Pekiknya sembari mengguncang tubuh sang suami yang seolah membatu namun kedua matanya masih fokus menatap sosok si manis yang berdiri tepat dihadapannya.

"Jungwon, tarik kembali kata-katamu. Kau tak boleh bercerai dengan Jay..". Ujarnya sembari memeluk tubuh sahabatnya.

Jika boleh jujur, sebenarnya Jungwon tak ingin berpisah. Lebih tepatnya, alasan kuatnya hanyalah karena bayinya. Namun Jungwon tipikal orang yang selalu menepati perkataannya. Sesuai kesepakatan itu, maka ia akan tetap pergi.

Jay lantas berdecak. Ia tak suka dengan suasana yang terlalu mendramatisir seperti ini.

"Hentikan, Park Minju!". Pekiknya.

Wanita itu perlahan melepas rengkuhannya begitu sang suami memanggil namanya dengan nada yang dingin.

Jay sangat tak suka saat melihat istrinya menangisi orang lain bahkan sampai merendahkan harga dirinya hanya untuk memohon seperti itu.

"Biarkan saja dia pergi. Bukankah itu juga keinginannya? Kau tak perlu memohon hingga bersujud dibawah kakinya. Dia hanya ingin terbebas dari penderitaannya. Dan berhentilah menangis. Kau hanya membuang waktu". Ujar pria itu sembari menatap tajam pada si manis.

"Kau ingin kita bercerai 'kan? Baiklah... Akan kuturuti. Kalau begitu, sampai bertemu di persidangan". Tukasnya sebelum berlalu meninggalkan kedua istrinya yang tampak masih terpaku ditempatnya berdiri.

Sementara itu Jungwon hanya dapat mengulas senyuman mirisnya. Ya... bagaimanapun juga pria itu tak akan mau menahannya. Tapi apakah salah jika ia berharap Jay mau berjuang untuknya sedikit saja? Setidaknya, demi kebaikan putra mereka 'kan?

Lantas keduanya pun menoleh begitu mendengar tangisan Jinwoo. Mungkin, bayi itu merasa terkejut setelah mendengar perdebatan orang tuanya.

Dengan cepat si manispun mengambil alih sang bayi dalam gendongan Minju sembari mencoba untuk menenangkan tangisannya.

"Berpikirlah sekali lagi. Jangan jadi egois. Jinwoo selalu membutuhkanmu".

Setelah bayi kecil itu tampak lebih tenang. Jungwon lantas kembali menyerahkan Jinwoo pada gendongan si wanita Park.

"Apapun yang kulakukan, semua demi kebaikan kita bersama. Aku sudah sangat mempercayakan Jinwoo padamu. Kau akan jadi Ibu dan orang tua yang baik untuknya".

Minju hanya dapat menggelengkan kepalanya sembari menangis terisak.

Perlahan, manik doe nya kembali bergulir menatap sang bayi yang juga menatapnya dengan polos.

"Halo baby, jadilah anak yang baik dan penurut pada kedua orang tuamu ya? Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu dari kejauhan. Kau tau? aku selalu menyayangimu, Sayang. Aku pamit dulu ya?". Ujarnya dengan suara yang bergetar seolah menahan tangis.

"Aku pergi Minju. Sampaikan salamku pada suamimu".

Lantas setelahnya, si manispun beranjak sembari menarik kopernya.

"Mamamam~".

Jungwon sontak menghentikan langkahnya begitu mendengar sebuah panggilan yang menginterupsinya.

Perlahan, seutas senyuman pun terukir diwajahnya. Jinwoo memang sudah bisa mengucapkan kata seperti itu. Mungkin maksud si bayi ingin memanggil Ibunya. Namun yang terucap malah sesuatu yang terdengar menggemaskan. Ingin sekali Jungwon berbalik, melempar tas kopernya hanya untuk menggendong buah hatinya. Namun niatnya hanya sebatas dalam hati. Jungwon bahkan tak sedikitpun menoleh dan memilih untuk kembali melanjutkan langkahnya.

"Mama~".

Minju tampak berusaha menahan isakkannya. Bagaimanapun ia tak mau membuat Jinwoo ikut menangis lagi. Yang bisa ia lakukan hanyalah menatap kepergian si manis dengan kedua maniknya yang berkaca.

Namun siapa yang dapat menyangka, jika nyatanya Jay belum benar-benar pergi.

Sejak tadi, ia menyaksikkan semuanya dari balik dinding. Wajahnya mungkin tak menampakkan raut kesedihan ataupun rasa kecewa. Namun kepalan tangannya  kian menguat hingga membuat buku jarinyapun memutih.



















***

chapter depan beneran ketok palu hehe

bittersweet love | jaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang