DUA BELAS

3.9K 507 3
                                    

Selamat membaca:)

Sebelum baca boleh tinggalkan vote terlebih dahulu ya

•••

Hari ini adalah hari minggu, Kafi yang sedang libur kuliah itu memutuskan untuk pergi mengunjungi rumahnya yang sudah disita. Kafi berhasil masuk melewati pintu belakang. Rumah besar itu berdebu serta tidak terawat. Bahkan mulai ditumbuhi oleh rumput liar di halaman depan. Kafi memilih duduk disebuah kursi yang berada di ruangan yang dulunya adalah kamarnya dan perlahan memejamkan kedua matanya sejenak, sebelum ia mendengar suara anak laki - laki yang nembuat pejaman matanya terbuka. Kafi menatap sekelilingnya sebelum memusatkan perhatiannya pada sosok anak laki - laki yang umurnya berkisar  dua belas tahun yang tengah terduduk memeluk tubuhnya sendiri di depan pintu.

Melihat itu, Kafi segera mendekat dan mengusap punggung anak lelaki itu yang segera membuat anak laki - laki itu tersebut mendongkak untuk menatapnya dengan isakan yang tertahan di dalam tenggorokannya. Terlihat ada sebuah luka di lengan kiri anak tersebut karena ia sengaja menggaruk lengannya hingga terluka. Kafi pun segera meraih lengan anak tersebut.

"Tangan kamu kenapa seperti ini?" tanya Kafi kepada anak itu.

"Aku tidak sengaja melukainya disaat aku butuh pelampiasan. Aku marah, kecewa tapi aku tidak tahu bagaimana cara melampiaskannya selain menggaruk lenganku hingga berdarah," jawab anak itu terdengar lirih.

"Kamu bisa melampiaskannya dengan menangis. Tidak apa untuk menjadi tidak baik - baik saja."

Anak laki - laki itu pun menggeleng."Mama sering mendatangi kamarku secara tiba - tiba dan masuk tanpa permisi, aku tidak mau Mama menemukanku sedang menangis. Mama akan semakin marah ketika melihatku menangis."

"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Kafi memusatkan perhatiannya pada anak itu.

"Hari ini aku mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan keinginan Mama dalam ujian dan Mama marah besar. Padahal aku sudah melakukan semampuku, aku tidak tahu harus melakukan apa, aku sangat membenci diriku," ungkap anak itu penuh sesal dan menyalahkan dirinya.

"Pasti melelahkan ya? Tidak apa - apa, ada kalanya kamu merasa lelah. Menangislah jika keadaan mengharuskan kamu untuk melakukannya, jangan sekali - sekali memendamnya. Nanti semakin besar, kamu akan mengetahui banyak hal tentang emosi, dimana menahan tangis hanya akan membuatmu semakin tidak baik - baik saja."

"Ta-pi aku takut......"

"Tidak apa - apa, ada aku disini," ucap Kafi kemudian menerlentangkan kedua tangannya dan memeluk anak laki - laki itu dan membiarkannya menangis dan meluapkan emosinya.

"Kamu punya teman?" tanya Kafi kepada anak laki - laki itu setelah berangur tenang.

"Aku tidak punya teman, Mama selalu membatasi lingkungan pergaulanku, bahkan aku tidak pernah keluar rumah untuk bermain karena Mama melarangku," jawab anak - anak laki itu dengan sorot lirih di kedua matanya.

Kafi pun mengulurkan tangannya."Mau ikut bersamaku? Merasakan kebebasan dan menghabiskan waktu untuk bermain seperti anak seusiamu."

"Tapi gimana kalau Mama tau?" tanya anak laki - laki itu masih dengan berbisik.

"Jangan khawatirkan tentang itu, kita bisa pergi secara diam - diam tanpa ketahuan," lontar Kafi mengikuti intonasi bicara anak laki - laki itu, yaitu dengan berbisik. Kemudian ia melangkah menuju jendela kemudian membukanya dan keluar lebih dulu. Anak laki - laki itu menatap ragu kearah pintu, namun Kafi meyakinkannya sekali lagi, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk ikut bersama Kafi. Wajahnya nampak begitu senang dengan senyumnya yang begitu merekah karena untuk yang pertama kalinya kembali dapat merasakan kebebasan.

SAVIOR COMPLEX Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang