DUA PULUH TUJUH

2K 308 5
                                    

Selamat membaca:)

Sebelum baca boleh tinggalkan vote terlebih dahulu ya

•••

Baru menemukan waktu luang, hari ini Kafi pergi mendatangi rumah sakit jiwa untuk mengunjungi Wiguna—sang Papa. Sesampainya di rumah sakit jiwa Dharmawangsa, Kafi memandangi keberadaan Wiguna yang terlihat sedang berada di taman dan duduk di atas kursi rodanya. Namun, tiba - tiba saja seorang pasien yang tengah berlari kencang itu menabrak tubuhnya hingga terjatuh. Kafi segera bangkit dan tidak permasalahkan hal itu ketika perawat meminta maaf padanya walaupun kini bahunya terasa sakit.

Ketika ia kembali menolehkan kepalanya kearah taman, ia melihat kursi roda Wiguna yang berada di taman itu dalam keadaan kosong. Merasa panik, Kafi segera mencari keberadaan Wiguna disekitar lingkungan rumah sakit dengan berlari.

Kafi akhirnya bisa menghela napas lega ketika berhasil menemukan keberadaan Wiguna yang seperti sedang mencari sesuatu hingga harus melangkah jauh dan hampir keluar dari wilayah rumah sakit. Kedua matanya terus bergerak lincah ke arah sekelilingnya. Kafi sendiri tidak tahu apa yang sedang sang Papa cari.

Langit berubah mendung, diperkirakan sebentar lagi akan turun hujan dan Kafi berniat untuk membawa Wiguna masuk. Namun, sebelum itu ia lebih dulu mendekati Wiguna dan meminta izin.

"Apa yang Papa lakukan disini? Kita masuk kedalam ya? Sebentar lagi akan turun hujan," bujuk Kafi dengan lembut.

"Saya mau mencari istri saya. Cuaca sedang dingin, istri saya sedang berada dimana ya?" tanya Wiguna sembari menatap sekelilingnya.

Kedua mata Kafi mendadak terasa panas mendengar itu. Ia beralih menundukkan kepalanya dalam dan bertepatan dengan itu satu air matanya berhasil lolos. Dapat mendengar suara isakan, Wiguna meraih tangan Kafi  dan mengenggamnya.

Kafi tiba - tiba saja merasakan tepukan ringan dibagian punggungnya yang lantas membuatnya mengangkat kepalanya untuk melihat. Wiguna lah yang telah melakukannya dengan tersenyum. Senyuman yang sudah sangat lama tidak pernah Kafi saksikan.

"Jangan menangis, pria dewasa tidak boleh menangis," ucap Wiguna masih menepuk punggung Kafi untuk menenangkannya dan hal yang dilakukan Wiguna itu membuat Kafi dibawa ke ingatan masa lalu, dimana dulu Wiguna selalu menenangkannya dengan cara yang sama ketika dirinya menangis. Ia menangis dan juga tersenyum karena begitu sulit mengepresikan bagaimana perasaanya saat ini.

Setelah membawa Wiguna ke ruang perawatannya, seorang perawat yang selama ini melayani kebutuhan Wiguna sebagai salah satu pasien itu pun menyambut kehadiran Kafi dengan hangat.

"Siang, mas Kafi. Masnya kemana aja? Lagi sibuk - sibuknya sama urusan kuliah ya, mas?" sapa perawat tersebut yang sering disapa Afni. Kafi hanya mengangguk dengan tersenyum tipis.

"Gapapa, kalau lain kali masnya sibuk dan nggak sempat datang kesini. Mas Kafi bisa hubungin saya lewat telepon kok. Saya bisa laporan mengenai keadaan bapak via telepon. Ada saya disini kok, masnya nggak perlu khawatir, saya akan selalu memastikan bapak baik - baik aja," ucap suster Afni.

"Makasih banyak suster Afni, saya nggak tau mau bilang apa lagi selain terima kasih," kata Kafi sangat berterima kasih atas ketersediaan Afni merawat sang Papa selama dirawat di rumah sakit jiwa Dharmawangsa.

"Sama - sama, mas Kafi."

"Bagaimana perkembangan Papa saya selama belakangan ini sus?" tanya Kafi antusias untuk mengetahui perkembangan kondisi sang Papa, sementara suster Afni menanggapi pertanyaan Kafi dengan senyum yang sulit diartikan. Pada akhirnya suster Afni menggeleng lemah.

SAVIOR COMPLEX Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang