LIMA PULUH DUA

1.8K 195 0
                                    

Selamat membaca:)

Sebelum baca boleh tinggalkan vote terlebih dahulu ya

•••

Kafi mendatangi rumah sakit jiwa sebelum Ascella bangun dari tidurnya. Dari arah jendela yang terbuka, Kafi bisa menyaksikan gadis itu baru saja terbangun dari tidurnya dan kini sedang ditemani oleh Mamanya yang duduk di sebalah brankarnya. Gadis itu merubah posisinya menjadi duduk kemudian menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk mencari - cari sesuatu. Ascella sedang mencari keberadaan Kafi.

Kafi segera melambaikan tangannya ketika Ascella mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Ekspresi wajah Ascella yang semula sedih itu kembali ceria setelah berhasil menemukan keberadaan Kafi. Bahkan kini senyumnya mengembang sangat lebar.

Pukul delapan pagi, Ascella akan melangsungkan terapi dan ia akan ditemani oleh Raline—sang Mama. Namun, sebelum itu ia lebih dulu mandi. Setelah mandi, Raline membantu putrinya untuk mengeringkan rambut menggunakan hairdryer. Raline selalu ada di tiap menit waktu yang Ascella habiskan di rumah sakit jiwa.

Begitu masuk ke ruang rehabilitasi, ada alat untuk latihan berjalan. Ada juga dua sepeda statis. Alat-alat tersebut memang digunakan untuk melatih saraf motorik pasien. Di kanan-kiri ruang rehabilitasi, terdapat etalase dari kaca yang memamerkan kerajinan dari pasien. Raline sama sekali tidak melepaskan genggamannya pada tangan putrinya.

Sebelum memasuki ruangan, Ascella menoleh kembali kearah Kafi yang setia menunggunya. Kafi memberikan Ascella semangat melalui isyarat tangannya. Ascella yang berhasil menangkap maksud Kafi pun menganggukkan kepalanya berulang kali dengan begitu bersemangat.

Ascella akan melangsungkan terapi rehabilitasi. Melalui terapi ini, Ascella akan dapat belajar tentang kondisinya dan segala hal yang dapat memengaruhinya. Dengan begitu, ia dapat menerapkan beberapa cara untuk mengatasi dan mengelolanya agar lebih baik.

"Nak, satu hal penting yang perlu kamu pelajari dan pegang erat adalah, caramu memperlakukan dirimu sendiri adalah cerminan bagaimana orang lain akan memperlakukanmu," pesan terapis.

"Langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah meminta maaf pada diri sendiri. Rajin melakukan komunikasi dengan diri sendiri hingga ke alam bawah sadar. Ini sangat membantu memulihkanmu dari pikiran-pikiran negatif terhadap diri kamu ya. Jadi perbanyaklah minta maaf ke tubuh yang sering kamu jahati," lanjutnya berusaha membangun suasana yang senyaman mungkin untuk Ascella.

Ascella lantas mengangguk tanda mengerti.

"Kalau kamu sudah mengerti, coba, saya ingin dengar kalimat apa yang sekiranya akan kamu katakan pada dirimu sendiri?"

Ascella terdiam beberapa saat untuk berpikir, tangannya juga mulai gemetar akibat ia merasa gugup. Seorang terapis tersebut langsung meraih tangan Ascella dan mengenggamnya. "Pelan - pelan saja, tidak usah terburu - buru, saya akan menunggu kamu."

Ascella diberikan waktu untuk berpikir dan terapis tersebut dengan begitu sabar menunggu.

"Maafkan aku, ya, perut, mata, hati, dada, dan anggota tubuh lainnya. Maaf karena aku telah memforsir kalian begitu keras. Bantu aku meraih mimpi, ya. Kalian semua harus sehat satu sama lain. Dan aku janji akan memberi kalian gizi dan nutrisi dengan makanan dan minuman yang baik. Aku akan tumbuh sehat bersama kalian," ucap Ascella sembari menyentuh bagian perut, mata, hati, dada dan beberapa anggota tubuh lainnya secara bergantian.

"Saya akan mengatakan hal itu pada diri saya setiap harinya, saya janji," tekad Ascella dengan semangatnya yang tidak sekalipun luntur.

"Kerja bagus, kalau seperti itu, saya yakin kamu akan cepat sembuh dan saya berani jamin sebentar lagi kamu pasti bisa keluar dari sini," ungkap terapis yang membuat Ascella semakin semangat. Sudah ada banyak perubahan kearah yang lebih baik setelah Ascella di rawat di rumah sakit jiwa hampir tiga minggu lamanya.

SAVIOR COMPLEX Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang