Selamat membaca:)
Sebelum baca boleh tinggalkan vote terlebih dahulu ya
•••
Dengan fokus yang terarah pada layar ponselnya, Kafi menepuk punggung William yang tengah asik menikmati makan siangnya di sebuah warteg dengan heboh.
"Will, Will, lo harus liat ini," ucap Kafi hendak memperlihatkan sesuatu pada William masih dengan keadaan menepuk punggung William hingga sahabatnya itu berakhir tersedak.
Melihat sahabatnya mulai terbatuk, Rendi segera memberikan segelas air yang dengan cepat William minum dalam sekali teguk saja.
"Apaan anjing? Gue lagi asik makan! Hampir aja ini nasi pindah ke idung gue. Lo mah nggak santai amat!" protes William kesal.
"Sorry sorry, habisnya gue kelewat semangat," balas Kafi sembari terkekeh kecil.
"Ada apaan emangnya? Heboh bener lo, Kaf," sahut Rendi dengan dahi berkerut penuh tanda tanya.
"Gue baru aja dapet tawaran dari pihak SMA Dawana. Mereka percayain kita buat jadi pembicara di rapat orang tua siswa yang diadain tiap minggunya. Temanya penyuluhan tentang kesehatan mental pada remaja. Gimana menurut lo berdua?" tanya Kafi meminta pendapat kepada kedua sahabatnya.
"Seriusan? Tapi kenapa tiba - tiba kita yang diminta?" Kafi mengedikkan kedua bahunya menanggapi pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Rendi.
"Karena mungkin kita pernah observasi disana. Apalagi kita kan anak jurusan psikologi yak, anak UI lagi, pastinya banyak pengetahuan tentang kesehatan mental," asumsi Wiliiam.
"Bisa jadi," respon Kafi singkat."Terus menurut lo pada, baiknya gimana?"
"Terima aja, Kaf tawarannya. Lagian kita juga nggak ada kegiatan 'kan? Bisa lah buat ngisi waktu kosong dari pada gabut," saran Rendi.
"Bener, lebih baik terima aja. Gue merasa terhormat banget sih karena dipercayain buat jadi pembicara disana. Bisa jadi pengalaman juga nantinya," sahut William menambahkan.
"Oke gue bakalan terima tawarannya. Rapatnya dilaksanain tiga hari lagi. Nanti kita cari materi masing - masing aja dan nanti pas hari H bagi jadi beberapa sesi biar semuanya dapet kesempatan jadi pembicara, yang penting temanya udah dikasih tau, jadi aman. Gitu aja gimana?" tanya Kafi usulan.
"Oke, gimana baiknya aja, lo aja yang atur," respon Rendi mempercayakan semuanya pada Kafi.
"Sip, gampang kalau masalah cari materi, apalagi ini temanya tentang kesehatan mental pada remaja. Banyak kasusnya juga yang bisa jadi referensi nantinya," ucap William kemudian.
•••
Rapat orang tua akan berlangsung pada hari ini. Raquella kini sedang berada di ruang bimbingan konseling dan duduk di hadapan meja bu Asti selaku guru bimbingan dan konseling di SMA Dawana.
"Raquella, orang tua kamu akan datang 'kan hari ini? Setiap kali rapat orang tua dilaksakan, orang tua kamu tidak pernah sekalipun datang, dan Ibu sangat berharap sekali bahwa orang tua kamu bisa datang hari ini," tanya Bu Asti kepada Raquella. "Bisa tolong hubungi orang tua kamu sekarang?"
"Ibu yakin mau saya hubungi orang tua saya sekarang?" Raquella balik bertanya dengan sebelah alisnya yang terangkat. "Oke kalau itu mau Ibu."
Raquella segera meraih ponselnya dan menghubungi salah satu nomor yang ada di kontaknya. Setelah nada sambung terdengar, Raquella sengaja menyalakan loud speaker panggilan tersebut. Dalam hitungan beberapa detik, terdengar suara teriakan dari seberang sana yang lantas membuat Raquella memejamkan kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVIOR COMPLEX
Teen Fiction(Cerita ini langsung aku publish hingga selesai) "Orang yang menyadari bahwa orang lain sedang sakit, adalah orang yang lebih sakit. Kamu ingin mengobati orang yang jiwanya sakit, karena mungkin perasaanmu lebih terluka." Tentang Kafi Sangkala Mill...