Bab 8: North Pole

48 8 12
                                    

"Tuhan udah nyiptain wanita dengan segala keistimewaan yang membuatnya terhormat, Ibu Kartini juga udah mati-matian perjuangin hak perempuan Indonesia. Tapi kenapa cewek zaman sekarang doyan banget ngerendahin dirinya sendiri?"

- Marvin -

Koridor masih cukup ramai karena bel masuk belum berbunyi. Dengan langkah pelan, Tio masih bingung harus pergi ke mana.

Setelah beberapa saat berpikir, ia pun akhrinya memutuskan untuk ke ruang latihan. Barang kali memukul drum bisa membuatnya melepaskan emosi yang sedari tadi ia tahan.

Ruangan itu masih terkunci. Hanya anak-anak Escape dan guru yang berkepentinganlah yang memiliki akses untuk membuka ruangan tersebut.

Tio mendekati set drum yang selama ini menemaninya. Entah itu menemani tampil, latihan, ataupun tempatnya meluapkan amarah.

Saat marah, pemuda itu sering kali merasa ingin memukul sesuatu. Agar kemarahannya tersalurkan tapi tidak merugikan, ia akhirnya memilih belajar bermain drum.

Pemuda berlesung pipi itu pun duduk dan meraih stik.

Pemuda berlesung pipi itu pun duduk dan meraih stik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia tidak memainkan lagu apa pun. Hanya asal memukul mengikuti perasaanya yang campur aduk. Temponya pun tak beraturan. Kadang pelan, kadang cepat.

Permaniannya terus berjalan meskipun pandangan pemuda itu tak fokus.

"Tio, aku bawa Pop Ice kesukaan kalian," ujar Wanda sembari memasuki ruangan latihan.

Setiap kali menghadapi pertunjukkan besar, gadis itu selalu mampir ke ruang latihan untuk memberikan semangat. Maka tak heran jika ingatan Tio memutar kembali memori tersebut.

Banyak yang menuduh kalo Wanda cari perhatian kepada anggota band lain. Tapi Tio merasa bahwa gadis itu hanya berusaha beramah-tamah dengan teman-temannya.

Bahkan, Wanda adalah satu-satunya gadis yang tidak diperlakukan dingin oleh Marvin. Dan itu yang membuanya dibenci sebagian fans pemuda itu.

Kini Tio tersenyum getir. "Orang yang baik belum tentu menjadi orang tepat."

Ia pun kini memukul tom dan cymbal dengan sangat keras. Seolah-olah ingin menghabiskan seluruh emosinya.

Tangan Tio berhenti. Ia pun menghela napas panjang.

"Kayaknya gue emang kudu fokus sama masa depan gue," ujar pemuda itu pada diri sendiri.

"Gue kan temenan sama Marvin yang ambis. Kenapa gue nggak ketularan ambis, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

🎶

Marvin kini bisa tersenyum lebar karena mendapati Tio sudah merasa baikan.

Dengan langkah yang ringan, mereka berdua berjalan menuju ke tempat parkir untuk mengantar Tio mengambil motornya di bengkel.

Sebelum sampai di tempat parkir, seorang gadis menghampiri.

Serenade untuk YasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang