"Berkaryalah untuk diri kita sendiri. Mendapat apresiasi dan pujian itu bonus. Karena kalau kita berkarya hanya demi mendapat pujian, kita akan mudah berputus asa dan ngelakuin yang 'bukan kita banget' demi muasin orang lain. Serius deh, itu tidak akan bikin kita bahagia."
- Mairenka-
🎶
Setelah meletakkan sendoknya, Rasyi bangkit. Ia menuju ke ruangan yang biasa digunakan untuk mereka belajar.
Yasmine membisu. Namun, hatinya bergemuruh cemas.
Orang tua Rasyi dan Lina yang penasaran pun mengarahkan pandangannya ke arah kepergian gadis itu.
Sementara Marvin sibuk menyantap makan malamnya tanpa suara.
"Sorry, bukan bermaskud buat lancang. Tapi tadi gue nemu ini pas mau ambilin face wash lo," tutur Rasyi sembari menghampiri meja makan.
Setelah mendapat izin dari sang ibu untuk menginap, Yasmine pun meminta izin untuk cuci muka agar lebih bugar. Saat sudah masuk ke kamar mandi, sabun pencuci mukanya ternyata ketinggalan.
Yasmine masih bergeming. Berusaha mencerna apa yang tengah terjadi. Sungguh, gadis itu benar-benar tidak menyangka hari itu menemui banyak kejadian tak terduga.
Rasyi menghampiri kursi orang tuanya, dan mulai membuka buku sketsa Yasmine.
Lina pun mencondongkan kepalanya agar bisa lihat. Lagi-lagi Marvin masih tak acuh.
"Gambarnya bagus kan, Bunda?"
Mairenka pun mengangguk. Ia pun membalik halaman selanjutnya.
Bibir gadis itu pun menyunggingkan senyum. "Ayo dong, Bunda. Kasih dia motivasi. Siapa tau kalo yang nyuruh Bunda, dia bakal semangat."
Tubuh Yasmine semakin terasa lumpuh seketika. Untung saja gambar Marvin sudah ia sobek.
"Hobi gambar, hasilnya juga udah bagus. Tapi dia tetap denial, Bunda. Ngaku nggak bisa gambar. Diajak Klub Melukis juga alesannya takut malu-maluin." Rasyi mulai mengadu. "Harusnya kalo emang nggak bisa ya belajar, iya kan, Bunda?" Dengan tampang memelas, gadis itu menatap sang ibu dengan lekat. Berusaha menarik simpati agar argumennya disetujui.
Sayangnya Mairenka tidak membalas tatapannya. Ia masih fokus melihat buku sketsa tersebut. Lalu, menatap Yasmine dengan lekat. "Apa yang membuatmu tidak percaya diri?"
Mendengar pertanyaan yang diiringi senyuman lembut itu membuat Yasmine mau tak mau ikut tersenyum.
"Takut dibilang jelek," jujur gadis itu dengan lirih.
"Bagus atau jelek itu relatif. Lagian tidak ada orang yang langsung bagus. Semuanya butuh proses. Gambar Bunda juga dulu jelek," tutur wanita yang menggunakan tunik berwarna marun itu.
"Dari kritikan, kita jadi belajar mana yang perlu diperbaiki. Dari cibiran, kita belajar menguatkan mental." Mairenka berusaha menguatkan gadis yang duduk di hadapannya. "Bunda selalu berpesan sama diri sendiri, berkaryalah untuk diri kita sendiri, mendapat apresiasi dan pujian itu bonus. Karena kalau kita berkarya hanya demi mendapat pujian, kita akan mudah berputus asa dan ngelakuin yang 'bukan kita banget' demi muasin orang lain. Serius deh, itu tidak akan bikin kita bahagia."
Yasmine merenung mendengar nasihat itu. Perkataan wanita berusia 40 tahun itu menenangkan sekaligus memberikan pencerahan baginya.
"Bunda tidak maksa kamu buat ikutan klub, tapi Bunda harap kamu tidak lagi pesimis dengan bakat sendiri," pungkas wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade untuk Yasmine
Teen FictionInsecurity merupakan problem yang sering kali dialami anak-anak muda. Tak terkecuali dengan Yasmine (Yujin). Belum lagi jika dia memiliki teman dekat yang terlihat sangat sempurna seperti Wenny (Wonyoung). Wenny cantik, cerdas, berbakat, dan mudah b...