Bab 19: Meet the Idol

25 6 2
                                    

"Apa yang disampaikan dari hati, biasanya akan sampai di hati juga. Dan apa yang diciptakan dengan sungguh-sungguh, biasanya akan abadi."

- Yasmine -

🎶

Marvin membalas tatapan Rasyi tak kalah lekat. Ia memasang telinga baik-baik untuk memdengar penuturan adiknya itu.

"Aku...."

Pemuda itu masih diam. Setia menunggu.

"Aku capek, Kak. Mau ke kamar." Rasyi pun melangkah menjauhi sang kakak yang kini tertegun.

Tiga detik berlalu, Marvin masih membeku di tempatnya. Ia pikir Rasyi akan menceritakan masalahnya, tapi gadis itu justru semakin menambah jarak dan menciptakan sekat.

Menghela napas panjang, Marvin berusaha menenangkan diri. Ia menasihati dirinya sendiri dengan dalih bahwa Rasyi membutuhkan waktu untuk sendiri dahulu.

🎶

Benar apa yang orang-orang katakan.
Bahwa melakukan hal yang kita sukai selain bisa melepas stres juga bisa mengalihkan pikiran.

Keputusannya ikut Klub Melukis benar-benar pilihan yang tepat. Karena saat ini Rasyi merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang akhir-akhir ini direnggut darinya.

Hari-harinya pun kembali seperti semula. Apalagi dia memiliki kemampuan diplomatis agar gadis yang merundungnya memberikan keringanan lagi. Dan dia tidak akan menyianyiakan kesempatan itu.

"Bunda pengin ketemu kalian. Bunda ngajak kita makan malam bareng," terang Rasyi sembari menatap teman dekatnya satu per satu.

Mereka baru saja selesai belajar bersama. Lina dan Yasmine mulai mengemasi barang-barang. Sementara Marvin tengah asyik membaca komik di sebuah kursi panjang yang tak jauh dari tempat mereka belajar tadi.

Yasmine jadi teringat. Sudah lama mereka belajar bersama, ia belum pernah bertemu dengan orang tua dari dua pelajar yang sangat berprestasi itu. Apalagi keingintahuannya melihat foto keluarga mereka pun sampai sekarang tak kunjung terealisasi. Selain karena lupa dan tak ada kesempatan, gadis itu merasa sudah dekat dan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga tersebut.

"Emangnya kapan bunda lo pulang?" tanya Lina.

Rasyi berpikir sejenak. "Abis isya biasanya sih."

"Bukanya mau nolak, tapi apa nggak kemaleman?" Yasmine merasa khawatir. Karena dia pasti akan kesulitan mencari bus di malam hari. Belum lagi bahaya yang mengintai gadis yang akan pulang sendirian itu.

Mendengar pertanyaan itu membuat Rasyi merenung. Ia memang menginginkan acara makan malam ini, tapi dirinya juga tidak mungkin memaksa teman-temannya dan membuat mereka kesulitan.

Sebuah ide pun mucul. "Gimana kalo nginep?"

"Sorry, gue nggak bakal dibolehin kalo nginep," sesal Lina. Jelas sekali orang tua gadis itu cukup protektif terhadap Lina yang sangat polos dan lugu itu.

Rasyi memasang raut sedih. Padahal ini momen yang pas bagi mereka untuk bertemu kedua orang tuanya yang sering kali pulang ketika mereka sudah selesai belajar bersama.

"Tapi gue tetep bakal ikut makan malem bareng kok." Lina berusaha menenangkan. Gadis itu pun lalu membuka ponsel pintarnya untuk menghubungi sang supir agar menjemput dirinya lebih telat.

Tersenyum lebar, pandangan Rasyi pun kini beralih ke Yasmine.

Melihat tatapan penuh harap gadis yang duduk di sebelah kirinya, Yasmine merasa tak tega.

Serenade untuk YasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang