Bab 15: Get Closer

30 6 0
                                    

"Segala sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik, termasuk menonton anime. Selain menyebabkan kecanduan,  juga bisa memengaruhi pemikiran kita. Karena apa yang kita tonton, dengar, dan baca akan masuk ke dalam alam bawah sadar kita."

-Marvin-

🎶

Ketiga gadis itu kini duduh berdampingan di sofa ruang keluarga. Sementara Marvin berada sofa di seberang.

Berhubung mereka sepakat untuk belajar pelajaran yang lebih mudah dahulu, mereka pun akhirnya memilih Bahasa Indonesia.

"Kalian siapin buku catatan. Lalu, tulis poin-poin penting dari teks yang saya baca, ya." Marvin mengarahkan dengan bahasa formal.

Lina dan Yasmine mengangguk. Mereka menuruti saja arahan kakak kelasnya itu.

Di sisi lain, Rasyi justru memgeluh. "Ih kok ngebosenin?" keluh gadis itu.

Marvin memutar bola mata sebal. "Materi pertama kelas 10 itu menyusun teks hasil observasi. Jadi ya kalian harus mendengarkan saya baca teks. Sekalian melatih fokus dan ketajaman berpikir."

Rasyi hanya mengerucutkan bibir mendengar penjelasan sang kakak.

"Baik, saya akan mulai membacakan teks berjudul 'Pengaruh Anime di Kalangan Remaja'," terang Marvin yang kini menatap layar laptopnya.

Yasmine melongo kagum melihat logo buah apel yang digigit itu.

"Kenapa teksnya itu?" tolak Rasyi. "Curang namanya. Nguntungin buat Yasmine."

Pemuda itu menarik napas panjang. "Saya sudah lama menyiapkan teks ini, dan tidak ada niatan untuk memberikan kemudahan bagi Saudari Yasmine
Karena saya tidak tahu sebelumnya kalau dia akan mengikuti pelajaran ini."

Rasyi mendecih. Menertawakan sikap kakaknya yang sok sabar. Padahal biasanya langsung jahil dengan menangkup bibirnya agar tidak terus-terusan bicara.

Itu memang tulisan Marvin yang sudah disiapkan sebelumnya. Pemuda itu tidak menggunakan teks observasi di buku modul maupun internet. Tentu saja dia menulis tentang sesuatu yang digemari dan diketahuinya.

Tidak menemukan bantahan lain, Rasyi pun akhirnya menuruti kemauan sang kakak.

Melihat ketiga gadis itu mulai tenang, Marvin pun mulai membaca. "Berbicara soal Jepang, tentu saja tidak lepas dari yang namanya budaya Negeri Matahari Terbit tersebut. Dan salah satu budaya yang cukup terkenal adalah anime."

Mereka menyimak penuturan Marvin dengan khidmat. Berbeda dengan kedua temannya yang menatap pemuda itu antusias, mata Yasmine justru melihat lantai. Enggan memberi kesempatan untuk jantungnya yang seringkali sulit dikontrol. Sesekali, ia juga menulis hal-hal yang menurutnya penting.

"Segala sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik, termasuk menonton anime. Selain menyebabkan kecanduan,  juga bisa memengaruhi pemikiran kita. Karena apa yang kita tonton, dengar, dan baca akan masuk ke dalam alam bawah sadar kita."

Tanpa sadar, pandangan Yasmine mulai beralih ke Marvin. Ia sangat kagum dengan pemikiran pemuda itu.

Ekspresi Marvin yang tengah serius menjelaskan itu sangat teduh dan membuat siapa saja merasa tebius dengan kata-katanya yang cerdas itu.

Pemuda itu memang membaca teks di laptopnya, tapi ia juga sesekali melirik melihat audiens.

Pandangan mereka bersirobok. Dan lagi-lagi, Yasmine tercekat. Gadis itu merutuki jantungnya yang tak karuan dan matanya yang tidak bisa diajak kompromi.

🎶

Yasmine pulang menggunakan bus dan angkot setelah sebelumnya menebeng Lina menuju halte.

Serenade untuk YasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang