Bab 11: Siapa Gadis Itu?

36 5 12
                                    

"Itu namanya fitnah. Pikiran lo negatif mulu, terus berasumsi kalo yang lo yakini itu fakta. Biar apa sih nyebar gosip yang nggak bener?? Biar lo keliatan lebih baik, ya? Apa nyebar hoax bikin hidup lo bahagia?"

- Marvin -

🎶

Kekhawatiran Rasyi pun akhirnya terbukti juga. Setelah teror yang membuatnya pucat kemarin, rasanya akan lebih parah lagi jika dia mengabaikannya, bukan???

Hari ini gadis itu pergi ke sekolah bersama Marvin karena supirnya pagi-pagi harus mengantar ibunya ke luar kota.

Awalnya ia menolak dan ingin menaiki transportasi umum. Tapi mana mungkin Marvin tega membiarkan gadis yang dicintainya itu, bukan?? Apalagi Rasyi memang jarang sekali naik angkutan umum. Tentu saja dirinya sangat khawatir.

Rasyi turun dari motor dengan lemas. Kaki yang ia miliki rasanya tak lagi memiliki tulang. Ia seperti menjadi ubur-ubur.

Ngomong-ngomong soal ubur-ubur, ia jadi merasa kalau detik itu dirinya ingin menjadi ubur-ubur saja. Tentu saja karena pandangan mata semua orang tertuju padanya.

Jelas, semuanya pasti berpikir kenapa Marvin yang sangat dingin dan terbilang kasar terhadap perempuan yang mendekatinya, kini malah membonceng seorang perempuan. Adik kelas lagi. Baru beberapa hari yang lalu masuk ke sekolah.

"Kamu sakit?" tanya Marvin khawatir karena melihat gadis itu terlihat tanpa energi dan diliputi kebingungan.

Gadis itu menggeleng lemah. "Aku ke kelas dulu, Kak," pamitnya dengan suara pelan.

Karena khawatir, pemuda itu pun menawarkan bantuan, "Aku anter ke kelas, ya."

Mendecit dalam hati, gadis yang memiliki tahi lalat di pipi itu semakin merasa gusar.

Marvin memegangi bahu Rasyi. Berusaha menopang karena takut jika tiba-tiba gadis itu jatuh.

"Aku bisa sendiri kok, Kak," tolaknya.

"Kalo kamu sakit, harusnya tadi nggak usah berangkat aja."

Seperti dugaan. Respons yang Rasyi dapat jauh dari yang ia bayangkan.

Menghentikan langkah, Marvin pun menoleh dan menatap lekat gadis di hadapannya. "Kamu pulang aja, ya." Terlihat gurat khawatir di sana.

Rasyi menggeleng lemah. Ia tak yakin jika harus terus-terusan menghindar. Mungkin ini saatnya ia menghadapi pengirim pesan terornya. Dirinya yakin peneror itu pasti akan semakin marah, tapi tidak akan berani muncul. Karena biasanya orang-orang seperti itu hanya berani bersembunyi.

Sampai saat ini tidak ada suara pesan masuk-atau mungkin dia tidak dengar karena ramai- tapi yang jelas dirinya berhasil memasuki ruang kelas. Ya meskipun dihujani tatapan penuh tanya oleh seisi penghuni ruangan itu.

"Kamu kenal Kak Marvin?" seloroh Lina, teman sebangkunya.

"Kamu kenal Kak Marvin?" seloroh Lina, teman sebangkunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Serenade untuk YasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang