Mendesah jengkel karena cuaca Jakarta yang luar biasa panas, Kai akhirnya turun dari mobil setelah menghabiskan waktu di dalam sana bermenit-menit lamanya hanya untuk merasakan dinginnya angin dari AC mobil. Dia melangkah gontai untuk menutup pagar dengan mata memicing guna mengurangi intensitas cahaya matahari yang masuk melalui irisnya.
Setelah menutup pagar, Kai berlanjut memasuki rumah besar yang sudah menjadi rumah keduanya selama setahun terakhir. Niatnya untuk langsung menuju dapur untuk mengambil minum diurungkan ketika dia melihat Wima yang sedang berada di ruang tengah sambil menonton film.
Wima menoleh kaget saat Kai duduk di sampingnya, "Lah, kok udah balik ke sini?"
"Mm-hm, males di rumah sendirian. KakCha udah balik Pawana juga soalnya."
"Bokap nyokap lo?"
"Lagi ke Den Haag."
Wima ber-oh pendek sambil manggut-manggut. Tangannya meraih stoples berisi keripik kentang dan diletakkan di atas pangkuannya. Matanya masih fokus pada layar TV lengkung di depannya sementara mulutnya mulai mengunyah keripik yang baru saja dia ambil. Hening menyeruak di antara Wima dan Kai, hanya suara dari film yang sedang ditonton Wima saat ini yang terdengar.
Beberapa menit berlalu, Kai berdiri dari duduknya, meninggalkan Wima menuju lemari pendingin yang ada di dapur. Niatnya untuk melepas dahaga yang sempat tertunda tadi sudah tidak dapat lagi ia tahan. Mengambil satu botol teh kemasan, Kai langsung meneguk minuman dingin tersebut hingga habis setengah botol.
Kai berjongkok untuk menginspeksi isi kulkas, memindai siapa tahu ada yang bisa dimakan di siang yang panas ini.
"Wah, coklat siapa ni?" setumpuk kotak coklat menarik perhatian Kai. Lelaki itu langsung mengambil satu kotak untuk memastikan milik siapa coklat tersebut sebab teman-temannya belum ada yang pulang ke Payoda kecuali Wima.
Dan benar saja, tulisan Le Maison du Chocolat yang ada di atas kotak membuat Kai dapat menebak dengan mudah bahwa coklat tersebut milik Wima, sebab coklat tersebut berasal dari London. Melihat ada beberapa kotak di dalam kulkas, Kai yakin Wima membeli coklat-coklat tersebut sebagai oleh-oleh.
Kai beranjak dari dapur setelah menutup pintu kulkas. Dengan satu kotak coklat di tangannya, dia kembali duduk di samping Wima yang masih fokus pada film. Stoples berisi keripik kentang yang tadi ada di pangkuan Wima pun sudah berada di atas meja dalam keadaan kosong.
"Lo yang bawa ini, Wim?"
Wima menoleh sejenak untuk melihat apa yang ditanyakan Kai. Dia mengangguk dan berdeham lalu kembali menatap layar televisi.
"Gue makan satu, ya."
"Ambil aja sekotak. Gue emang beli buat kalian, kok. Kalo lo ke Pawana, bawain buat Kak Sharen, Dena, sama Airin sekalian, ya."
"Oh, mereka juga dapet jatah?"
"Ya, mereka kan temen gue juga."
Kai mengangguk beberapa kali kemudian melahap satu coklat dan ikut fokus ke film yang ada di depannya.
"Lo udah KRS-an?" tanya Kai kepada Wima. Minggu ini jadwal Fakultas Ilmu Budaya untuk mengisi KRS. Itulah sebabnya Wima sudah berada di Payoda lebih cepat dari teman-temannya yang lain.
"Udah, tadi pagi."
"Rajin amat FIB, KRS-an tanggal segini. Perasaan yang lain masih minggu depan."
Wima berdecak, "Kalau urusan daftar ulang sama KRS-an sih paling cepet. Tapi kalau urusan nilai, ampun banget. Lelet!"
Kai tertawa Wima yang terdengar dongkol.
"Tapi ya ada untungnya juga sih jadwal KRS-an gue lebih cepet dari yang lain. Gue jadi punya alesan buat pulang ke Jakarta lebih cepet, haha," lanjut Wima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghrya Payoda ✓ [Completed]
FanfictionSebuah cerita tentang riuhnya para bujang penghuni Ghrya Payoda, yang terkadang makin dibuat ramai oleh penghuni Ghrya Pawana. --- The sequel of Triptych. Bisa dibaca terpisah tanpa harus membaca Triptych terlebih dahulu. --- ⚠️Trigger warning ⚠️ Th...