Bonchap 0606

920 82 8
                                    

Sebuah gedung setinggi 11 lantai menjadi tujuan Reina saat ini. Dia menghentikan mobilnya di lobi, lalu menoleh ke samping. "Dah, sana turun."

"Ngusir banget, ya, Anda ini," sewot lelaki di samping Reina itu. "Bunda beneran nggak mau ikut turun?"

Reina menggeleng. "Bosen ketemu ayah kamu."

Aksan mendecakkan lidahnya. "Pantes cerai."

"Kurang ajar," balas Reina sambil menggetok kepala anaknya. "Udah, sana cepet turun. Bunda masih banyak kerjaan."

"Iyaaaa." Aksan mencondongkan tubuhnya untuk mencium pipi sang bunda sebelum turun dari mobil. Menunggu hingga mobil Reina tak terlihat oleh penglihatannya, Aksan kemudian berjalan memasuki gedung di belakangnya.

Di tengah langkahnya menuju lift, Aksan berpapasan dengan Nora. "Nora?" panggilnya.

Nora yang berjalan dari arah dalam gedung pun berhenti dan melambaikan tangannya. "Hai, Kak," sapa Nora begitu mereka berdiri berhadapan. "Udah balik Indo?"

Aksan mengangguk. "Udah, baru aja nyampe langsung ke sini. Lo masih betah kerja di sini ternyata. It's been years, dude. Setia amat sama bokap gue."

Gelak rendah keluar dari mulut Nora. "Ya, mau gimana lagi? Tadinya emang cuma buat menuhin kebutuhan hidup doang. Lama-lama makin sayang sama kerjaannya. Jadi, ya gitu, deh."

"Masih jadi penyiar?"

"Enggak. Udah di belakang layar gue. Alhamdulillah, produser."

"Weiisss .... Mantap." Aksan mengacungkan dua jempolnya. "Terus ni mau pulang?"

Nora mengangguk. "Yaps."

"Pulang sendiri?"

"Nope. Itu udah dijemput." Nora menunjuk ke satu arah dan kepala Aksan pun berputar mengikuti arah tunjuk Nora.

Aksan manggut-manggut. "Yaudah, ati-ati, ya."

"Thank you, Kak. Gue duluan, ya."

"Okay. Eh—" Aksan menahan Nora sejenak. "Bokap gue ada, kan?"

"Ada, kok. Masih inget ruangannya, nggak?"

"Masih sama, kan?"

Nora mengangguk.

"Yaudah, inget gue berarti. Yaudah, sana pulang."

"Okay, bye, Kak. Oh iya, welcome home, Kak Aksan!"

Aksan tertawa seraya mengangguk. "Thank you, Ra."

Aksan masih memperhatikan Nora yang berjalan mendekati pria yg sudah menunggunya entah sejak kapan. Pria itu sangat tinggi. Saat berdiri berjajar, mereka kelihatan sangat menggemaskan akibat perbedaan tinggi yang lumayan jauh.

Namun, bukan itu yang menjadi fokus Aksan. Dia melihat senyum Nora yang begitu lebar saat menatap sang pria. Pun dengan prianya. Entah apa hubungan mereka, yang Aksan tahu, sorot mata mereka memancarkan kasih sayang dan kekaguman satu sama lain.

Senyum tipis terulas di bibir Aksan. Nice to see you happy, Ra. Setelah semua yang udah lo alamin, baik sebelum dan setelah ketemu Agas, akhirnya lo bisa dapetin kebahagiaan lo. You deserve it, Nora.

/TING!/

Suara lift memecah fokus Aksan. Dia balik badan, lalu berlari kecil menuju lift yang pintunya sedang terbuka. Dia mengangguk sopan ke orang-orang yang sudah berada di sana, kemudian menekan tombol 9 dan dilanjutkan menekan tombol tutup pintu.

Terbilang cukup lama hingga akhirnya Aksan sampai di lantai 9 karena lift berhenti hampir di setiap lantai untuk menurunkan dan menaikkan orang.

Sambil menyapa beberapa karyawan yang dia kenal, Aksan berjalan menuju ruangan yang sudah dia hafal di luar kepala. Hampir lima tahun meninggalkan Indonesia, Aksan merasa suasana kantor ayahnya masih tetap sama, tidak ada yang berubah.

Ghrya Payoda ✓ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang