28 | Ex

1K 141 21
                                    

Padahal, sudah berhari-hari terlewat sejak Agas menjadi bintang tamu radio kampus, bahkan weekend baru saja dilewati kemarin. Tapi, euforianya masih terasa sampai sekarang. Seperti saat ini, setelah dosen menyelesaikan pembelajarannya, para mahasiswa tidak langsung beranjak dari ruang kelas, tapi malah sibuk mengerubungi Agas dan bertanya tentang kompetisi yang ia ikuti serta kesannya bisa wawancara di radio kampus.

Agas hanya menjawab sekenanya, tidak merasa perlu meladeni semua rasa ingin tahu teman-temannya, apalagi jika sudah melenceng dari konteks kompetisi atau radio. Mata Agas menangkap Gienka dan teman-temannya yang mulai beranjak dari kursi mereka, hendak meninggalkan kelas. Agas pun langsung bangkit dari kursinya dan segera menghampiri gadis itu.

"Gigi!" panggilnya ketika Gienka sudah hampir melewati ambang pintu.

Yang dipanggil menoleh, termasuk dua temannya yang lain. "Hm? Kenapa, Gas?"

"Lo udah ngerjain tugas Tipografi, belum? Kerjain bareng, yuk, di perpus," ujar Agas begitu dia sudah berhadapan dengan Gienka.

"Gue udah ngerjain, kok."

Agas ber-oh pendek, lalu mengangguk paham. Entah kenapa, dia tiba-tiba merasa canggung dan aneh. Dia melirik ke arah kedua temannya yang lain, sebelum kembali menjatuhkan atensinya pada Gienka. "Terus ini lo mau ke mana?"

"Ini mau lunch sama mereka. Sekalian mau ngepoin cowok yang mau ketemuan sama Adisti, hihihi." Gienka terkekeh pelan, diikuti oleh teman-temannya.

"Dis, lo nggak insecure kalau Gienka ikutan? Ntar kalau cowok lo jadinya naksir Gienka gimana? Ahahaha," timpal Manda, salah satu temannya yang lain.

"Belum cowok gueee. Tapi, ya, bener juga, ya. Ntar lo jangan nongol, ya, Ka. Lo ngamatin dari jauh aja," sahut Adisti mengamini perkataan Manda.

"Hahaha, ngaco, deh, lo semua. Nggak mungkin, lah, dia suka sama gue. Belum pernah ketemu juga."

"Masalahnya, there's no way for normal boys to not like you, Princess," balas Adisti yang gantian diangguki oleh Manda.

Tawa Gienka pecah. Matanya sempat melirik ke arah Agas sebentar, tapi cepat-cepat dia alihkan ke kawan-kawannya lagi. "Ngaraaanngg! Udah, ah, yuk, buruan. Gue udah laper, Bestie!"

Agas yang sejak tadi hanya diam mengamati percakapan Gienka dan teman-temannya, menahan langkah Gienka dengan meraih lengan gadis itu hingga membuat sang empu balik badan. "Kenapa lagi, Gas?"

"Makan bareng gue aja, yuk? Gue juga belum makan."

Gienka mengerjap, kemudian menoleh ke arah Manda dan Adisti yang juga berhenti melangkah dan memperhatikan mereka berdua. "Ke parkiran duluan, gih. Ntar gue susul," perintah Gienka pada teman-temannya. Kedua gadis itu pun menurut dan meninggalkan Gienka dan Agas berdua.

"Lo kenapa? Udah tiga hari ini lo kayak menghindar dari gue," tanya Agas begitu mereka tinggal berdua. Mereka juga sudah agak menyingkir dari depan kelas.

"Menghindar gimana? Gue biasa aja perasaan."

"Lo sekarang jarang bales chat gue kalau nggak ada hubungannya sama kuliah."

"Oh, itu." Bola mata Gienka bergerak tak tenang. Dia membuang muka, menghindari tatapan tajam Agas. "Gue lagi jarang bawa handphone aja akhir-akhir ini."

"Terus kenapa tadi lo nggak duduk di deket gue?"

Gienka kembali menatap Agas. "Emang ada aturannya gue mesti duduk di deket lo? Kan, tadi gue hampir telat, jadi gue ambil kursi yang paling deket sama pintu masuk aja, sih. As simple as that."

Agas menghela napas pelan mendengar kalimat Gienka. "Oke, kalau gitu lo lunch bareng gue sekarang."

"Gue udah janjian sama anak-anak, Gas. Perginya juga pake mobil gue. Ya kali, gue tiba-tiba batalin gitu aja? Udah, ah. Duluan, ya. Bye!"

Ghrya Payoda ✓ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang