"Denaya!"
Dena menoleh ke arah sumber suara yang memanggil namanya. Senyumnya tersungging ketika irisnya bertemu dengan milik lelaki yang sedang berjalan menghampirinya. Kepalanya semakin mendongak seiring Edga yang semakin dekat.
"Kok, panas-panasan, sih? Di situ kan lebih adem." Edga menaungi mata Dena yang menyipit karena cahaya matahari dengan kedua telapak tangannya.
"Kalau di sana, kamu nggak bisa liat aku," balas Dena.
"Kan, aku bisa telpon kamu." Edga mengacak gemas puncak kepala Dena. "Mau pergi sekarang?"
Dena mengangguk seraya beranjak dari duduknya, lalu meraih telapak tangan Edga untuk digandeng. Edga kaget dengan tindakan Dena karena selama ini Dena tidak pernah melakukan kontak fisik jika sedang berada di kawasan Kampus Neo.
Edga mengedarkan pandangannya ke sekeliling area danau, memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka.
"Kenapa, sih?" tanya Dena.
"Takut ada yang liat."
"Liat juga aku nggak peduli sekarang. Yuk."
Edga tidak sempat merespons kalimat Dena sebab gadisnya itu sudah menariknya untuk berjalan menuju mobil.
"Mau ke mana?" tanya Edga begitu mereka sudah berada di dalam mobil dan dirinya siap melajukan kendaraan itu.
Dena menoleh tanpa mengangkat kepalanya yang bersandar pada sandaran jok. "Mau ke rumah kamu aja, boleh? Aku mau quality time aja sama kamu."
"Your wish is my command, Schatzi."
Kepala Dena diputar sepenuhnya menghadap Edga. Matanya membulat lebar dan mulutnya juga menganga. "Hah? Sejak kapan kamu panggil aku 'schatzi'?" tanya Dena dengan nada cukup tinggi karena terlalu kaget, Edga tiba-tiba memanggilnya dengan panggilan sayang dalam bahasa Jerman.
"Mulai hari ini." Edga menoleh sebentar pada Dena sambil nyengir, kemudian mulai menjalankan mobilnya. Merasa Dena tak kunjung bereaksi atas jawabannya, Edga pun melirik sejenak, lalu bertanya, "Kenapa? Nggak suka aku panggil gitu?"
"Hah? Siapa yang bilang gitu?" jawab Dena sewot.
"Ya, habisnya kamu diem aja."
"Aku tu nge-blank," jawab Dena sambil memutar badannya menghadap depan. Kepalanya menunduk, jari tangannya sibuk bermain-main dengan jarinya yang lain, kakinya tidak bisa diam, serta jangan lupakan jantungnya yang terasa seperti meledak.
"Nge-blank kenapa?"
"Kamu tiba-tiba panggil aku gitu. Aku nggak siap. Aku deg-degan."
Tawa Edga pecah seketika. Lelaki itu mengulurkan tangan kirinya untuk mengambil satu tangan Dena, lalu digenggamnya erat-erat. "Mulai dari sekarang, biasain telinga sama jantung kamu buat panggilan dari aku itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghrya Payoda ✓ [Completed]
FanfictionSebuah cerita tentang riuhnya para bujang penghuni Ghrya Payoda, yang terkadang makin dibuat ramai oleh penghuni Ghrya Pawana. --- The sequel of Triptych. Bisa dibaca terpisah tanpa harus membaca Triptych terlebih dahulu. --- ⚠️Trigger warning ⚠️ Th...