59 | I'm Not Okay

898 118 32
                                    

Mobil Mini Cooper berwarna abu-abu tua meninggalkan area parkiran Fakultas Ekonomi dan mulai ikut berkontribusi memadati jalan utama Kampus Neo pada siang ini. Maklum, sudah masuk waktunya jam makan siang. Naja yang berada di belakang kemudi terus memusatkan fokusnya pada jalanan di depan yang cukup ramai.

"Oh iya, mampir ke bakery yang ada di deket main gate bentar, ya. Airin dari kemarin bilang pengin soft cookies di sana," ujar Naja pada Ayana yang duduk di kursi penumpang di sampingnya. Saat ini Naja hendak mengantar Ayana membeli susu dan popok untuk Rinjani.

Ayana menoleh pada Naja, lalu mengangguk saja. Dia menatap Naja sejenak sebelum akhirnya berbicara, "Ja, gue boleh tanya sesuatu?"

"Apa?" Naja sempat melirik sebentar ke arah Ayana.

"Lo sama Kak Airin baik-baik aja?"

Naja mengerutkan dahinya. "Maksudnya?"

Ayana menghela napas pelan, kemudian memutar kembali badannya menghadap ke depan. "Jujur, gue nggak enak sama Kak Airin karena lo sering banget nganterin gue ke mana-mana. Sorry, kalau gue GR, tapi gue nggak mau kalau lo sama Kak Airin berantem gara-gara gue karena kayaknya lo lebih sering sama gue daripada Kak Airin."

Gelak lirih terdengar dari mulut Naja. "Apaan, sih? Nggak, lah. Gue udah bilang kan kalau Airin tu pengertian banget. Dia nggak mungkin mikir aneh-aneh sama lo. Lagian, gue selalu bilang kok kalau ke mana-mana, termasuk kalau lagi pergi sama lo kayak gini."

"Gue nggak tau ini perasaan gue aja, atau memang sekarang Kak Airin tu kayak jutek banget sama gue. Dia beberapa kali kan main ke gedung gue buat ketemu Zizi atau Nora. Dulu dia masih sering ngajak gue ngobrol, tapi akhir-akhir ini nggak pernah. Dia justru kayak sengaja ngehindarin gue."

"Masa sih Airin kayak gitu?" tanya Naja tidak percaya.

"Ya, yang gue rasain begitu, sih. Semoga cuma perasaan gue aja."

"Selama gue pacaran sama Airin, dia nggak pernah kayak gitu sama orang lain. Mungkin bener cuma perasaan lo aja. Akhir-akhir ini, dia memang agak lebih sensi, sih, karena kebanyakan tugas."

Ayana mengangguk pelan, lalu menoleh pada Naja lagi. "Besok-besok, lo nggak usah sering-sering anterin gue deh, Ja. Gue bisa sendiri. Beneran."

" ... "

"Atau kalau nggak, gue chat Kak Airin dulu aja ya, kalau lo mau jemput atau nganter gue ke mana."

Naja tertawa mendengar kalimat Ayana. "Nggak usah lebay, Ay. Airin nggak gitu-gitu amat anaknya."

"Tapi, Ja ...."

"Udah, ayo, turun. Udah sampe."

Ayana mengalihkan pandangan ke depan. Benar saja, mereka sudah sampai toko kue yang dimaksud Naja. Gadis itu turun dari mobil, menyusul Naja yang sudah keluar dari mobil terlebih dahulu dan masuk ke toko kue bernuansa warna putih itu.

Begitu Naja membuka pintu toko, dirinya disambut satu pegawai toko tersebut. Setelah mengatakan apa yang ia cari, Naja diantar ke etalase khusus soft cookies yang berada di sisi sebelah kiri.

Namun, belum sempat ia sampai ke etalase yang dimaksud, Naja justru melihat seorang gadis yang sangat ia kenal sedang memilih kue dengan tangan menggamit lengan seorang lelaki yang juga ia kenal. Air muka Naja mengeras secara otomatis. Dia melangkah mendekati pasangan tersebut dan berhenti setelah mereka berjarak sekitar lima langkah.

"Denaya," panggil Naja dengan nada rendah, namun sarat kemarahan.

Yang dipanggil pun menoleh dan seketika ekspresi terkejut setengah mati tampak dari Dena. "Ma—Mas Naja ..." Dia refleks melepas tautan tangannya pada lengan Edga.

Ghrya Payoda ✓ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang