Malam ini di sebuah café dengan gaya outdoor, terlihat Ayyara & Jeano tengah duduk di salah satu meja yang ada di sana. Sambil mengaduk minumannya Jeano terus saja memperhatikan sosok Ayyara yang kini tengah menerima panggilan di hadapannya.
"Iya, tolong ya?" tutur Ayyara, kemudian panggilan pun berakhir. Ia lalu melirik ke arah Jeano yang kini terlihat menatapnya tanpa kedip. "Kenapa?"
Jeano tersenyum, kemudian merundukkan pandangannya sambil menyedot minuman. "Gue cuma lagi terpesona aja sama karya Tuhan."
Ayyara memasang wajah malasnya, "sorry, aku udah banyak ketemu sama cowok buaya."
Jeano hanya tertawa santai menanggapinya. "Btw, gimana sidangnya?"
"Yaaa... gitu deh!"
"Udah resmi dong?"
Ayyara mengangguk ringan, kemudian menikmati minumannya. "Kamu dari Bandara langsung ke sini?"
Jeano mengangguk. "Iya, tadinya sih mau langsung pulang. Eh, elo ngajak ketemuan."
"Tumben, buru-buru banget."
"Ya soalnya bakalan ada temen gue yang main ke apartement."
Seketika Ayyara tercekat mengangkat pandangannya ke arah Jeano. "Siapa?"
"Ada deh." Jeano sengaja berlagak sok misterius untuk menggoda Ayyara.
"Cowok atau cewek?"
"Cewek, kenapa?"
Sontak pikiran Ayyara berkelana jauh di penuhi pikiran negatif. Tiba-tiba ada rasa kesal muncul begitu saja mengusik hatinya.
"Emang pantes ya, cowok single yang hidup sendirian bawa temen ceweknya ke apartement?" tuturnya ketus.
Jeano menaikkan sebelah alisnya diam-diam. Ia menangkap perangai Ayyara yang mengarah pada perasaan cemburu. Sadar akan hal itu, sebuah ide usil kini terbersit di benaknya.
"Pantes kok, gue single ini. Lagian semua penghuni gedung apartement sering liat gue jalan sama cewek!"
"Oh!" balas Ayyara lugas, "ya udah kalo gitu, bicaranya nanti aja. Kasian tamu cewek kamu!" lanjutnya penuh senewen.
Ayyara beranjak dengan suasana hati buruk, meninggalkan Jeano yang diam-diam tersenyum melihat tingkahnya. Saat melewati kursi yang di duduki Jeano, tiba-tiba tanpa sengaja tangannya menyenggol minuman milik Jeano hingga tumpah mengotori seragam dinasnya.
"Yah... seragam gue!" Jeano seketika berdiri.
"S-sorry, sorry, sini biar aku bersihin!" Ayyara segera mengambil tissue yang ada di meja, kemudian me lap seragam Jeano.
"Aduh... gimana nih, mana gue masih ada jadwal lagi!?"
"Seriusan!?" Ayyara mendongak penuh rasa bersalah, "aduh, aku minta maaf ya? Gini aja deh, kamu kasihin seragam kotor ini sama aku, besok aku balikin deh sebelum kamu berangkat!"
"Ya kali gue harus telanjang dada di Café!"
"Bener juga, terus gimana dong?"
"Gini aja deh, lo sekarang ikut gue ke apartement buat ambil seragam ini sambil sekalian gue ganti baju. Gimana?"
"H-HAH?!" Ayyara tercengang.
"Kok hah, sih?"
"Tapi kenapa ke apartement, sih?"
"Ya terus kemana? Emang lo tega liat gue telanjang dada di tempat umum kayak Orang gila?"
"Y-ya udah deh, iya!"
Tanpa buang waktu lagi mereka pun segera meluncur menuju gedung apartement tempat Jeano tinggal.
"Masuk!"
Begitu menginjakkan kaki di sana, Ayyara pun terlihat celingukkan sambil mengekor mengikuti langkah Jeano dari belakang. Sementara Jeano masuk ke dalam kamarnya, Ayyara kini terlihat duduk di sofa yang ada di sana sambil memperhatikan tiap sudut ruangan apartement mewah yang di huni sang mantan suami itu.
"Jane tidur sama kamu, kalo ke sini?"
"Ya iya lah. Ya kali gue suruh anak gue tidur di lantai, emangnya anak gue kucing?"
"Ya udah, mana seragamnya?"
"Duduk dulu kali, emang lo gak haus apa? Lo mau minum apa?"
"Terserah!"
"Ya udah tunggu." Jeano berjalan menuju arah dapur.
Setelah itu, tak lama Jeano kembali dengan dua kaleng minuman ringan yang ia letakkan di atas meja.
"Oh iya, aku mau ngomong sesuatu sama kamu."
"Ngomong aja." Jeano melempar bungkus rokok di tangannya ke atas meja.
"Kamu ngerokok?!"
Ia memiringkan kepalanya seraya mengarahkan ujung rokok di mulutnya ke arah api yang keluar dari korek gasnya, kemudianmenyemburkan asap ke udara. "Jarang sih, lo kaget?"
"Emangnya boleh?"
"Ya selama gak ngerokok di area Bandara fine aja, kan? Lo mau ngomong apa tadi?"
Ayyara mendengus. "Matiin kenapa, sih? Aku gak bakalan ngomong kalo kamu masih ngerokok!"
"Elah, ribet banget sih! Lagian nge rokok bukan kejahatan kali." Jeano mematikan rokoknya segera, "udah, tuh!"
"Tiap orang kan beda-beda!"
"Iya deh, Btw kenapa sama Jane?"
"Jane terus desek aku buat..."
Belum tuntas Ayyara bicara, Jeano pun menyambarnya. "Nikah sama gue, iya kan?"
"Kamu tahu?"
"Ya iya lah, sebelum Jane ngomong ke lo, dia udah lebih sering nge desek gue kali! Lagian gue emang mau jalin hubungan lagi sama lo kok, mau di terima atau nggak?"
"M-mana ada, kita kan belom saling ada rasa!?"
"Yakin lo?"
Ayyara mengangguk cepat.
Jeano pun meresponnya dengan senyum miring. "Belom ada, bukan berarti gak ada rasa, kan?"
"Udah cepetan mana seragamnya?" Ayyara memungkas pembahasan.
"Iya, iya... kalo gitu ikut gue ke kamar."
"Hah?!" Ayyara tercengang, "jangan macem-macem ya, kamu!"
"Apaan, sih? PD gila lo!" Jeano mendelik, "maksud gue ngajak lo, mau sekalian bantuin kemasin baju anak gue. Ya kali gue ngajak lo enak-enak! Lagian kalo gue kebelet juga, lo gak bakalan ngasih, kali."
Ayyara memberengut merespon ucapan mantan suaminya, "ya udah sih, gak usah dj bahas juga."
Jeano pun segera bangkit & berjalan menuju arah kamarnya, di ikuti Ayyara mengekor di belakang tubuhnya.
Sementara itu dari arah pintu apartement, Jino yang baru saja masuk di buat tertegun saat mendengar suara obrolan dari arah kamar sang kakak. Dengan penuh penasaran tinggi, ia kemudian berjalan mengendap & mengintip dari balik dinding. Betapa terkejutnya ia saat mendengar suara yang tak asing di telinganya itu.
Jino yang salah faham melihat itu langsung saja panik. "Wah... bahaya nih, gue gak boleh biarin ini terjadi!"
Di dalam kamar. Baru saja Jeano membungkus seragam kotornya, tiba-tiba dari arah luar, terdengar suara barang jatuh yang seketika membuat mereka kaget.
"WTF!" umpat Jeano, merasa kaget.
"Suara apaan, tuh?!"
"Tunggu, biar gue cek dulu."
Jeano kemudian keluar dari kamarnya untuk memeriksa keadaan. Ia begitu kesal saat tau jika pembuat gaduh itu ternyata adalah adiknya sendiri.
"Lo, ngapain?!" tegas Jeano dengan suara pelan tertahan & ujung alis yang menukik, agak kesal.
"Lo yang ngapain? Bisa-bisanya mesumin anak orang, lu gak kapok apa?!"
Alis Jeano seketika mengernyit, lalu ia mengusap wajahnya asal mendengar ke salah fahaman adiknya.
"Lo..."
Tiba-tiba ucapannya terpotong saat suara Ayyara terdengar.
"No?!" suara Ayyara terdengar mendekat.
Dengan cepat, Jeano menyuruh sang adik untuk segera bersembunyi, demi menghindari ke salah fahaman lebih rumit lagi.
"Aku pamit pulang, ya?" Ayyara muncul, saat keberadaan Jino sudah tak terlihat entah dimana. "Ibu nelepon terus, katanya Jane ngambek." Lanjutnya.
"O-ok." Jeano terlihat gugup, "sorry gue gak bisa anter lo, titip salam buat Jane."
"It's ok, bye!"
Helaan nafas lega terdengar begitu Ayyara keluar meninggalkan apartementnya.
Ke esokan harinya, di kediaman keluarga Shaka..
"Semua juga pasti pernah ngalamin fase kayak kamu. Yang namanya hidup berumah tangga, pasti bakalan ada kerikil-kerikil kecilnya. Entah itu dari suami, anak, orang tua, atau ekonomi. Jangan langsung mutusin pisah gitu aja dong, apalagi tanpa sepengetahuan Orang tua kayak gini!"
"Maafin neng Yah. Neng bakalan maafin apapun kesalahan Mas Agha, kecuali...,"
Jayendra menghela nafasnya. "Apa?"
"Perselingkuhan...,"
Tiba-tiba suara dari arah ruang tamu terdengar mendekati mereka.
"Abang?!"
Kedatangan Dyaksa yang tiba-tiba, membuat semua yang ada di ruangan itu menoleh dengan kaget.
"Maksud kamu?!" Jayendra terheran.
"Agha tidur bareng sama Meta, waktu Neng bersalin beberapa tahun lalu. Gak pa-pa, keputusan kamu udah bener kali ini!"
"Kamu jangan asal gitu dong, Bang. Mana mungkin orang sebaik Kenzo tergoda sama cewek lain?!"
"Agha yang ngaku sendiri sama Abang. Karena udah terlanjur salah sama Neng, Agha minta damai & ngijinin Neng buat pisah rumah, asalkan... masalah ini gak banyak orang tahu. Bahkan sekarang dia juga berharap Neng mau nerima dia balik kayak dulu."
"Bener, yang di bilang sama Abang kamu?"
Ayyara mengangguk. Jayendra hanya menatap anak bungsunya dengan nanar & penuh bersalah.
"Dan yang lebih ngagetin, dia nyerahin Neng ke Jeano. Sekarang setelah Jeano mulai maju demi Jane, Agha malah gak rela & pengen hubungannya sama Neng balik lagi kayak dulu. Iya kan?" Dyaksa menyenggol bahu adiknya pelan.
"Abang bener, Yah." Ayyara membenarkan.
"Jadi bener yang di bilang Jane, kalo kalian suka ketemuan?"
Ayyara hanya diam dengan wajah menyemu merah, menyembunyikan rasa malunya yang amat luar biasa ia rasakan.
Tyas tersenyum, seakan menangkap perasaan anak bungsunya."Apapun pilihan yang buat kamu sama Jane bahagia, mulai sekarang Ayah sama Ibu cuma bisa dukung. Iya kan, Mas?"
Jayendra hanya mengelus kedua rahangnya dengan segala kejutan mendadak yang ia rasakan. "Tapi... kenapa Jeano, sih?!"
"Bukannya ini keinginan Jane juga, hidup di tengah-tengah cinta Mommy sama Daddy-nya?"
"Enggak tau deh, Mas bener-bener gak bisa berkata-kata lagi."
Ayyara hanya tersenyum penuh malu dengan wajah memerah. "Tapi, Neng butuh waktu buat bisa terima Jeano lagi, Bu."
"Cieee... jadi ceritanya ke jebak jodoh masa lalu, nih yeh!" goda Dyaksa.
"Abang diem deh!" Gerutu Ayyara merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELL LOVE CHOICE || (END) ✔
Fanfic[END] Mari tentukan neraka seperti apa yang akan kita jalani. Kamu dapet janin yang di kandung Ayyara & saya dapet Ibunya. Gimana, deal? Mari bertemu di takdir selanjutnya sebagai apapun, 'MANTAN SUAMI' "Be my choice of love, not hell my choice. Se...