“Bedebah-bedebah kecil itu semakin pintar.”
“Huft. Awalnya aku mendukung mereka agar menggalang kekuatan dan melakukan persiapan sebaik mungkin untuk rencana perang besar kita. Tapi…”
“Mereka kini lepas kendali kan?”
“Iya. Aku bahkan tak tahu apa yang sekarang sedang diteliti oleh West District dan benda apa yang sedang dibangun oleh North District.”
Suasana hening tanpa suara beberapa saat kemudian. Hanya ada dua sosok manusia dalam ruangan ini yang terlihat sedang larut dalam pikiran masing-masing. Mereka adalah dua pengkhianat dari ras manusia yang tergabung dalam Ordo yang dipimpin oleh Lilomea.
“Beberapa hari lalu, keempat bedebah kecil itu kembali melakukan pertemuan. Mereka cerdas, harus aku akui itu. Mereka melakukan pertemuan secara langsung dan mematikan mini komputer mereka seperti kita saat ini,” gumam salah satu dari dua sosok itu yang berperawakan tinggi dan tegap. Dari suara dan fisiknya, sosok ini jelas seorang laki-laki.
Sosok lainnya hanya terdiam saja.
“Atau…” karena tidak mendapatkan tanggapan, si laki-laki yang berbadan tegap kembali mengeluarkan suara, “aku akan menyuruh Koga agar ikut bergabung dengan keempat rekannya dan ikut dalam setiap pertemuan itu. Setidaknya, kita tahu apa yang mereka rencanakan.”
Terdengar suara napas panjang yang dihela.
“Yang aku benci dari kalian, orang-orang militer, kalian terlalu banyak menggunakan otot dan tak pernah menggunakan otak kalian,” cibir sosok satunya lagi.
“Kau!! Jaga ucapanmu!!” teriak sosok berbadan tegap itu dengan penuh amarah. Semua orang di Dunia Bawah pasti akan mengenali sosok ini. Sosok pimpinan tertinggi yang bertanggung jawab untuk keamanan Dunia Bawah, Jenderal Kong.
“Apa? Pernahkah terpikir apa reaksi dari keempat bocah itu saat Koga tiba-tiba datang dan ikut bergabung dengan mereka setelah sekian lama tak ada komunikasi?” tanya sosok lainnya kepada Jenderal Kong.
Jenderal Kong terdiam.
“Jika aku menjadi mereka, sudah cukup untung jika aku tak menyerang Koga saat itu juga. Paling tidak, mereka tak akan melibatkan Koga dalam hal apa pun,” lanjut si sosok misterius.
“Lalu?” tanya Jenderal Kong.
“Tetap diam dan amati. Beritahu Lilo tentang kondisi terakhir Dunia Bawah terutama tentang mereka berempat. Dan jangan lupa…” si sosok misterius menghentikan suaranya, “cari tahu tentang keberadaan Si Gila. Dia seperti bom nuklir yang siap meledak kapan saja tanpa bisa kita duga. Tanpa mengetahui keberadaannya secara pasti, kita akan selalu memiliki faktor ketidakpastian dalam setiap rencana kita.”
Jenderal Kong menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
=====
Bzzttttttttt. Boooommmmm.
Bzzzzztttttt. Booommmm. Boooommmmm.
Suara yang sama terdengar berulang-ulang. Suara yang menyerupai aliran listrik lalu disambung dengan suara ledakan yang menggelegar.
Sebuah bayangan terlihat berkelebat kesana kemari di dalam sebuah ruangan yang berukuran luas dan lapang. Kilatan petir sesekali terlihat menyelimuti sosok bayangan itu sebelum akhirnya menghilang dan tergantikan oleh dentum ledakan.
Tak lama kemudian, seorang laki-laki muda berdiri tegak di tengah-tengah ruangan bertelanjang dada sambil melihat ke arah kedua kepalan tangannya. Jemari tangannya membuka dan menutup membentuk kepalan tangan yang selalu diiringi oleh percikan petir kecil berwarna biru keperakan disertai bunyi dengung ribuan lebah, mirip dengan Chidori milik Sasuke Uchiha.
Si laki-laki itu terus memperhatikan dengan seksama ke arah tangannya. Dia masih tak percaya dengan apa yang barusan dia lakukan dan dengan apa yang sekarang dilihatnya.
Dia adalah Momu.
Dia adalah seorang Transcendent dari ras manusia dan dianggap sebagai salah satu individu terkuat di Permukaan dan Dunia Bawah.
Tapi, sewajarnya seorang manusia, semua akan mengalami siklus manusiawi yang berawal dari lahir, tumbuh, dewasa, menua dan mati. Begitu juga Momu sang Professor. Dia sudah mencapai tahap menua dan mungkin sebentar lagi akan meregang nyawa.
Karena itu, setelah selesai dengan program ‘Pulau’ yang digagasnya di Dunia Bawah dan melahirkan genius-genius hasil didikannya, Momu memutuskan untuk melakukan perjalanan terakhirnya ke Permukaan.
Pada awalnya, Momu hanya berencana untuk membuang Gaju ke Permukaan dan membiarkan bocah itu tumbuh liar dengan sendirinya, karena Momu sangat mempercayai bahwa bunga yang tumbuh di alam liar akan jauh lebih indah dibandingkan dengan bunga yang ditanam di dalam rumah kaca.
Setelah membuang Gaju di tengah antah berantah, Momu berniat menghabiskan hari-hari terakhirnya mengunjungi beberapa kenalannya yang masih ada di Permukaan, termasuk dua bersaudara elf dari Hvannadalshnukur yang ada di belahan Bumi utara.
Sebuah kunjungan yang akhirnya justru memberi petunjuk akan adanya pengkhianat dari ras manusia, pengkhianat dari Dunia Bawah. Dari sanalah Momu lalu akhirnya memburu semua informasi tentang para pengkhianat itu. Sebuah perburuan yang mengantarkan dirinya ke pada Bai Su Zhen. Perburuan yang akhirnya membuat Momu menjadi seperti sekarang ini.
“Lebih lemah?”
Sebuah suara lembut seorang wanita terdengar di telinga Professor yang masih larut dalam dunianya sendiri.
Professor tetap terdiam tapi dia lalu mengganggukkan kepalanya pelan sebagai jawaban.
“Kecewa?” tanya Bai yang tiba-tiba saja sudah berada di belakang Professor sambil melingkarkan tangannya ke pinggang si Professor.
Professor masih terdiam dan membiarkan Bai melakukan apa yang dia inginkan. Beberapa detik kemudian, dia menghela napas panjang dan suaranya terdengar bergumam, “Kekuatanku melemah, tapi…”
“Dulu… Aku hanya bisa melakukan beberapa kali serangan sebelum akhirnya kekuatan physicku akan habis dan aku tak akan memiliki energi lagi untuk bertarung. Tapi sekarang, aku bisa melakukan serangan berkali-kali tanpa merasakan efek yang berarti, seolah-olah kekuatanku tanpa batas, sekalipun kekuatan seranganku melemah hampir separuh dari yang dulu.”
“Hmmm, jadi itu hal yang bagus atau hal yang buruk?” tanya Bai dengan berbisik di telinga Professor.
“Aku tak tahu,” jawab Professor.
=====
Perang adalah sesuatu yang keji.
Tak ada belas kasihan dalam perang.
Sekalipun mungkin tak ada kebencian yang hakiki antara kedua belah pihak, sekalipun mungkin tak ada alasan yang asasi bagi mereka, tapi pertarungan hidup mati tak bisa dielakkan dalam perang.
Tezzeron bersimbah darah.
Mayat-mayat bergelimpangan di luar tembok kota yang masih belum sempurna berdiri. Anak panah tertancap di dinding tembok kota dan hanya diam seolah menjadi saksi. Bendera Wolf Clan yang berkibar di atas menara mengiringi mentari yang mulai naik dan meninggi.
Ratusan elf terlihat duduk bersimpuh di depan tembok Tezzeron. Mereka tanpa senjata dan hanya mengenakan armor saja. Mereka semua menundukkan kepala dan melihat ketanah seolah ada permata di sana.
Raut muka penuh kesedihan dan rasa malu kini tergores jelas disana. Sangat jauh berbeda dengan rasa bangga dan keyakinan diri malam tadi saat mereka menerjang dan berteriak lantang ketika menyerang ke arah lawannya.
South Elf Kingdom kalah dalam peperangan pertama mereka melawan Tezzeron.
Dua sosok terlihat duduk bersimpuh di barisan paling depan. Seorang wanita dan seorang laki-laki. Kedua-duanya berasal dari ras elf. Dari fisik mereka, terlihat jika si laki-laki adalah ras elf berdarah murni sedangkan si wanita berasal dari ras dark elf. Mereka berdua adalah Beala dan Riana.