“Gaju, aku tahu kau tak ingin menceritakan tentang pengalamanmu secara mendetail. Tapi setidaknya, aku ingin tahu satu hal. Kenapa kamu bisa berada dalam tawanan seorang Elf murni seperti Aerin?” tanya Grid dengan tatapan dingin beberapa saat kemudian.
Gaju terdiam dan tak menjawab pertanyaan Grid. Dia sengaja melakukannya. Dia ingin mengetahui sejauh mana posisi ras Mecha di Permukaan dan seberharga apa dirinya di mata seorang Grand Master seperti Grid.
“Huft,” Grid membuang napas setelah mereka bertiga saling terdiam selama beberapa menit.
“Aerin, putri Nushala, salah satu dari lima anggota Dewan Tertinggi South Elf Kingdom. Kau tahu kan seberapa tingginya posisi Elf itu di kerajaannya?” gumam Grid dengan suara pelan.
Gaju tercengang. Dia tak menduga kalau Elf yang menyamar dan sempat merasakan satu sel dengan dirinya di penjara yang ada di Puing adalah seseorang yang memiliki kedudukan sedemikian tingginya. Selama ini, Gaju beranggapan jika Aerin hanyalah seorang Elf yang berkedudukan tinggi, tapi tidak setinggi itu.
“Sejak hari pertama rombongan kalian menginjakkan kaki di tempat ini, aku sudah mengetahuinya,” lanjut Grid.
“Aku mengalami masalah dan kehilangan semua barang-barangku. Ketika tersadar, aku sudah berada di dalam ‘peternakan’, nasib membawaku bertemu dengan Elf murni itu dan disinilah aku sekarang,” jawab Gaju singkat.
“Kehilangan semua barang-barangmu?” tanya Grid sambil mengrenyitkan dahi.
“Iya. Tapi itu tidak penting, yang penting aku selamat dan apa yang ada di dalam sini juga ikut terselamatkan,” jawab Gaju sambil menunjuk ke arah kepalanya.
Grid terdiam selama beberapa detik, lalu dia pun tertawa terbahak-bahak. Wave yang melihat tingkah mentornya juga sedikit kaget. Mungkin kali ini dia melihat sang mentor yang biasanya tegas dan dingin menjadi seperti itu.
“Iya. Kau benar sekali. Kita ini ras Mecha. Semuanya tak berguna, yang paling penting adalah ilmu pengetahuan yang kita miliki,” kata Grid.
“Gaju, aku mungkin bukan petarung yang kuat. Aku juga bukan seseorang yang memiliki koneksi luas. Tapi setidaknya, di tempat ini, aku bisa menjamin keselamatanmu. Bahkan jika Nushala sendiri datang meminta,” lanjutnya.
Gaju tersenyum. Dia tahu kemana arah kata-kata Grid.
Setelah terdiam selama beberapa saat, Grid pun mengulurkan tangannya. “Maukah kau bergabung denganku?” tanya Grid.
=====
Braaakkkkkkkkk…
Seorang gadis cantik sedang membanting dan memporak-porandakan semua benda yang ada di dalam sebuah kamar. Dia terlihat kesal sekali dan mencoba melampiaskannya kepada benda-benda tak bersalah yang ada di depannya.
“Kemana dia? Apakah sistem keamanan Wolf Clan separah ini?” cibir si gadis sambil melirik sinis ke arah seorang laki-laki yang berbadan kekar dan memiliki taring yang menyembul dari kedua sudut bibirnya.
“Tentu tidak, Yang Mulia,” jawab si laki-laki itu.
“Lalu, apa penjelasan kalian untuk hilangnya budakku?” kejar Aerin.
“Kami akan mengganti semua kerugian yang anda alami, Yang Mulia,” jawab si laki-laki dari Wolf Clan.
“Kau pikir aku kekurangan uang?” bentak Aerin semakin meradang.
“Sudah-sudah, biarkan dia pergi. Aku berjanji dia akan menerima sanksi yang setimpal,” kata Leia yang sedari tadi diam saja. Dia mulai tak tega melihat salah satu bawahan ayahnya terkena semprotan Aerin.
Leia mengibaskan tangannya ke arah laki-laki Wolf Clan itu, isyarat agar dia meninggalkan ruangan ini. Seperti seorang narapidana yang mendapatkan ampunan, dia pun melesat pergi dari ruangan ini.
Aerin masih mendengus kesal dan memasang muka cemberut.
“Kau yakin kan kalau aksesnya hanya ada di lantai dua ini saja?” tanya Leia.
“Aku yakin Leia. Aku yang memasang mini komputer untuk membatasi geraknya,” jawab Aerin.
“Mini komputer? Kau memasang mini komputer di tubuh budakmu?” tanya Leia setengah tak percaya.
Aerin menganggukkan kepalanya, “Tentu saja dengan batasan yang sangat ketat,” lanjutnya.
Leia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Mini komputer bukan sesuatu yang murah dan bisa ditemukan tergeletak di pinggir jalan. Benda itu sangat berharga. Di Wolf Clan hanya para petarung setingkat Beast Warrior ke atas yang memakainya, terkecuali tentu saja seseorang seperti Leia. Tapi, Aerin memasangnya untuk seorang budak?
“Huft,” Leia membuang napas panjang.
Setelah berpikir selama beberapa saat, Leia tersenyum ceria, “Aku tahu soluisnya,” katanya cepat.
Aerin yang sebelumnya masih cemberut dan menekuk mukanya, terlihat antusias, “Apa?” tanyanya cepat.
“Kami beraliansi dengan ras Mecha. Mereka dapat melacak posisi seseorang dengan menggunakan mini komputer yang terpasang di badan mereka,” kata Leia bersemangat, “dan aku yakin Paman Grid pasti mau membantuku.”
=====
“Pamannnn…” dengan percaya diri, Leia berjalan masuk ke dalam sebuah bangunan yang terletak di pusat keramaian Tezzeron. Sekalipun gedung ini terlihat biasa-biasa saja, tapi banyak sekali prajurit Wolf Clan yang menyamar dan melindunginya.
Di dalam bangunan terdapat sebuah ruangan yang menyerupai restoran jaman dulu, lengkap dengan kursi dan meja-mejanya. Sebuah meja bartender juga terdapat di salah satu sudut ruangan dan seorang laki-laki tua dengan rambut yang beruban dan kacamata tebal terlihat berdiri di sana sambil membersihkan gelas-gelas dengan kain lap di tangannya.
“Jangan bersikap tidak sopan dan biarkan aku saja yang berbicara dengannya,” bisik Leia ke telinga Aerin sambil berjalan menuju ke arah meja bartender itu.
“Paman, aku mau minum,” kata Leia sambil duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana.
Aerin menyusul Leia dan duduk di sebelah gadis Wolf Clan itu sambil terus memperhatikan orang tua yang sedang membersihkan gelas dengan kain lap di tangannya. Aerin masih tak percaya jika, laki-laki tua itu adalah Grand Master Grid, pemimpin ras Mecha yang berafiliasi dengan Wolf Clan dan pernah menolak ajakan South Elf Kingdom.
“Gadis muda, Nushala tak pernah mengajarimu untuk tidak menatap seseorang dengan intens seperti itu?” tegur Grid sambil melirik sekilas ke arah Aerin.
Muka Aerin memerah. Pertama, karena dia ditegur secara terus terang seperti barusan. Kedua, laki-laki tua itu berani memanggil nama Nushala tanpa embel-embel sama sekali. Seolah mereka berdua berada dalam posisi setara.
Grid lalu mengambil sebuah gelas dan menuangkan sejenis minuman dan menyorongkannya ke arah Leia.
Leia menerimanya dengan ceria, “Terimakasih Paman.”
Grid menganggukkan kepalanya saja.
Aerin melirik ke arah minuman yang berada di tangan Leia dan kali ini dia benar-benar meradang. Bagaimana tidak? Leia mendapatkan minuman dari orang itu, sedangkan dirinya tidak. Apa maksudnya ini?
“Pak Tua, aku tak peduli kalau kau seorang Grand Master atau tidak. Tapi aku tak terima,” teriak Aerin marah sambil berdiri, dia lalu mengeluarkan satu-satunya senjata yang berfungsi lebih ke arah dekorasi.
Sekejap mata kemudian, sebuah pisau yang indah sudah berada beberapa milimeter di depan kening Grid.
Grid hanya tersenyum saja, “Persis seperti ibumu, meledak-ledak, emosional dan tak berpikir panjang,” gumam Grid.
“Kau!!” tapi kali ini, Aerin mencoba meredakan emosinya sebisa mungkin. Dia kini sadar, mungkin antara lelaki tua di depannya ini dan Nushala memiliki sebuah hubungan.
Aerin lalu membuang pantatnya dengan kesal ke atas kursi dan mendengus, “Mana minumanku?” teriaknya.
“Apakah tadi kamu sudah meminta minuman?” tanya Grid.