Chapter 10 - Tetinggi

2.3K 205 8
                                    

“Bawa dia keluar!!”

Terdengar teriakan dengan suara yang Gaju kenal. Siapa lagi kalau bukan Asuka?

Mengikuti perintah pemimpinnya, lima orang petarung wanita yang berada di dalam ruangan penjara tempat Gaju ditahan, bergerak mendekat dan memegangi Gaju. Dengan cekatan, mereka juga mengikat pergelangan tangan Gaju di depan tubuhnya dengan mengunakan tali sederhana.

Tak lama kemudian, Gaju sudah diseret oleh beberapa petarung wanita itu ke luar ruangan menuju ke arah aula besar yang menjadi ruangan utama gua ini.

Sesampainya di sana, semua anggota kelompok Asuka terlihat sudah menunggu dengan tatapan penuh harap.

“Bawa dia ke atas!” kata Asuka memberikan perintah.

Sebuah tangga yang terbuat dari kayu yang diikat dengan tali lalu diturunkan dari atap gua. Sebuah lubang yang sebelumnya ditutupi dengan dedaunan atau entah apa, kini terbuka dan membuat cahaya matahari masuk menerangi bagian dalam gua.

Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, Gaju sudah berada di atas atap gua yang dia duga dulunya adalah stadion olahraga ini. seperti perkiraannya, atap gedung ini sudah dipenuhi oleh semak dan rerumputan. Hanya ada beberapa buah pohon kecil saja di sini. Mungkin kelompok Asuka sudah membersihkan semua pohon yang dulu ada.

Di tengah lapangan rumput yang penuh dengan semak ini, Gaju melihat sebuah batu lempengan yang diletakkan persis di tengah-tengah lapangan. Di atas batu lempengan itu, sebuah tiang kayu tertanam dan berdiri tegak.

Gaju menduga kalau dirinya akan diikat di tiang itu sebelum kedatangan para Tetinggi yang dinanti-nanti oleh kelompok Asuka ini.

Dan benar seperti dugaannya, beberapa anak buah Asuka mengikat Gaju di tiang kayu yang ada di tengah batu yang mungkin digunakan sebagai altar oleh para petarung wanita yang primitif ini. Setelah mengikat Gaju, semua anggota kelompok Asuka lalu mencari tempat masing-masing dan duduk melingkar mengelilingi altar batu tempat Gaju diikat.

Hanya Asuka yang berdiri di dekat Gaju dengan parang terhunus di tangan kanannya. Seolah-olah menunjukkan kalau hanya dia lah yang berkuasa di sini.

Gaju, yang hanya mengenakan celana dalam saja, merasakan sensasi hangat dan nyaman yang luar biasa ketika merasakan sinar mentari mengenai kulit tubuhnya. Saat itu, dia tahu hangat dan panasnya Matahari buatan yang selama ini dia rasakan di Pulau, tak sebanding dengan apa yang dia rasakan sekarang.

Kedua sensasi itu bagaikan sesuatu yang palsu disandingkan dengan sesuatu yang nyata, dan ketika kita sudah merasakan yang nyata, kita tak ingin lagi merasakan atau bahkan sekedar menoleh ke arah kepalsuan yang selama ini kita anggap luar biasa.

Saat itulah Gaju sadar, kenapa Professor begitu terobsesi untuk bisa kembali ke Permukaan.

Gaju menoleh ke arah wanita-wanita yang berada di sekelilingnya. Mereka lemah, jauh lebih lemah dibandingkan Gaju sendiri. Mereka mungkin akan mati seketika jika Gaju mengayunkan pukulan tangannya ke arah vital mereka.

Tapi,

Kulit, rambut, wajah, tubuh, otot, semua yang ada di badan mereka, adalah sesuatu yang membuat Gaju mengakui bahwa dia tak memiliki fisik yang lebih baik dibandingkan mereka.

Mereka tumbuh seadanya dengan umbi-umbian dan daging hasil berburu sekedarnya. Sedangkan Gaju mungkin merasakan asupan gizi yang lebih dari mereka. Tapi lingkungan tempat mereka berdua tumbuh dan berkembang sangatlah berbeda.

Gaju merasa kalau dirinya lebih layak disebut sebagai zombie yang selama ini tinggal di bawah tanah dengan kulitnya yang pucat dan tak pernah kena cahaya dibandingkan sebagai manusia.

Saat Gaju masih larut dalam pikirannya, sebuah suara keras yang memekakkan telinga terdengar dari atas dan tak seperti dugaan Gaju, sebuah benda terbang menyerupai helikopter terlihat terbang di atas kepala mereka.

Seketika itu, semua wanita petarung dari kelompok Asuka langsung bersujud dan mencium rerumputan yang ada di depan mereka. Asuka yang tadi berdiri dengan gagah dan sombong, segera menundukkan kepalanya dan menancapkan parang yang dia pegang ke depan tubuhnya lalu mengambil pose setengah berlutut.

Gaju masih terpana.

Bukankah itu helikopter?

Sekalipun tak secanggih helikopter yang dimiliki oleh Pulau dan dulu digunakan untuk mengirim benda yang dibeli melalui sistem, tapi benda itu benar-benar sebuah helikopter.

Baling-baling yang berputar dengan cepat di bagian atasnya. Baling-baling kecil yang ada di bagian ekornya. Dua buah kaki yang digunakan untuk menapak di bagian bawahnya.

Itu sebuah helikopter!!

Gaju menatap penasaran ke arah helikopter yang pelan-pelan turun dari atas secara vertikal dan perlahan-lahan mendarat di dekat altar tempat Gaju diikat. Ketika benda itu turun perlahan-lahan dan hempasan angin yang keluar dari baling-baling itu mengenai anggota kelompok Asuka, mereka semua makin rapat mencium rerumputan dan tanah dengan tubuh gemetar ketakutan.

Gaju menarik napas panjang ketika melihatnya.

Sebegitu takutnya mereka kepada benda yang diciptakan oleh manusia sendiri?

Beberapa detik kemudian, perhatian Gaju teralihkan ke arah helikopter yang kini sudah mendarat dan baling-balingnya mulai berhenti pelan-pelan. Pintu heli itu terbuka dan memperlihatkan sosok beberapa orang yang duduk di dalam sana.

Sosok-sosok itu tak seperti kelompok Asuka yang mengenakan pakaian seadanya dari kulit kayu. Mereka mengenakan jubah berwarna hitam lengkap dengan tudung kepala yang menutupi wajah dan kepala mereka.

Ada lima orang yang duduk di dalam heli itu. Setelah helikopter berhenti sempurna, kelima orang itu satu per satu turun ke atas tanah lapangan dengan jubah mereka yang berkibar-kibar. Kini Gaju dapat melihatnya dengan jelas. Jubah yang berwarna hitam pekat dengan ornament ukiran berwarna hijau tersulam di beberapa bagian jubah dengan motif yang sedikit aneh bagi Gaju.

Mereka mengenakan motif tumbuh-tumbuhan merambat sebagai ornamen jubah mereka.

“Asuka memberikan hormat kepada para Tetinggi yang mulia,” kata Asuka dengan suara selembut mungkin tanpa mengangkat wajahnya.

“Ini? Pria?” salah seorang Tetinggi yang berada di depan sama sekali tak mengindahkan salam yang diberikan oleh Asuka.

Dia justru berjalan makin cepat dan menuju ke arah Gaju yang terikat di tiang kayu. Asuka sedikit kesal karena merasa diremehkan, tapi dia tetap saja menundukkan kepalanya tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun.

Saat Tetinggi itu berada di dekatnya, Gaju kini bisa melihatnya dengan jelas. Selain mengenakan jubah hitam dengan tudung lebar yang menutupi kepala, mereka ternyata juga menggunakan topeng yang menutupi setengah wajah mereka, mulai dari atas hingga ke hidung, hanya membiarkan mulut mereka saja tanpa tertutupi topeng separuh wajah itu.

Dari bentuk bibir, dagu, dan suara si Tetinggi, Gaju tahu kalau dia adalah seorang wanita. Wanita yang berusia tak jauh dengan dirinya. Tapi ada satu karakteristik dari suaranya yang membuat Gaju sedikit bingung.

Suara wanita yang didengarnya itu, memiliki kualitas dan keindahan yang di atas rata-rata. Mirip dengan…

Wanita yang berada satu sel dengan Gaju.

Gaju - Dunia BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang