Chapter 48 - Scout

1.5K 173 4
                                    

Kita tinggalkan dulu Gaju yang sedang bermain kerajaan di pulau terpencilnya.

“Jenderal!” seseorang memberikan hormat dengan cepat dan tanpa ragu ketika berpapasan dengan Koga. Koga hanya membalasnya dengan lambaian tangan dan si prajurit yang tadinya memberikan hormat tersenyum hormat dan berlalu.

Koga berjalan tegap dan mengepalkan tangannya. Setelah berbulan-bulan bekerja keras di pangkalan militer ini, Koga mulai mendapatkan apa yang tidak dia miliki saat pertama kali menginjakkan kaki di sini, respect.

Tian sudah menjadi North District Leader sejak dua bulan lalu. Disusul oleh Gama yang menjadi West District Leader selang tak lama kemudian. Sejak saat itu, hampir setiap hari wajah Tian menghiasi layar channel berita Dunia Bawah.

Tian melakukan ‘pembersihan’ di distriknya tanpa ampun dan menghabisi kroni-kroni Zorko yang selama ini ikut serta membantu dan melakukan aksi sang mantan District Leader. Tak ada satu suara pun yang melarang tindakan Tian yang terkesan brutal dan tanpa ampun. Baik itu dari District Leader yang lain, maupun dari penduduk Dunia Bawah secara umum. Sebagian besar dari penduduk Dunia Bawah bahkan semakin mengelu-elukan Tian sebagai pahlawan dan menjulukinya sebagai ‘North Angel’.

Berbeda dengan Tian, Gama yang juga sudah menjadi District Leader sama sekali tak melakukan apa pun. Semuanya tetap berjalan normal di West District, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Para ilmuwan itu lebih tertarik dengan botol-botol kaca dan lembaran analisis mereka dibandingkan soal pergantian District Leader.

Koga mungkin bisa menganggap pencapaian Gama sebagai angin lalu, tapi Tian lain. Tian membuktikan bahwa dia adalah Kandidat terbaik di Pulau, sejak dulu hingga kini. Dan Koga tak mau kalah oleh Tian.

Koga bekerja keras, lebih keras dari siapa pun di militer Dunia Bawah.

Entah berapa puluh bahkan ratusan monster laut dalam yang tewas di tangannya sejak hari pengangkatan Tian menjadi District Leader.

Koga menjadi prajurit pertama yang akan berlari saat alarm tanda bahaya berbunyi di pusat kendali militer ini. Koga yang akan dengan gagah berani maju menyerang tanpa berpikir dua kali.

Setelah puluhan, ratusan ancaman bahaya itu diselesaikan oleh Koga, sedikit demi sedikit, rasa hormat dan respect dari para prajurit di sekitarnya mulai berdatangan. Terutama karena Koga berani berkorban dan menjadi tameng bagi rekan-rekan prajurit lainnya, sekalipun sebenarnya dia memiliki pangkat yang tinggi dan tak perlu melakukan semuanya.

Koga si Madman.

Itulah julukan yang sekarang mulai santer di divisi militer Dunia Bawah.

Madman aka orang gila, memang julukan yang tepat baginya. Dia seolah tak begitu peduli dengan nyawanya. Dia seolah tak berpikir jauh akan keselamatannya. Dia seolah tercipta hanya untuk bertarung dan bertarung saja.

Tapi…

Hanya Koga sendiri yang tahu, bahwa ketakutan terbesarnya bukanlah menghadapi monster-monster laut dalam yang mengerikan itu. Bukan juga menjadi bahan olok-olok atau sindiran para perwira lain di Divisi Militer.

Ketakutan terbesar Koga adalah tertinggal oleh rekan-rekan sesama kandidatnya yang lain.

Mereka berlima telah survive bersama-sama dari Pulau. Tian kini berlari paling depan dengan Gama menyusul di belakang. Koga tak tahu apa yang terjadi dengan Songnam dan Adel, tapi dia mau memikirkan mereka.

Yang ada di kepala Koga saat ini dan seterusnya hanyalah berusaha mengejar bayang-bayang punggung Tian dan Gama sekuat tenaga.

=====

Bippppppp…

Suara denging yang keras dan panjang mengagetkan Kraga yang masih lelap tertidur di atas ranjangnya. Di sebelah Kraga tergeletak tiga tubuh molek wanita tanpa busana yang tetap hanyut dibuai mimpi mereka.

Kraga melihat ke arah mini komputernya dan kantuk pun melayang tinggi ke angkasa.

Notifikasi barusan adalah notifikasi khusus yang berasal dari radar yang dipasang oleh Gaju untuk Wolf Clan satu setengah bulan lalu. Dan ini kali pertama alat itu berbunyi mengirimkan sinyalnya.

“Grid!” teriak Kraga setelah menghubungi Grand Master dari Ras Mecha yang menjadi sahabatnya itu.

“Aku tahu. Aku sedang menuju ke sana,” jawab Grid dengan suara pelan.

Kraga menarik napas panjang dan beranjak bangun. Tubuh kekar pemimpin tertinggi Wolf Clan itu bergerak cepat menuju ke ruang kendali utama istana miliknya.

=====

“Scout…” gumam Grid pendek sambil melihat layar hologram di depannya.

Di sana terlihat dua orang elf wanita yang bergerak gesit di antara pepohonan dalam gelapnya malam di balik bayang-bayang pepohonan. Sesekali mereka akan mengeluarkan sebuah alat yang akan mengeluarkan kilatan cahaya sesaat lalu padam lagi. Grid pernah melihat benda itu dan tahu kalau alat itu berfungsi untuk merekam gambar.

“Jarak Scout dengan pasukan inti biasanya 3 hari perjalanan,” kata Kraga.

“Dan jika mereka sudah berada dalam jarak itu, mereka tak akan lagi menggunakan kendaraan. Mereka pasti menyusuri hutan dengan perlahan. Serangan Elf mudah sekali ditebak,” lanjut Grid.

Kraga melirik ke arah Grid dengan tatapan aneh, “Semuanya mudah ditebak karena benda ini,” kata Kraga sambil menunjuk ke mini komputer yang terpasang di atas meja dan terus menerus mengeluarkan hologram itu.

“Jika benda ini tidak ada, tiga hari ke depan, kita masih terlelap dalam tidur kita saat Elf datang dan menyergap Tezzeron tengah malam,” lanjut si manusia serigala itu.

Perang antar ras di Permukaan memang tak mengenal aturan baku tertentu. Musuh bisa datang saat lawan mereka terlelap dalam mimpi, atau datang dengan gagah berani saat lawan sudah siap sedia di siang hari.
Musuh bisa melakukan apa saja terhadap lawan mereka, sekalipun lawan sudah menyerah kalah. Mereka berhak untuk menyiksa, membunuh, bahkan memusnahkan suatu ras agar punah dari Permukaan.

Sekalipun selama ini South Elf dan Wolf Clan menjalin hubungan dagang yang sangat erat, di saat mereka sudah memutuskan untuk berperang, tak ada lagi belas kasihan untuk lawan-lawan mereka.

Aerin yang tadinya masih berada di Tezzeron, sudah pergi bersama Nushala. Sekalipun Aerin memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Leia, tapi jika kondisi sudah mendesak, mereka berdua bisa saja harus saling bertarung.

“Apa rencanamu?” tanya Grid ke arah Kraga.

“Untung saja, benteng Tezzeron sudah 90% selesai. Aku tak terlalu kuatir lagi dengan serangan South Elf, ditambah lagi dengan adanya alat ini. Aku yakin kita bisa memukul mundur mereka,” jawab Kraga.

“Grid, kau akan fokus ke benteng Tezzeron dan memimpin pertahanan. Aku bersama pasukan elitku akan keluar melalui pintu belakang untuk menyerang pasukan South Elf dari belakang. Mereka akan kita paksa untuk tidak memiliki pilihan. Maju menghadapi benteng kita yang tak mungkin runtuh, atau mundur dan mati di tangan pasukan elitku, Wolf Fang,” lanjut sang Raja Serigala sambil menyeringai keji.

“Aku setuju,” jawab Grid sambil menganggukkan kepalanya.

Kraga tersenyum senang dan matanya berbinar-binar saat menatap radar yang membangunkannya dari mimpi di tengah malam ini. Sedetik kemudian, dia memutar badan dan berjalan cepat, bukan untuk kembali ke peraduannya yang hangat dan empuk, tapi menuju ke markas Wolf Fang. Ada musuh yang sedang menunggu di luar pagar kotanya.

Gaju - Dunia BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang