“Humph…” dengus Nushala kesal.
Kraga hanya tersenyum lalu dia mengangkat tangannya, “Grid, ambilkan minuman untuk tamu kehormatan kita,” katanya dengan suara keras.
Nushala sedikit kaget. Dari awal, dia sudah curiga, biasanya pertemuan bisnis antara Kraga dengan dirinya dilakukan di istana Wolf Clan yang berada di atas puncak bukit kota Tezzeron, tapi kali ini, Kraga memintanya datang ke sebuah tempat yang sedikit kumuh dan berada di tengah kota. Dia tak tahu tempat apa ini. Dan setelah kata-kata Kraga barusan, Nushala sadar kalau tempat ini spesial.
Seorang laki-laki tua berjalan sambil membawa nampan berisi sebotol minuman dan dua buah gelas ke arah meja yang ditempati oleh Nushala dan Kraga. Sesampainya di samping meja mereka berdua, Grid menuangkan minuman yang berada di dalam botol ke dua buah gelas yang diletakkan di depan Nushala dan Kraga.
“Minuman ini bernama ‘wine’. Kami baru menemukannya di salah satu puing rahasia yang dieksplorasi oleh Wolf Clan. Cobalah, aku yakin kau belum pernah merasakan minuman seperti ini,” kata Kraga ke arah Nushala.
Nushala terlihat sedikit bersikap aneh saat Grid berada di sebelahnya. Grid sendiri hanya menuangkan minuman itu tanpa kata-kata lalu pergi meninggalkan Kraga dan Nushala.
Kraga hanya memperhatikan gerak-gerik Nushala dengan senyuman kecil di bibirnya, “Kau tahu Nushala, aku punya alasan kenapa selama ini hanya dirimu lah yang aku layani untuk bertransaksi dengan serius dan tak pernah menolak. North Elf dan banyak klan Beastmen lain datang kesini untuk melakukan transaksi yang sama denganku tapi aku bisa menolak mereka tanpa berpikir panjang,” kata Kraga.
Nushala memegang gelas minuman di tangannya dan mendengarkan kata-kata Kraga.
“Karena aku selalu merasa berutang budi kepadamu. Tanpa dirimu, Grid dan ras Mecha di belakangnya tak akan pernah bergabung dengan Clanku,” kata Kraga sambil tertawa keras.
Nushala hanya menarik napas panjang saja. Beberapa saat kemudian, dia meminum wine yang dihidangkan oleh Grid. Raut muka Nushala berubah. Dia tak pernah merasakan minuman seperti ini sebelumnya.
“Apakah minuman ini juga diperjualbelikan?” tanya Nushala.
“Hahahahahahaha,” Kraga tertawa setelah melihat reaksi Nushala.
Dengan intonasi jelas, Kraga menjawab, “Tidak!!”
“Kau!!! Jadi kau hanya ingin pamer saja?” geram Nushala.
“Siapa bilang? Aku memberikanmu kesempatan untuk mencicipinya kan?” cibir Kraga.
“Lupakan, semakin lama aku berada di sini, aku semakin paham betapa liciknya kalian, Wolf Clan,” sungut Nushala.
“Aku akui itu. Tapi jangan lupa, Elf adalah ras terlicik di Permukaan. Semua orang telah mengakuinya,” jawab Kraga.
Nushala menghabiskan minuman di gelas yang ada di depannya lalu berdiri, “Saat ini, jumlah manusia yang kami bawa masih kurang. Kami akan mengirim kekuranganya dalam waktu beberapa hari. Sampai semua deal terselesaikan, aku akan tetap berada di Tezzeron. Siapkan logam sesuai transaksi kita,” kata Nushala.
“Tentu saja,” jawab Kraga sambil berdiri dan melipat kedua tangannya di depan dada.
Nushala terdiam dan memutar tubuhnya untuk meninggalkan tempat ini, tapi suara Kraga terdengar dari belakang punggungnya.
“Bawa minuman ini, anggap sebagai rasa terima kasihku atas kemurahan hati kalian, South Elf,” kata Kraga.
Langkah kaki Nushala terhenti. Harga dirinya melarang untuk memutar tubuh dan mengambil minuman itu, tapi rasa nikmat yang tadi dia rasakan dari kemewahan hasil peninggalan manusia yang didapat dari puing yang terpendam itu membuatnya berpikir dua kali.
Dan Kraga tertawa tanpa henti ketika melihat Nushala pergi meninggalkan tempat ini dengan botol wine di tangannya.
=====
Booommmmm.
Booooommmmmmm.
Bunyi berdentum bertubi-tubi terdengar dari puncak sebuah gunung berbatu yang tinggi menjulang. Serpihan batu berbagai ukuran terlihat berterbangan ke segala arah. Debu berhamburan kesana kemari menutupi pandangan mata dan membuat sinar matahari tertutupi.
“Lagi… Ini yang kau sebut serangan maksimalmu?” sebuah suara datar terdengar dari tengah-tengah semua kegaduhan itu.
“Ughhhhh,” suara seorang gadis yang terdengar seperti mengerang kesakitan terdengar.
Tak lama kemudian, suara dentuman menyerupai ledakan bom kembali terdengar bertubi-tubi memecah kesunyian di tempat ini yang hanya berlangsung selama beberapa detik saja.
Booooooommmmmmmm.
“Lemah!!!” teriak seorang laki-laki menyusul sebuah suara dentuman yang sangat keras.
Tak ada lagi suara apa pun kecuali erangan kesakitan saja selama beberapa saat. Setelah semua debu yang berterbangan turun dan pemandangan menjadi jelas, di atas puncak gunung berbatu itu, terlihat dua sosok yang saling berhadapan.
Seorang laki-laki berdiri dengan tangan terlipat di depan dadanya. Seluruh tubuhnya tertutupi oleh sisik halus yang hampir tidak kentara berwarna keemasan. Sisik itu terlihat berkilauan di bawah sinar Mentari. Dua buah tanduk kecil sepanjang 2 cm terlihat menonjol dan keluar dari keningnya. Rambut panjang berwarna kehitaman terlihat melambai pelan karena tiupan angin yang tidak terlalu kencang.
Di depannya, seorang gadis terkapar di atas tanah dan terlihat merintih kesakitan dengan napas tersengal-sengal. Sama seperti laki-laki di depannya, sang Gadis juga memiliki dua buah tanduk kecil di keningnya sepanjang setengah cm dan tidak begitu kentara. Hanya menyerupai dua buah tonjolan kecil saja. Rambutnya hitam lebat dan panjang, dengan sisik berwarna keemasan yang juga menutupi seluruh tubuhnya.
Dua buah tanduk di kening adalah ciri khas ras Demi-Dragon. Seolah seperti sebuah penanda kepada dunia bahwa mereka adalah ras terkuat dan tak perlu menutupi ciri fisiknya.
Sisik yang menutupi tubuh bisa dimiliki oleh berbagai ras Beastmen lain, seperti Snake Clan dan bahkan mungkin Fish Clan. Tapi dua buah tanduk di kening? Itu adalah ciri khusus yang tidak bisa dipungkiri hanya menjadi milik Demi-Dragon.
“Ayah adalah petarung terkuat di Permukaan. Aku tidak tahu berapa ratus tahun lagi untuk bisa mengalahkanmu,” keluh si Gadis yang masih saja terbaring di atas tanah berbatu.
“Kayda… Kau adalah seorang demi-dragon. Darah ras terkuat mengalir dalam tubuhmu. Ayah tak ingin kau menjadi petarung lemah dan memalukan rasmu,” jawab Rakh pelan.
“Tapi aku punya Ayah untuk melindungiku,” protes Kayda.
“Huft,” Rakh membuang napas panjang dan pandangannya menerawang.
“Ayah tidak tahu kapan dia akan kembali lagi membuat onar di Permukaan. Tapi saat waktu itu datang, Ayah sendiri tidak tahu apakah masih bisa melindungimu atau tidak,” keluh Rakh.
Kayda bangkit berdiri dan membersihkan debu yang mengotori tubuhnya, “Maksud Ayah, Momu?”
Rakh menganggukkan kepalanya.
Kayda menarik napas panjang. Sudah berkali-kali dia mendengar nama ‘Momu’ dari mulut ayahnya, seorang demi-dragon dengan harga diri setinggi langit dan selalu merasa superior dari semua ras yang ada di Permukaan.
Dan hanya satu kalimat yang digunakan oleh Rakh untuk menggambarkan sosok yang belum pernah dilihat oleh Kayda itu, ‘satu-satunya mahluk yang bisa bertahan hidup saat aku mengeluarkan semua kemampuanku untuk menghabisinya’.
“Dia berjanji kalau dia akan kembali. Ayah tahu dia akan melakukannya. Semua yang Ayah lakukan saat ini untuk mempersiapkanmu ketika hal itu terjadi. Kau mengerti?” tanya Rakh.
Kayda menganggukkan kepalanya.
“Lagi,” kata Rakh pelan.
Dan suara dentuman bertubi-tubi disertai debu dan bebatuan yang berterbangan kembali terjadi di puncak gunung itu.