Prolog

56 7 2
                                    


Lelaki berseragam SMA itu pulang ke rumah dengan jalan yang biasa ia lalui saat berangkat. Bisa dibilang, jarak rumah dan sekolahnya tidak begitu jauh untuk ditempuh dengan hanya berjalan kaki. Dan kebetulan juga, ia memiliki kakak kelas sekaligus tetangganya itu. Orang tuanya juga sudah memercayakan kakak kelasnya itu untuk berangkat dan pulang bersama. Jadi, ia tidak perlu takut, karena ia tidak pulang sendirian.

Dalam perjalanan menuju rumahnya itu, mereka selalu melewati papan pengumuman yang ditempelkan beberapa kertas, entah itu brosur iklan, event, atau bahkan hewan peliharaan yang hilang pun terkadang terpasang disana. Biasanya, ia selalu memperhatikan kertas yang selalu ada disana--bahkan sebelum ia memasuki SMA--yang berisikan foto seorang remaja hilang dan selalu berharap di dalam hati agar orang yang dicari tersebut cepat ketemu.

Namun, ada sebuah momen dimana ketika lelaki berseragam SMA itu menemukan bahwa kertas yang ia selalu perhatikan tersebut tidak ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namun, ada sebuah momen dimana ketika lelaki berseragam SMA itu menemukan bahwa kertas yang ia selalu perhatikan tersebut tidak ada. Bagi orang lain, mungkin itu hal yang biasa. Apalagi jika kertas tersebut sudah lama terpajang disana, pasti akan diganti dengan pengumuman terbaru. Namun, hati lelaki itu seolah menolak bahwa ini adalah hal biasa. Seperti ada yang mengganjal, namun tidak tau apa itu.

Lelaki itu mulai menanyakan hal ini ke kakak kelas yang sudah ia anggap kakak kandungnya sendiri, "Daichan, apakah kau memperhatikan ada yang berbeda dengan papan pengumuman ini?"

Yang dipanggil Daichan menatap papan pengumuman tersebut heran, "Ada apa, Yamachan? Ini hanya papan pengumuman biasa yang selalu kita lewati."

Sebenarnya, kesenjangan kelas antara Yamada dengan Daiki adalah murid baru kelas 1 SMA dan murid tua kelas 3 SMA. Namun, Daiki tidak akan memprotes kepada seseorang yang sudah ia anggap adiknya hanya dengan memanggilnya dengan partikel -chan. Akan lebih tidak nyaman, jika Yamada memanggilnya dengan Arioka.

Balik lagi ke keadaan sekarang, Daiki masih saja menatap heran papan pengumuman yang ada di depannya itu. Meskipun memang seperti ada ruang kosong yang tidak ditempeli apapun seolah ada kertas yang pernah ditempel di ruang tersebut, apakah ini yang Yamada maksud?

"Pengumuman remaja hilangnya tidak ada. Bukankah itu aneh?"

Daiki semakin bingung. Apakah ia memang tidak pernah memperhatikan papan pengumuman itu sehingga ia bahkan tidak tau ada poster remaja hilang pernah tertempel disana.

"Bukankah biasanya kertas lama akan digantikan dengan yang baru? Lagipula jika remaja tersebut sudah lama hilang, bukankah seperti memegang kabut? Dengan sedikit harapan, kau bisa menemukannya dalam kondisi yang baik-baik saja."

"Daichan! Jangan ngomong asal!"

Sepertinya, perkataan kakak kelasnya itu sudah kelewatan. Daiki mungkin memang tidak pernah memahami bagaimana rasanya di posisi seseorang yang kehilangan orang yang berharga baginya. Yamada juga tidak pernah di posisi itu, tapi ia mengerti seberapa menyakitkannya itu.

"Apakah kau penasaran dengan remaja itu? Siapa namanya?"

"Inoo Kei."

Otak Daiki menerima nama itu dengan perasaan yang familiar. Nama itu. Daiki pernah mendengar nama itu sebelumnya. Tapi, ia tidak ingat. Dimana dan kapan.

"Daichan mengenalnya?"

Pertanyaannya itu menyadarkan Daiki yang masih berpikir keras, "Aah, aku seperti pernah mendengar namanya. Tapi, aku tidak ingat."

Wajah Yamada terlihat tidak puas. Hatinya berdesakkan seolah ada sesuatu yang tidak beres. Padahal, ia tidak kenal siapa itu Inoo Kei. Tapi kenapa hati dan pikirannya seolah ingin tau?

.

.

Perasaan ini benar-benar mengganggunya.

.

.

-Tbc

Unknown BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang