Tangisan tersebut kini pecah. Mereka sulit untuk menerima apa yang baru saja didengar. Segala upaya yang mereka lakukan selama ini hanya sia-sia saja selama ini. Harapan yang tertanam bahwa Kei masih baik-baik saja sudah hancur lebur tak bersisa.Sudah tidak ada katanya? Yang benar saja. Hikaru merasa terkhianati dengan kata-kata itu. Lagipula, siapa Takaki ini? Kenapa dia bisa mengetahui tentang Inoo Kei, kalau dia sendiri tidak kenal dengan sahabatnya itu?
"Coba katakan sekali lagi."
Semua mata sukses mengalihkan pandangannya ke pintu depan rumah. Hikaru bahkan tidak menyadari berapa lama Yabu sudah ada disana. Pikirannya sangat kacau sehingga sulit untuk menyadari apa yang terjadi disekelilingnya.
Takaki mencoba mengulang perkataannya lagi, "Inoo Kei. Dia-"
"Yabu!"
Hikaru terkejut. Sahabatnya itu langsung bergerak merenggut kerah baju Takaki sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya. Sorot matanya tajam dan menyeramkan.
"Aku tidak tau siapa kau, tapi kau tidak punya hak untuk mengatakan hal seperti itu tentang Kei."
Takaki bergidik ngeri dengan sorot mata itu, "Ia menitipkan surat itu padaku. Kau bisa memastikannya sendiri setelah membacanya."
"Bisa saja kan kau mengarang bahwa seolah-olah surat itu ditulis oleh Kei? Aku tidak percaya."
Tangan itu Takaki hempaskan. Tatapan itu semakin tajam menatapnya. Namun, ia sudah tidak peduli lagi.
Bukan tugasnya untuk membuat semua orang percaya dengan kenyataan ini. Reaksi seperti ini sudah terbayangkan di pikirannya. Lagipula, ia sudah berusaha sekeras mungkin selama Inoo Kei itu berada dibawah perawatannya.
"Dengar, aku tidak kenal dengan kalian. Bagaimana mungkin aku bisa menuliskan surat kepada orang yang baru kutemui hari ini? Aku juga sama sekali tidak tau apa yang sudah kalian lalui bersama Inoo Kei. Jika kalian mencoba untuk membaca surat itu sekali saja, mungkin ia membahas hal spesifik yang hanya kalian saja yang paham. Harusnya itu sudah cukup membuat kalian percaya kalau aku sama sekali tidak bohong."
Perkataan dari dokter muda itu memang masuk akal. Namun, Mizuki terlalu takut untuk membacanya. Surat itu hanya dapat ia pegang dengan erat.
"Dan, aku memiliki dua surat lagi untuk ibu Inoo Kei dan juga adiknya. Bisakah aku mempercayakannya pada kalian?" Ucapnya lagi sembari menyerahkan dua amplop kepada Mizuki.
Perempuan itu hanya menatap tiga surat yang diterimanya itu. Jantungnya berdegup bagaikan di tengah peperangan. Perasaannya sangat hancur, bahkan sebelum membaca surat ini. Selebihnya, Mizuki seperti bisa membayangkan apa yang tertulis dalam surat itu. Kata-kata menenangkan dari Inoo Kei untuk tidak merasa khawatir padanya pasti tertulis di dalamnya.
"Biar aku saja yang membacakannya," tawar Yabu ditengah keheningan yang memilukan ini.
Tangan itu perlahan membuka amplop yang ia terima dari Mizuki. Terdapat tiga lembar di dalam amplop tersebut, dan kesan pertama yang Yabu berikan adalah tertawa kecil. Hikaru mengernyit alisnya bingung dengan reaksi sahabatnya itu.
"Kalian lihat? Tulisannya jelek banget, kayak ceker ayam."
Yabu menunjukan tulisan di dalam surat kepada Hikaru dan Mizuki, "Aneh. Setahuku, tulisan Kei bagus dan rapi."
"Aku ingin memberitahu bahwa butuh waktu untuknya untuk menulis semua ini. Aku pun sudah menawarkan diri untuk menuliskan untuknya, namun ia bertekad untuk menulisnya sendiri."
Hikaru mulai bertanya dengan hati-hati, "Memangnya, kondisinya seburuk itu hingga ia kesulitan menulis?"
"Itu efek samping dari obat-obatan yang dikonsumsinya. Tangannya bisa gemetaran tak terkendali. Tulisannya menjadi tidak bagus, karena hal itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Boy
FanficTidak ada seorangpun yang mengingat laki-laki itu. Asal-usulnya. Keluarganya. Tempat tinggalnya. Sekolahnya, bahkan teman-temannya. Mereka hanya tau nama dan wajahnya yang tertera dalam sebuah kertas "Remaja Hilang" di papan pengumuman samping jala...