Matahari sudah mulai menyingsing ke arah barat. Langit berwarna jingga terlihat menghiasi pemandangan dari jendela kaca di kamar rawat milik Yabu. Seharian ini, Yamada bersama Daiki dan ketiga temannya hanya memasang telinga mereka, mendengarkan cerita dari Yabu yang semakin didengar semakin merinding dibuatnya.Mereka tidak habis pikir. Seluruh kejadian seolah terjadi secara bertubi-tubi. Bahkan Yamada sendiri mungkin tidak akan kuat jika berada di posisi Yabu. Ia pasti merasa sangat menyesal dan tidak akan pernah melupakan kejadian mengerikan ini seumur hidupnya. Yamada sedikit memahami bagaimana Yabu harus melewati masa sulitnya. Itu bukan hal yang mudah.
Terutama Mizuki dan Hikaru yang sudah sampai di titik dimana mereka perlu memulai kembali kehidupan mereka. Menghargai segala pengorbanan yang Inoo berikan kepada mereka dengan terus menjalankan hidup dengan lebih baik. Selalu menanamkan di dalam hati bahwa inilah yang Inoo mau. Melihat kedua sahabatnya kembali bahagia.
"Dari cerita yang aku sampaikan sejauh ini, apa ada yang mengganjal bagi kalian?" Tanya Yabu mencoba memecah keheningan yang ada.
"Ada hal yang sedikit mengganjal bagiku. Terutama di bagian Inoo senpai berbicara dengan kedua pria asing itu di kafe."
Hikaru yang mendengar menekuk dahinya bingung, "Apa yang mengganjal?"
Kamiki mulai mengutarakan pikirannya yang sudah ia simpan, "Kalau aku di posisi pria itu dan mengetahui bahwa Inoo senpai sudah pasti tidak akan bisa menanggungnya, aku tidak akan pernah meladeninya. Itu sama saja dengan main-main dan membuang waktu. Tetapi mereka tetap mempercayai Inoo senpai, meskipun tau kebenarannya. Bukankah itu aneh?"
"Tapi, bagaimana mereka bisa tau Inoo tidak akan bisa menanggungnya?" Kini, Yabu yang menanggapi pemikiran Kamiki.
"Kalau memang Inoo senpai mampu, bukankah ia bisa saja langsung menelepon orang tuanya untuk membayar saat itu juga atau menunggu sekitar semingguan? Atau jika seandainya, kedua pria itu memang memberi waktu baginya untuk membayar semuanya dalam kurun waktu tiga bulan, mengingat saat ia diculik tepat tiga bulan sejak penanggungan hutang itu. Apa mungkin ada perjanjian yang lebih memikat sampai harus melepas penawaran dari ayah Mizuki senpai yang menyerahkan anaknya sendiri?"
Semuanya terdiam. Pernyataan dari Kamiki membuat mereka bungkam total. Itu sangat masuk akal. Kenapa pria itu lebih memilih menggenggam angan kosong setelah disajikan janji yang sudah ada di depan mata? Apa yang sebenarnya Kei bicarakan dengan kedua pria itu? Dan kenapa kedua pria itu bisa percaya begitu saja?
Hikaru mengacak rambutnya frustasi, "Aku sama sekali tidak mau memikirkan ini lagi sebenarnya, karena alasan Kei menghilang pun sudah jelas. Tapi, kalau sudah seperti ini, aku juga tidak bisa memalingkan mata dengan keganjilan yang Kamiki ucapkan barusan."
"Bagaimana menurut kalian? Apa ada bagian yang mengganjal lagi?" Tanya Yabu kembali kepada lima adik kelasnya itu.
"Aku masih curiga dengan alasan Inoo senpai tidak suka dipanggil dengan nama keluarganya. Entahlah, mungkin saja ada hubungannya dengan masalah keluarganya," tambah Yamada. Ia masih saja menganggap penting poin yang seniornya ceritakan itu.
"Kalau sekarang, mungkin Inoo Aki sudah masuk SMA. Eh, tunggu... Mungkin kita bisa menyelidikinya!"
"Bagaimana caranya Yabu-kun? Aku kan sudah bilang bahwa itu bukan hal yang mudah untuk mencari Inoo Aki," protes Hikaru. Bagaimanapun juga, rasanya begitu mustahil harus mencari pemilik nama Aki di seluruh penjuru jepang.
"Tentu saja, kita mulai dari sekolah SMA kita dulu."
"Kenapa kau sangat yakin Inoo Aki pasti akan bersekolah disana?" Tanya Hikaru lagi. Ia tidak bisa mengerti kenapa sahabatnya itu bisa seyakin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Boy
ФанфикTidak ada seorangpun yang mengingat laki-laki itu. Asal-usulnya. Keluarganya. Tempat tinggalnya. Sekolahnya, bahkan teman-temannya. Mereka hanya tau nama dan wajahnya yang tertera dalam sebuah kertas "Remaja Hilang" di papan pengumuman samping jala...