Langkah itu tergesa-gesa menuju rumahnya. Mereka semua sudah berkumpul di base camp seperti biasa. Saling bertukar informasi, meskipun ujungnya tetap berakhir buntu.Namun, hal itu tidak menghentikan mereka untuk terus mencari keberadaannya. Terutama Hikaru.
Ada barang penting yang bodohnya Hikaru tinggalkan di rumahnya sehingga ia harus kembali dari base camp. Ia merasa bersalah membuat mereka menunggu akibat keteledorannya.
Tangannya sibuk mencari sebuah notebook merah marun di tumpukan buku yang terlihat serupa. Dengan teliti, ia membuka satu persatu buku tersebut untuk memastikan bahwa salah satunya adalah notebook yang ia cari.
Disaat matanya begitu fokus, bunyi bel rumah menyapa telinganya. Ia menghembuskan napasnya kasar. Hikaru yakin itu Mizuki dengan sifat tidak sabarnya untuk menunggu di base camp dan memutuskan untuk menjemputnya kembali ke sana.
Kakinya dengan sigap menuju pintu utama ketika ia menyadari hal yang sedikit janggal. Untuk apa kembarannya itu mengetuk pintu rumahnya sendiri? Jika itu Mizuki, ia pasti akan langsung melengos masuk tanpa permisi. Tangan itu sempat ragu untuk meraih gagang pintu itu, karena ia jarang sekali kedatangan tamu.
Hal pertama yang bisa Hikaru lakukan saat dirinya menyadari siapa orang dibalik pintu itu adalah mundur perlahan. Dua orang yang paling tidak bisa ia maafkan seumur hidupnya berdiri disana. Mereka tersenyum dengan kerutan yang bisa Hikaru lihat semakin banyak dari terakhir ia bertemu.
Hikaru muak.
Ia sangat muak dengan senyuman yang terlihat tanpa bersalah itu. Setelah bertahun-tahun membuat anaknya sendiri menderita, sekarang mereka kembali seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Apa tujuan mereka kali ini? Siapa laki-laki asing di belakang mereka?
"Hikaru-"
"Apa yang ingin kalian lakukan disini?"
"Maafkan kami. Ibu tau ini sia-sia, tapi-"
"Kalau tau sia-sia, kenapa kalian kembali!? Aku dan Mizuki sudah hidup lebih baik tanpa kalian. Lebih baik ucapkan permintaan maafnya kepada Mizuki dan Kei, bukan padaku."
Pria asing yang bersama orang tuanya itu terlihat terkejut, "Anoo-"
"Lebih baik kalian semua pergi dari sini sebelum Mizuki kembali. Kehadiran kalian hanya membuatnya trauma."
Pria tua itu menangkap kedua lengan kurus miliknya, "Dengarkan aku, Hika-"
"PERGI DARI SINI, DASAR PECANDU!"
Semuanya terhenyak mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya. Hikaru menunduk, berusaha menyembunyikan matanya yang mulai berair.
Ia tidak menyangka kata-kata itu keluar begitu saja. Emosinya terlalu memuncak begitu melihat senyuman mereka. Suasana yang semakin hening membuatnya menjadi orang paling jahat disini.
"Kau sudah kelewatan, nak."
Nada rendah dari ibunya itu benar-benar terdengar kecewa. Hikaru memejamkan matanya rapat begitu terdengar beberapa langkah kaki menjauh dari pintu.
Hikaru terduduk lemas begitu menutup pintu itu. Dadanya terasa sesak atas pertemuan yang menyakitkan tadi. Ia bohong ketika mengatakan hanya Mizuki yang trauma, ia sendiri juga berusaha menekan traumanya.
Ketakutan bercampur dengan kerinduan menggerogotinya tak karuan. Satu pertanyaan yang berputar di kepalanya adalah kenapa.
Kenapa mereka kembali setelah semua ini? Apakah mereka sama sekali tidak merasa bersalah sedikit pun atas semua yang mereka lakukan padanya, Mizuki, dan Kei? Dan senyuman itu, Hikaru benar-benar membencinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Boy
FanfictionTidak ada seorangpun yang mengingat laki-laki itu. Asal-usulnya. Keluarganya. Tempat tinggalnya. Sekolahnya, bahkan teman-temannya. Mereka hanya tau nama dan wajahnya yang tertera dalam sebuah kertas "Remaja Hilang" di papan pengumuman samping jala...