11. Kritis

25 3 0
                                    


Situasi rumah sakit di tengah malam terasa sepi. Meskipun masih ada beberapa perawat dan dokter yang berlalu lalang menjaga jika kedatangan pasien baru. Namun, tidak ada hal yang terjadi. Semuanya terasa begitu normal.

Di bagian rumah sakit yang minim penjagaan itu, derap langkah kaki itu terlihat santai. Ia memakai jaket serba hitam dengan tudung dan kacamata hitam yang menutupi wajahnya, berjalan dengan sangat santai seolah ia yakin tidak akan ketahuan oleh siapapun.

Langkah itu berhenti di depan sebuah kamar salah satu pasien. Membuka pintunya secara perlahan. Tidak ingin membangunkan si pemilik kamar. Kembali melangkah mendekati sosok yang tertidur itu dengan kedua tangan yang siap menyekiknya kapanpun dia mau. Namun, kedua mata calon korbannya itu tiba-tiba terbuka dan refleks mendorong pria asing itu menjauh dari ranjangnya.

Napasnya terengah-engah, karena takut. Punggung tangannya berdarah akibat tali infus yang tercabut ketika berusaha mendorong sosok menyeramkan itu. Ia turun dari ranjang dengan tergesa-gesa dan bersiap untuk berlari keluar dari kamarnya. Namun, ia kalah cepat. Pria asing itu berhasil menangkapnya dan membawanya kembali ke ranjangnya.

Ia melawan sebisanya. Namun, tangannya dicengkeram begitu kuat. Pria itu menjadikan selimut sebagai alat untuk mengikat kedua tangannya layaknya borgol. Ia berteriak kencang dengan mulut yang sudah pria itu sumpal dengan bulatan tisu. Lukanya yang sudah mengering sengaja ditekan oleh pria itu. Terus ditekan, hingga cairan merah itu terlihat membekas mengenai piamanya. Sakit sekali. Namun, ia tidak bisa apa-apa untuk melawan.

Ditengah kesakitannya itu, ia masih bisa melihat pria itu mengangkat kedua tangannya bersiap menyekik lehernya. Tangan itu berhasil menyentuh kulit lehernya dan terus menyekiknya. Tangannya yang diikat dengan selimut benar-benar tidak bisa digunakan untuk sekedar menekan tombol darurat untuk memanggil dokter.

Napasnya tercekat. Ia kesulitan bernapas akibat cekikannya yang semakin kuat. Mulutnya yang disumpal itu masih terus berteriak meminta tolong. Tangannya berusaha mencakar, memukul, dan mendorong tangan kekar itu untuk lepas dari lehernya.

Dan mungkin, dalam hitungan detik, ia bisa mati tercekik.

"SIAPA KAU!?"

Pria itu menghentikan aksinya dan kabur begitu saja ketika seorang perawat muncul tiba-tiba. Perawat itu memanggil perawat lain yang masih berada di koridor yang sama.

"Tolong panggil dokter dan periksa pasien ini. Aku ingin mengejar pelakunya!" Ucap perawat itu yang kemudian berlari menuju arah pria itu kabur.

Perawat yang dipanggil itu menutup mulutnya kaget dan gemetaran menekan tombol panggilan darurat. Pasien itu sudah tidak sadarkan diri dengan bekas merah di lehernya seolah habis tercekik oleh seseorang. Piyamanya tercetak noda merah yang lumayan banyak. Perawat itu memeriksa nadi di pergelangan tangannya. Terasa sangat lemah.

Perawat itu segera menyeka luka pasien itu dengan kain, mengeluarkan gumpalan tisu dari mulutnya yang masih menganga, serta membuka ikatan selimut yang mengikat tangan milik pasien tersebut. Ia menekan tombol itu terus-menerus dan menunggu hingga pasukan perawat beserta dokter datang ke kamar ini.

~ 💚 ~

Langkah kaki Daiki begitu cepat. Ia mengikuti arahan perawat itu menuju tempat seniornya sekarang dirawat. Ia sangat takut dan tidak tau harus berbuat apa. Kekhawatirannya menjadi kenyataan. Mereka masih mengincar Yabu dan nyaris membunuhnya.

Saat memasuki ruangan itu, Daiki langsung membuka pintu tanpa permisi. Di dalamnya, memperlihatkan Hikaru dan Mizuki sedang berdiri menatap ruangan tempat Yabu dirawat dengan perawatan intensif. Ruangannya dipisahkan dengan kaca besar yang bisa terlihat sosok Yabu yang begitu lemah dari sebelumnya.

Hikaru dan Mizuki yang sempat kaget dengan pintu yang dibuka tiba-tiba itu menatap Daiki dan kawannya dengan wajah yang putus asa. Hikaru merasa tidak becus menjaga sahabatnya itu. Ia dengan mudahnya percaya bahwa mereka tidak mengancam Yabu dengan serius dan tidak menemaninya semalam.

Jika ia atau Mizuki menginap semalam, kejadian ini tidak akan terjadi. Sahabatnya tidak akan mengalami masa kritis seperti ini.

"Hikaru-san, ini bukan salahmu. Percayalah bahwa Yabu pasti akan membaik," hibur Daiki sembari mengusap punggungnya yang rapuh.

"Padahal, hari ini dia sangat senang karena sudah bisa pulang. Aku menghancurkan kesenangannya."

Hikaru menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Kini, ia berjongkok dengan pundak yang naik turun tidak beraturan. Ia terisak seolah ia begitu menyesali hal ini dan menganggap bahwa ini semua adalah salahnya.

Melihat Hikaru yang seperti itu, Mizuki terduduk di bangku dan menatap kosong jendela tempat Yabu terbaring. Ia ingin menangis dan berteriak, namun ia sudah terlalu lelah. Ia juga sudah banyak menangis hari ini.

Yamada, Chinen, Kamiki, dan Yuto yang menyaksikan semua itu juga tidak sanggup menahan kesedihannya. Mereka memang tidak bisa apa-apa untuk membantu, tapi setidaknya mereka tidak ingin diam dan melihat saja seperti ini.

Dirasa suasana sudah lebih tenang, Chinen memecahkan keheningan itu,
"Hikaru-san, apakah mereka harus sekejam itu hingga nyaris membunuh Yabu-san?"

Hikaru yang ditanya hanya menghembuskan napasnya kasar, "Aku juga tidak tau mereka seserius ini."

"Ini firasatku saja. Tapi, aku merasa bahwa mungkin saja selama ini mereka sudah mengawasi Yabu-san. Aku pikir mereka tau kalau Yabu-san adalah saksi penculikan Inoo-san dua tahun lalu. Dan baru belakangan ini, Yabu-san diancam seperti itu, kan?" Jelas Yuto menambahkan dugaannya.

"Jangan-jangan, mereka menganggap serius perkataan Yabu-san bahwa ia akan melaporkan mereka ke polisi?"

Daiki menutup mulutnya terkejut. Ia tidak tau masalahnya akan serumit dan seserius ini. Bahkan jika Yabu sembuh pun, mereka akan tetap mengincarnya kemanapun ia pergi. Apartemen milik Yabu juga jelas sudah tidak aman lagi.

"Sial! Bandar narkoba itu..." umpat Mizuki ditengah keheningan.

Rencana yang mereka susun di lapangan sekolah tadi terpaksa harus mereka simpan dulu. Ini bukan saat yang tepat bagi mereka untuk memberitahu hal ini. Namun, penyelidikan terhadap kandidat Inoo Aki tetap akan dilaksanakan sesegera mungkin.

Mereka akan memberitahu hal ini setelah kondisi Yabu membaik. Saat situasi sudah lumayan aman.

Selama mereka percaya bahwa Yabu akan membaik, keadaan pasti akan membaik.

Daiki percaya itu.

.

.

.

-Tbc

Unknown BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang