renjun bangun ketika sayup-sayup suara dapurnya yang berisik mengganggu pendengaran. kepalanya masih pusing, tetapi tidak separah kemarin yang nyaris membuatnya seperti ingin mati.
tirai putih dikamarnya sudah dibuka, bahkan bekas-bekas obatnya dinakas sudah bersih. jeno benar-benar memperlakukanya dengan baik. sejenak ia mengumpulkan tenaga, renjun selanjutnya beranjak dari ranjang.
ketika membuka pintu matanya mendapati lee jeno yang sedang membuat makanan ringan untuk sarapan mereka, sapaan selamat pagi juga terdengar begitu merdu ditelinganya. astaga, apa lee jeno selalu semanis ini dalam tindakanya?
"aku membuat sarapan, duduklah." renjun duduk, memandang menu sarapan mereka yang--barangkali tidak bisa dibilang baik namun ia tahu jeno sudah sangat berusaha.
"ini enak kok, aku sudah mencobanya." jeno menyengir lucu ketika menyadari tatapan meragu dari renjun.
pemuda yang lebih tua sebulan darinya itu lantas tersenyum manis, "aku tahu kok, terima kasih banyak!" renjun kemudian memberikan penghargaan melalui kecupan ringan dipipi, membuat jeno senang bukan main.
"ada apa selama dua hari ini?" jeno membuka suara, membuat renjun menghentikan sarapanya sejenak.
jeno tidak biasa mengajaknya berbicara ketika makan, namun renjun tahu pemuda itu sudah kepalang penasaran. "hm.. bagaimana cara mengatakanya, ya?"
renjun memasang pose berpikir, "mungkin saat itu bisa disebut--aku yang berada pada batas toleransiku terhadap rasa sakit yang aku rasakan?"
"dan kamu melaluinya sendirian?"
"aku sudah terbiasa melaluinya sendirian," jawab renjun acuh, ia melanjutkan makananya.
"apa sesakit itu?" lalu diam, pertanyaan retorik jeno membuatnya mengeraskan rahang.
"kamu pasti tidak pernah merasa sakit, ya?"
"bukan begitu, hanya saja aku tidak pernah melalui rasa sakitku sendirian. jadi semua rasa sakitku tidak pernah terasa begitu sakit karena aku memiliki begitu banyak orang disampingku."
"kamu sangat beruntung, jeno."
"itu sebabnya kamu harus mulai membiarkan aku mengambil bagian dari rasa sakitmu. jangan menghadapinya sendirian." renjun melipat dahinya, ia tidak setuju dengan kalimat itu.
"aku tidak ingin membuat orang lain menanggung rasa sakitku,"
"aku bukan orang lain, renjun." jeno melepas sendoknya, kini tangan itu giliran bertengger menggenggam tangan terkasihnya. "kita akan melalui banyak hal bersama-sama nantinya, aku disampingmu. oke?"
hati renjun menghangat, bibirnya tertarik membentuk senyuman. ia tahu jeno begitu tulus kepadanya, renjun bisa melihat kejujuran itu dengan begitu jelas dari matanya.
"huum," jawab renjun singkat, hal itu cukup membuat jeno tersenyum senang.
"oh, kita akan berangkat ke jerman besok lusa."
KAMU SEDANG MEMBACA
summer apocalypse
Fanfiction« jeno, renjun » huang renjun sangat menyukai kehidupan yang ia jalani. ia mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang lain, bertemu dengan orang asing dari berbagai belahan dunia, dikenal masyarakat sebagai malaikat berwujud manusia. renjun amat...