four; shall we?

2.2K 315 13
                                    

ada keheningan yang cukup lama diantara mereka, renjun sibuk bersuara dalam kepala dengan pandangan turun pada kedua tanganya diatas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ada keheningan yang cukup lama diantara mereka, renjun sibuk bersuara dalam kepala dengan pandangan turun pada kedua tanganya diatas meja. sedangkan jeno sendiri diam mengamati renjun didepanya--barangkali ia justru menunggu renjun untuk membuka suara.

oke, renjun. hanya untuk saling mengenal. lakukan seperti biasa ketika kamu berbaur dengan orang-orang.

"jeno, bagaimana kabarmu hari ini?"

sungguh pertanyaan yang bodoh. jeno tersenyum kecil sebelum menjawab, "sangat baik, seperti yang terlihat. bagaimana denganmu?"

"ya, kurang lebih sama. hanya sedikit terkejut," renjun terkekeh hambar.

"apakah permintaan ayahku membebanimu?"

"ingin jawaban jujur atau tidak?"

"tidak,"

"ah, tidak membebani sama sekali kok. aku justru senang." renjun yang menjawab diiringi senyum lebarnya itu membuat jeno tertawa ditempatnya. meskipun tampak terpaksa, renjun cukup pintar menyembunyikan senyum palsunya.

mata bulan sabit, renjun melipat dahi--seperti tidak asing dengan ciri khas wajah jeno--tetapi renjun tidak berhasil mengingatnya juga.

"renjun, lalui saja layaknya kita teman dekat. hm?"

renjun mengangguk, "ya, dan aku baru saja melakukanya." lantas ia menampilkan ekspresi bersahabatnya,

"jadi sebenarnya kamu sudah tahu tujuan makan siang hari ini?"

"sebelumnya ayah sudah menyinggung tentang hal ini dan aku hanya berkata akan mencobanya--tetapi aku tidak tahu jika orangnya itu kamu."

"ah, i see.. lalu bagaimana dengan kesibukanmu kali ini?"

"aku akan mengambil gelar doktor tahun depan dan saat ini aku magang diperusahaan ayah."

jeno pasti mengambil kelas akselerasi hingga diusianya saat ini ia sudah lulus dari program magisternya. memang bukan orang sembarangan. terlebih bagi para pecinta michelin ini pendidikan adalah nomor satu.

renjun mengangguk saja, semakin melanjutkan semakin ia menyakiti harga dirinya sendiri. oh ayolah, mereka berbeda dan renjun paham akan hal itu. ini juga yang menyebabkan ia setengah tidak percaya jika lee donghae mau memperkenalkan anaknya dengan tujuan tersirat mengarah pada perjodohan.

"kamu mengenal na jaemin, kan?"

"huum, kami berada disekolah yang sama enam tahun berturut-turut." lagi-lagi renjun mengangguk, demi tuhan. ia kehabisan akal untuk mencari topik pembahasan. mana pemuda bulan sabit didepanya nampak pasif--tidak berminat membuka topik sama sekali.

"jeno, kau membuatku canggung," jujur renjun dengan ekspresi kesalnya.

"huh?"

"berbicaralah sesuatu, kita teman dekat. oke?" iya, itu yang jeno sempat katakan beberapa menit yang lalu. renjun hanya berusaha mengingatkan pemuda itu.

jeno terkekeh pelan, "ah, benar.."

lantas sebuah ide muncul dikepalanya begitu saja, "oh! renjun, aku akan melakukan business trip minggu depan di eropa. mau ikut bersamaku?"

haha, teman dekat, ya? renjun rasanya ingin menukar mulut tipisnya saja.

"renjun, kamu tidak bermimpi kan?!" renjun menghela napas lelah, menggeleng pelan sebagai jawaban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"renjun, kamu tidak bermimpi kan?!" renjun menghela napas lelah, menggeleng pelan sebagai jawaban.

"lee donghae pemilik sm corp itu?!" renjun memang tidak mengerti banyak mengenai perusahaan dan dunia bisnis semacam itu. namun ia cukup tahu bahwa sm corp adalah perusahaan besar yang bergerak nyaris diberbagai bidang dan menguasai seperempat perekonomian negara. terlebih dalam bidang hiburan yang saat ini begitu marak digemari oleh penduduk belahan dunia.

bahkan sm corp pernah disebut-sebut sebagai pahlawan ekonomi negara pada masanya, ketika korea selatan sedang mengalami krisis moneter besar-besaran.

"astaga renjun! kalau begitu kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan seperti ini!" chenle terlihat begitu semangat, ia bahkan mulai mencodongkan tubuhnya dan menatap serius renjun yang tampak memiliki begitu banyak beban dikepalanya.

"dengar, anggap saja ini sebagai batu loncatanmu. siapa yang menyangka takdirmu akan sebagus ini?! astaga dikehidupan selanjutnya aku ingin terlahir sebagai huang renjun."

"chenle.. bukan seperti itu yang aku mau!"

"lalu yang bagaimana??" chenle terlihat gemas dengan sahabatnya yang satu ini. astaga, tidakkah renjun tahu bahkan kesempatan tidak datang dua kali?! seandainya saja chenle bisa merubah diri ia dengan suka rela akan menggantikan posisi renjun yang labil saat ini.

"jangan bilang kamu masih berpikir untuk hidup sendirian selamanya?"

"itu salah satunya,"

"arghhhh! renjun!" ingatkan chenle untuk menjaga kedua tanganya agar tidak mencekik pemuda itu, "renjun, dengar.. buang jauh-jauh pemikiranmu itu karna jika kamu menikah dengan jeno. pertama, kamu tidak perlu bekerja lagi--uang akan terus mengalir padamu. kedua, dia tampan. ketiga, kamu bisa melakukan dan memiliki apapun didunia ini--kamu bahkan bisa membangun yayasan untuk anak-anak seperti yang pernah kamu impikan. keempat, kamu juga bisa menyelesaikan tugasmu dengan cepat." renjun mendesah, mengabaikan kalimat chenle yang rasanya berlawanan jauh dengan apa yang menjadi masalahnya.

"kamu tidak mengerti, chenle.. dunia orang kaya itu mengerikan! bisa jadi ia mencari sosok yang lebih bodoh darinya agar aku bisa dibodohi. bisa jadi aku hanya akan menjadi pajangan untuk mereka dan mereka tidak membiarkanku melakukan apa-apa. belum lagi jika aku dijadikan alat memproduksi keturunan, lalu budaya patriarki mereka yang menyiksaku. lalu kekerasan.."

"lebih baik aku tetap hidup seperti ini tetapi memiliki kebebasan dan kenyamanan. karena aku yakin kami juga memegang nilai-nilai kehidupan yang berbeda,"

chenle terdiam, matanya turun untuk berpikir.
"renjun, kecurigaan itu tidak mendasar.. oke? dan lagi, lihatlah dirimu. kau huang renjun. siapa yang berani mengambil kebebasanmu, hm? siapa yang bisa mengendalikanmu, hm? nobody can. kamu terlalu arogan untuk dikendalikan, renjun. kamu terlalu teguh untuk goyang."

"dengar, lalui saja terlebih dahulu. aku yakin kamu tahu apa yang harus kamu lakukan di kepala kecilmu itu." chenle tersenyum lagi, "tapi ingat, penyesalan ada dibelakang."

renjun mengusap wajahnya dengan kedua tangan, pikiranya berantakan. dan semua yang chenle katakan nyaris benar. tidak, meskipun memang terlihat kejam tetapi bukankah begitulah manusia?

kita harus memilih apa yang terbaik untuk kita. persetan dengan cinta. cinta bisa tumbuh kapan saja. tetapi kita harus realistis. sudahku katakan, hidup memang tidak tentang kalah dan menang. tetapi tentang kenyamanan atau penuh tekanan.

dan kehidupan jeno adalah kehidupan paling nyaman idaman semua orang. tidak bisa dipungkiri, meskipun renjun bahagia dengan kehidupan yang ia jalani sekarang. tetapi berdiri dipuncak menara tertinggi terasa begitu menggiurkan.

sialan, godaan macam apa ini.

summer apocalypse Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang