nntn; suspicion

1.1K 184 5
                                    

"sudah nyaman?" junxie mengangguk, bibirnya tertarik naik dengan penuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"sudah nyaman?" junxie mengangguk, bibirnya tertarik naik dengan penuh. jeno yang gemas tidak menahan diri untuk menciumnya singkat.

jeno baru saja menggendong tubuh mungil junxie untuk dibawa ke ruang keluarga. pagi tadi ketika ia baru saja bangun tidur, jeno bahkan sudah menawarkan diri untuk membantunya mandi dan membersihkan seprai tempat mereka bercinta semalam. jeno benar-benar memperlakukan junxie dengan baik.

"renjun, aku harus bekerja." jeno mengulum bibir, ia duduk diatas karpet tepat didepan lutut junxie. ekspresinya seperti anak sekolah dasar yang tidak ingin pergi ke sekolah.

junxie menyatukan alis, "bukankah kamu di berikan waktu cuti selama sebulan, hm?"

"perusahaan kami sedang dalam masalah, ayah sepertinya kesulitan menyelesaikan itu sendiri. aku harus membantunya," junxie kemudian mengangguk mengerti,

"aku akan pulang cepat, maafkan aku.." jeno memelut lutut suaminya, digoyangkan kecil seolah itu adalah mainan. lee jeno sedang dalam mode bayinya. junxie tertawa saja, ia mengelus sayang surai suami tampanya sembari memberikan sedikit petuah agar pemuda itu semangat bekerja.

beberapa menit setelah kegiatan bermanja itu selesai akhirnya jeno mulai meninggalkan junxie dirumah besar itu sendirian. bibi lim dan rekan kerjanya yang lain memang tidak selalu ada dirumah--hanya pada jam-jam tertentu.

sebetulnya junxie bisa pergi ke rumah saudara lee yang lain sih, toh mereka masih dalam satu kawasan elite. tetapi rasanya junxie malas sekali, ditambah lagi pinggang dan kakinya sedang tidak bisa diajak bekerja sama.

ia menyalakan televisi untuk mengusir sunyi, bermalas-malasan diatas sofa empuk milik suaminya itu. tubuh disandarkan pada punggung sofa, kepalanya mendongkak menatap langit-langit rumah yang begitu mewah. rasanya seperti setiap sudut dirumah ini dihiasi oleh taburan emas.

tetapi sungguh, dibalik rumah yang mewah ini junxie merasa ia berada dipenjara. ada cctv dimana-mana, bahkan penjaga yang berkeliling dihalaman rumah mereka setiap beberap jam sekali. junxie awalnya tidak terganggu, toh mungkin karena ini adalah kawasan elite--tempat orang-orang penting harta negara--yang membuat tempat ini dijaga ketat. tetapi lama-lama terasa memuakkan saja.

tapi mau bagaimana lagi, junxie hanya perlu beradaptasi kan?

"renjun!" junxie tersentak ketika mendengar teriakan seseorang didepan pintu utama. suara yang cukup ia hafal akhir-akhir ini.

ia kemudian beranjak untuk membuka pintu--dan yang benar saja, jaemin berdiri disana dengan senyum pepsodent ciri khasnya. membawa beberapa cemilan ditangan. tanpa berucap apa-apa lagi junxie mempersilahkanya untuk masuk. kebetulan sekali, ia sedang sangat kesepian tanpa teman.

"jeno menghubungiku, katanya aku disuruh untuk menemanimu." ucap jaemin menjelaskan tanpa diminta. junxie membalas dengan anggukan.

"bagaimana hari-harimu?" jaemin bertanya sambil menaik-turunkan alis menggodanya. junxie yang mudah tersipu hanya menunduk, pipinya memerah panas.

"ah! kalian lucu sekali! aku jadi ingin segera menikah!" jaemin mempoutkan bibir, "mark lee sialan itu tidak memberiku kepastian masa depan! menyebalkan! dia hanya sibuk bekerja, padahal uangku saja cukup untuk membiayai anak cucu kita nanti." jaemin yang meranjuk adalah hiburan tersendiri untuk junxie. junxie tidak bisa membayangkan bagaimana manisnya hari-hari mark lee yang diisi oleh jaemin yang senang merajuk. pantas saja hubungan mereka begitu awet.

"aku akan buatkan jus untukmu,"

"tidak-tidak! kita aku ingin cola saja. tidak masalah kan?" junxie mengangguk, ia juga jadi ingin. sudah lama junxie tidak meminum minuman bersoda.

keduanya menghabiskan waktu bersama dengan bercerita dan menonton film hingga sore menjelang. junxie sampai kelelahan mendengarkan jaemin bercerita. pemuda itu adalah tipe manusia yang tidak akan kehabisan topik dalam pembicaraan dan mampu membuat orang disekitarnya nyaman.

bahkan segala ekspresi jaemin yang junxie tangkap sangat menghiburnya. bagaimana pemuda itu ketika menggebu, marah, kesal sampai ketika ia tersipu sendiri menceritakan kisah pertemuanya dengan mark lee.

"tapi keluarga lee memang seperti itu, keluargaku saja sedikit tidak suka pada mereka." kali ini topik mereka adalah anggota keluarga lee yang kebanyakan dari mereka memiliki sikap angkuh dan merasa sudah menggenggam dunia.

"sebenarnya juga ketika kita mengenal seseorang lebih dalam itu akan membuat kita melihat sisi lain dari orang tersebut--ya, tidak ada manusia yang benar-benar jahat maupun baik didunia ini' kan?" junxie mengangguk setuju, "tetapi jika dia semenyebalkan itu bagaimana aku mau mengenalnya! mendekat saja malas!"

junxie tertawa, "oh, sungguh renjun.. kamu tidak mau membalas dendam kepada mereka begitu?"

junxie menyeritkan dahinya, tidak mengerti pembicaraan apa ini. "mereka pernah mengecam dirimu pada awal hubungan kalian bukan?! terutama si kakek bau tanah itu!"

"huss!" jaemin menutup mulutnya, terkikik pelan. ia masa sekali tidak menyesali kalimat, toh itu memang benar, kakek itu sudah seharusnya berada ditanah, bukan malah sibuk berbicara kesana kemari mengurusi urusan hati anak muda.

"tapi sungguh renjun, aku salut dengan kalian. kalian benar-benar pasangan yang serasi. kalian berjuang bersama-sama, saling menghormati dan mencintai." jaemin menepuk bahu junxie dengan senyum tulus, matanya betul-betul memancarkan kekaguman.

sedangkan sang empu-nya sendiri justru malah terdiam. senyumnya luntur. ada rasa bersalah yang meledak-ledak di hatinya.

renjun sudah berjuang banyak, tidak hanya untuknya tetapi untuk hubungan mereka juga. tetapi lihat siapa yang justru dengan santai menikmati hasilnya?

siapa yang tidak tahu diri disini? siapa yang seharusnya merasa dunia ini tidak adil, huh?

siapa, junxie?

"sialan!" seorang pria paruh baya yang berumur kurang dari satu abad itu mengumpat kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"sialan!" seorang pria paruh baya yang berumur kurang dari satu abad itu mengumpat kesal. tongkat mahal yang biasa membantunya berjalan dipukulkan pada benda-benda terdekat.

emosinya meluap-luap, napasnya memburu dengan tatapan nyalang mengarah pada seluruh penjaga yang bersimpuh didepanya.

sial, pemuda submissive itu terlalu berbahaya meskipun sudah dalam genggamanya. lihatkan, bahkan ia berani menggigit tuan yang mengurungnya sendiri. sungguh, tidak tahu diuntung.

perusahaanya hancur total, tidak hanya seperti yang terlihat diberita. ini hancur, benar-benar hancur. pelangganya marah besar, bisnis yang ia bangun dibawah bayang-bayang gemerlapnya dunia berdampak banyak pada perkembangan bisnisnya yang nampak oleh media.

itu sebabnya jika bisnis ini hancur, maka perusahaanya  yang lain juga akan terganggu. bahkan terancam bangkrut karena pelanggan-pelanggan itu menarik saham secara besar-besaran.

kakek itu mengusap wajah keriputnya, tertawa hambar sembari berjalan duduk di kursi kebesaranya. "perketat pengawasan,"

"dan bunuh saja jika memang diperlukan."

summer apocalypse Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang