19 👧

401 18 0
                                    

"Heh denger yah gue nggak bakal tanggung jawab jadi mending lo gugurin aja anak itu".

Nathan memulai pembicaraan ketika mereka sudah sampai di taman rumah sakit yang agak sepi.

Nesha hanya diam saja mendengar ucapan Nathan dirinya speechless mendengar penuturan Nathan. Dimana otak cowok itu.

" ternyata di dunia ini bukan hanya pohon pisang yang cuma punya jantung tapi nggak punya ati, ternyata lo salah satunya yah" balas Nesha dirinya tidak boleh lemah apalagi dihadapan seseorang yang tengah di ambang menghancurkan masa depannya.

"Gue nggak bakal gugurin anak ini. Terserah kalo lo nggak mau tanggung jawab, Keluarga gue masih mampu buat nyukupin anak gue. Dan gue janji sama diri gue sendiri kalo suatu saat lo dateng minta maaf sambil ngemis ngemis gue nggak bakal maafin lo!"

Nathan berdecih "nggak bakal lo bisa pegang omongan gue".

"Ok".

Drrt... Drrt.. Drrt..

"Iya mah, kita ketemu di mobil aja yah ini Nesha udah di luar soalnya"

Nesha menjawab telfonnya sambil berjalan meninggalkan Nathan tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Apapun yang tadi dia ucapkan dia ber janji untuk memenuhinya. Anak nya tidak butuh seorang ayah pengecut seperti Nathan.

"Dari mana mamah cariin loh?" tanya Arini ketika melihat Nesha berjalan ke arah dirinya.

"Dari taman mah".

"Ya udah yuk pulang"

Nesha hanya mengangguk kemudian masuk ke dalam mobil di ikuti Arini di belakangnya.

Dan dari kejauhan Nathan masih melihat gerak gerik Nesha sebelum mobil itu meninggalkan pekarangan parkiran rumah sakit.

"Gue harap gue nggak bakal liat lo lagi".

Ucap Nathan sebelum memasang helm dan ikut pergi bersama angin sore ini.





                             🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️




"Mah Nesha takut" ucap Nesha ketika mereka sudah sampai di rumah.

Nesha yakin papahnya pasti akan marah besar saat ini. Meskipun papahnya orangnya humoris tapi di saat marah bisa menjadi sosok yang di takuti do rumah ini. Tak segan segan pria tersebut memecahkan barang yang ada di dekatnya ketika marah.

Arini tersenyum menenangkan Nesha "udah nggak papa ada mama"

Arini berusaha mungkin membuat Nesha tenang, dirinya tau suami nya pasti akan memarahi Nesha. Hidup belasan tahun dengan Fadil membuat Arini sangat paham Sisi gelap suami nya.

"Nesha sekarang jawab papah siapa cowok yang berani berani hamilin anak papah!"

Sekarang keluarga Fadil tengah berkumpul di ruang keluarga. Pertanyaan yang sedari tadi bersarang di otak Fadil akhirnya bisa keluar juga.

"N-nesha nggak tau pah" cicit Nesha yang sekarang menangis sesenggukan di pelukan Arini.

"Udah lah mas kasian Nesha dia butuh istirahat"

"Kamu nggak usah belain anak yang nggak tau diri ini Arini!"

"Mas dia anak kita darah daging kamu sendiri!" Teriak Arini kemudian menarik Nesha dan membawanya ke kamar.

Fadil merogoh saku celananya "cari orang yang sudah menghamili putri saya! ". Ucapnya pada seseorang di balik telfon tersebut.

Sementara itu di kamar atas Arini tengah menuntun Nesha until duduk di ranjangnya.

"Sekarang mandi yah! Mau mamah bantuin nggak?" Tawarnya ketika Nesha sudah duduk.

Nesha menggeleng sambil tersenyum "nggak usah mah Nesha bisa sendiri ko. Makasih ya mah"

"Sama sama sayang kalo ada apa apa panggil mamah aja yah. Sekarang mamah mau ngurusin Meisya dulu"

Arini berjalan keluar tapi urung karna panggilan Nesha "mah maafin Nesha yah udah bikin mamah sama papah nanggung malu akibat ulah Nesha" ucapnya sambil menunduk.

Arini yang tak kuasa menahan air matanya selama tadi di sekolah akhirnya tumpah juga di rengkuhnya Nesha Kedalam dekapannya. Hatinya bohong kalo tidak baik baik saja melihat nasib putrinya sekarang. Dirinya juga merasa gagal menjaga Nesha.

"Iya nggak papa sayang. Yang penting jagain anak ini yah. Dia nggak salah nggak harusnya dia yang di hakimi, biarin dia liat dunia nanti kita jaga bareng bareng kamu nggak usah khawatir mamah sama papah nggak bakal melantarin kamu sama anak kamu"

Nesha semakin mengeratkan pelukan mereka, tangisnya dengan sesenggukan mengartikan dirinya yang paling sakit disini dadanya sungguh sesak mengingat masa depannya yang hancur, bahkan cita citanya sebagai psikolog entah bisa terwujud atau tidak.

GAVRILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang