15.

2.4K 288 10
                                    


     Duke Gelburg duduk di samping Irish, mereka berdua cukup dekat karena sering bekerja sama di medan perang. Mereka semua berbincang tentang kondisi istana di mana ketiga pangeran tengah berebut kekuasaan, serta kondisi permaisuri yang semakin memburuk akibat racun ratu.

''Satu-satunya yang bisa dindalkan adalah tuan putri Ariel. Namun aku cukup khawatir dengan kejelasan di mana gadis itu berpihak, kita tidak bisa selamanya berada di pihak netral, bukan?'' Xavier menatap mereka semua yang ada di sana.

''Kau benar, Xavier. Aya-Granduke pun pasti sudah akan bertindak karena situasi akan semakin tak terkendali jika kita terlambat satu langkah saja.'' Irish menatap kursi Granduke yang kosong, sepertinya ayahnya itu terlambat karena urusan mendesak.

Pintu terbuka, menapilkan sosok yang sedang dipikirkan Irish. Ayahnya, Granduke Abelum dari Dukedom Estater, perwakilan Dianos telah tiba.

''Aku meminta maaf atas keterlambatan kehadiranku,'' ucap Granduke dengan membungkuk, walaupun sudah memasuki usia 60 tahun wibawanya tak pernah menghilang.

''Tidak, tidak. Jangan terlalu formal seperti itu Granduke.'' Saintess Agung Catrina berdiri dari kursinya sambil tersenyum, suasana ruangan menjadi tegang setelah kedatangan Granduke.

''Benar yang dikatan Saintess, Marques Wilton dan Baron Noble juga belum datang. Granduke,'' ujar Countess Athalan melihat dua kursi kosong di sampingnya.

Granduke mengangguk sebagai jawaban bahwa ia mengerti lalu duduk di samping putrinya, Duchess Iris dari Duchy Carolline, perwakilan Flantivel. Sementara Irish sendiri sibuk memikirkan Daniel yang apakah berhasil mencuri salinan dari Firman Dewa, tanpa Irish sadari Duke Ravian sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Irish.

''Ah, ya. Tentang Pangeran Kedua yang sekarang menjadi Suami-mu, berada di pihak mana dia berdiri, Duchess?'' pertanyaan itu terlontar dari Marchioness Noctuera. Semuanya lalu berbalik berfokus pada Irish yang merasa risih dengan pertanyaan itu.

''Entahlah, aku sedang mengujinya berada di mana dia berdiri,'' jawaban singkat dari Irish membuat mereka terdiam dalam pikiran masing-masing.

Tak lama, Baron Noble dan Marques Wilton memasuki ruangan. Setelah meminta maaf atas keterlambatannya, mereka langsung memulai rapat. Berawal dari Baron Noble yang menjelaskan pemberontakan barat laut yang ia tangani,  hingga berlanjut ke arah kondisi perbatasan yang diurus oleh Duke Gelburg. Perdagangan senjata dari Countess Atahalan juga berjalan dengan baik, tentara militer kekaisaran juga sudah disiapkan oleh Granduke Abelum, kondisi politik di istana Raja juga runyam karena perebutan atas mahkota dari pangeran pertama, ketiga, dan Count Neger sebagai saudara beda ibu Raja.

''Pesiapan sudah di angka 76% dan tinggal menunggu waktu di mana persiapan untuk menghancurkan pemerintahan dinasti busuk ini berakhir.'' Perkataan Earl Eden disetujui oleh mereka yang ada di sana.

''Benar. Kita akan beraksi saat mereka melakukan perang saudara demi tahta yang akan hancur, dan kunci untuk mengawasi para boneka yang berdiri di atas panggung itu adalah, putri satu-satunya kekasaran, Ariel.'' Irish memberikan sebuah potret seorang perempuan dengan surai birunya, perempuan itu mempunyai telinga runcing yang panjang.

''Siapa dia, Duchess?'' tanya Marques Wilton.

"Pernahkah kalian mendengar tentang legenda kutukan kehancuran kekaisaran yang dipimpin dinasti Luvisen?'' Irish balik bertanya dan mereka semua mengangguk karena legenda itu selalu diturunkan secara turun temurun di setiap generasi-generasi.

''Aku mendapatkan lukisan ini dari bawahanku yang menyusup di perpustakaan lama istana. Sang Ratu Elf yang berakhir tragis karena dikhianati oleh pendiri dinasti ini, Illuna Nevetta.'' terang Irish menatap lukisan perempuan yang tersenyum itu.

''Cantik sekali, dia seperti Dewi Nevetta.'' Saintess Agung Catrina berkomentar, namun komentarnya itu membuat semuanya menatapnya.

''Maksudmu dia adalah reinkarnasi Dewi Nevetta sang Cahaya Agung Benua ini?'' tanya Duke Gelburg tatapan matanya begitu tajam.

''Mungkin lebih tepatnya titisannya.'' jawab Saintess Agung Catrina.

"'Kekaisaran ini sungguh sangat terkutuk.'' Granduke ikut bersuara.

''Sungguh memuakkan.'' Countess Athalan berdecih pelan.

''Sampah.'' Irish berkata dengan tatapan tajamnya.

''Memang layak untuk dihancurkan.'' Yurgen ikut berkomentar.

''Aku menyesal lahir di Kekaisaran Bedebah ini.'' Xavier mengeluarkan isi hatinya.

''Azab bagi para pendosa seperti mereka sebenarnya sebesar apa?'' Marchioness Noctuera juga mengeluarkan unek-uneknya.

''Manusia diciptakan sebagai pendosa, namun mereka adalah pendosa besar.'' Saintess Agung Catrina memandang jijk pada sebuah kertas yang menampilkan nama Raja saat ini.

''Apakah mahluk seperti mereka pantas dipanggil manusia?'' Duke Gelburg bertanya dengan nada sarkasnya.

"Menurutku mereka bahkan lebih rendah daripada hama yang memakan tumbuhan.'' ucap Marques Wilton.

''Aku setuju dengan ucapanmu, Marques Wilton.'' Baron Noble bersuara.

Rapat itu berakhir dengan mereka semua yang mengutuk kekaisaran dan dinasti Luvisen.

''Semoga Sang Dewi menyertai kita semua.'' ucap Saintess, mengakhiri pembicaraan. Lalu pergi dari sana.

Mereka semua meninggalkan ruangan itu dengan jalan yang berbeda-beda, Duke Gelburg memilih jalan yang sama dengan Irish.

"Baiklah, sampai jumpa, Jendral.'' Irish berpamitan dan dijawab anggukan serta senyuman tipis oleh Duke Ravian.

''Sampai jumpa. Mayor sekaligus istriku tersayang, Irish-ku.'' Setelah Irish menjauh Duke Gelburg atau lebih tepatnya Daniel tersenyum dan bergumam sendiri.

🦇🦇🦇

____________

Story by : DindaQueenza[Zaza]

Zaza akhirnya up setelah sekian lama, maaf ya semua. Zaza akhir-akhir ini lagi ngedown mana bentar lagi ulangan (ᗒᗣᗕ)՞

Semoga kalian sehat selalu ya!

Jangan lupa Vote dan Comment
Bye..bye..

Sebenernya Zaza ngga terlalu ambis sih, cuma kalau tembus 1k pembaca di eps ini dan sebelumnya Zaza bakal up dua chapter hehe..

Selamat tidur.. rip mata zaza..

The Cursed Villain Couple [Crazy Villain Couple]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang