Setunggal

1.7K 241 4
                                    

"It's My dream, Gara! My dream!"

Aku hampir mengumpat tatkala baru saja mulai terlelap ke alam mimpi dan menemui pangeran berkuda tampan tanpa tetapi harus terputus. Tentu masih setia gara-gara Gara. Baru dua hari. Catat! Dua hari deklarasi hubungan kami di kantor, Gara sudah memperlihatkan sikap possesivenya.

"Whatdepak!" ujarku tentu selepas menjawab salamnya.

Soal tata krama aku sih mungkin bisa dinilai enam atau lima. Tetapi, sebenarnya aku sopan kok. Cuman lihat sikon saja dalam menyikapi orang. Lah, kalau orangnya jengkelin kaya Gara, ya jangan ngarep aku sabar seperti ibu peri.

"Kale," jawab lelaki itu.

"Apa sih?" Akhirnya aku mengalah saja.

Masih butuh makan ini kalau dipikir-pikir. Apalagi ancaman Gara pasti sama. "Mau aku pecat? Mau aku pecat?" Gitu teross.

"Bisa temenin aku?"

"Ke mana? Ini libur ya tolong!" semburku gemas.

"Libur buat yang lain. Buat kamu enggak."

Malas meladeni ocehannya yang tak penting, aku pun berdeham. "Mau ke mana?"

"Udah yang penting siap-siap. Jam delapan udah dandan. Aku jemput ke indekos!"

Sialan! Ada apa dengan hidup hamba Ya Tuhan? Kenapa kutukan-kutukan menyedihkan selalu datang? Kulirik jam yang menunjukkan pukul delapan kurang lima belas. Bang-ah. Ga usah berkata kotor lagi! Kuambil handuk dan memulai mandi.

Lima belas menit kemudian, kubuka pintu dengan dandanan elegan. Gara menyipit menatapku dari atas ke bawah.

"Style kamu oke juga, ga kaya dulu!"

"Heh mulutnya!" ujarku ingin menggeplak bibir itu.

"Biasanya perempuan lama siap-siapnya. Aku jadi curiga kamu enggak mandi."

"Heh! Aku mandi ya ... tapi emang cuman badannya doang sih."

Gara keliatannya masih mendengar kalimatku yang terakhir. Ia mengernyitkan dahi tak paham.

"Maksudnya ini wajah gak cuci muka. Cuman sikat gigi aja. Jadi make upnya tinggal di touch up, deh!"

Melongo, Gara menatapku lengkap. Ia menggelengkan kepala seraya mendekatkan badan.

"Dasar njibangi?!" bisiknya pelan.

"Apa?" tanyaku tak paham maksudnya.

"Jijik banget iyuh," kata lelaki itu sembari kementhel (kemayu).

Sebelum kucubit lengan besar itu, Gara telah melipir ke arah mobil. Uluh-uluh, awas wae tak sentil ginjalmu! Aku mengumpat dalam hati.

Penampilan lelaki itu mengesankan hati hari ini. Ia memakai kaos lantas jaket kulit berwarna hitam sebagai outer. Benar-benar penampilannya membohongi usia. Sekilas terlihat muda padahal tua mekiki. Menuju aki-aki, maksudnya.

Mobil melaju begitu saja, meninggalkan pikiran-pikiranku ke wisata masa lalu. Namun, realita kembali menyadarkanku. Suara kukuruyuk khas orang keleparan terdengar menggema. Gara menatapku menahan senyumnya.

"Apa? Iya aku laper. Ga usah cengar-cengir. Senyummu manis, Pak. Tapi ga bikin aku kenyang," kesalku padanya.

"Aku manis ya? Berarti aku cogan?"

"Iya. Kalau huruf a-nya diganti e."

"Maksudnya?"

Dih. Aku yang didera kelaparan menatapnya murka. Masa penjelasan sederhana macam satu tambah satu pun tak bisa dicerna oleh otaknya. Kelasnya CEO loh. Edan banget.

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang