Pitu

857 164 2
                                    

Kami kembali melakukan peninjauan di dapur. Gara memperhatikan sudut-sudut dapur dan aku setia mengikuti sembari ikut menilai. Sanitasi yang cukup baik membuat lelaki itu seperti puas.

Selepas tanya teka-teki tadi, Gara kembali bersikap normal. Syukurlah! Setidaknya, aku tidak perlu koprol untuk menghiburnya kembali.

Saat jam makan siang, outlet mendadak ramai. Aku melihat para waitress keteteran. Dua waitress di bagian depan sibuk dengan bungkusan dan tarikan makanan. Sedangkan, waitress satunya tengah melakukan washing dan pantry dalam waktu bersamaan.

Tergerak aku pun ikut turun tangan. Melihat bon (antrean minuman) yang berjubal membuatku ikut di meja pantry.

“Dek, kamu keluar! Aku bantu pantry sama washing. Kamu narik minuman. Temenmu satunya narik makanan. Nanti kalau tarikan senggang, salah satu gantian clear up!”

Tanpa banyak cakap waitress baru dengan baju hitam putih itu mengangguk. Terlihat dari caranya washing dan membuat minuman, dia memang belum terlalu hafal. Baiklah! Ini bidangmu, Kale!

Kubaca beberapa bon, lantas mulai mengeluarkan gelas. Di samping membuat jus, aku membuat minuman berbahan serbuk. Fiyuh! Sport jantung pun terasa ketika speedityku diuji.

“Duh! Bagian pantry kayak siput nih!”

Kulirik sekilas siapa suara itu. Ohh! Ken Arok dengan segala perkara menantangku!

“Heh! Lu sibuk goyang kuali! Ga usah nyinyirin gue! Mau nih blender melayang?”

Bukan Ken Arok si biang kerok kalau tidak berjulid lagi. Lelaki itu terus mengganggu, tetapi aku memilih fokus membuat minuman. Beberapa menit kemudian, strategiku berhasil. KDS (Kitchen Display Screen) minuman telah bersih. Berbeda dengan makanan. Semua antrian terlihat memerah karena kewalahan.

“Wuuuu mana sih yang masak? Lagi tidur apa? Yang pantry udah selesai nih!”

Aku pun bersongong ria. Ken Arok seperti tersudut. Aku terkekeh. Namun, semua orang di dapur terdiam tatkala sebuah suara terdengar di telinga.

“Saya bantu memasak!”

Oh hey? Aku menganga melihat seorang CEO menggulung kemejanya lantas mulai memposisikan diri di kompor ketiga. Kemachoan seorang Gara terlihat sekarang.

Seorang CEO loh?! Badai, hujan, angin ribut nih.

Goyangan demi goyangan Gara lakukan. Lelaki itu bahkan sekilas seperti koki profesional. Tidak ada gerakan kikuk, gerakannya terlatih.

Astaga. Aku yang melihat punggung lebarnya bergerak merasakan tak kuat akan kegagahannya. Segera aku berpaling dan menuju wastafel untuk mencuci piring.

Semua orang kini tengah berkutat dengan outlet yang tiba-tiba ramai. Aku pun sebisa mungkin meningkatkan speedity. Selepas satu bigtray(semacam ember kotak) piring kuwashing, aku mulai mencuci gelas. Sembari membuat minuman, aku juga mencuci cateleris.

Huh! Keringat menetes deras membanjiri dahi. Namun, saat membawa satu bigtray piring, aku tak kuat. Hampir saja, bigtray tersebut jatuh. Namun, Ken yang berada di dekatku ikut menopang. Tak sengaja, tangan lelaki itu menggenggam tanganku.

“Kalau gak kuat enggak usah sok deh, Kale,” omelnya.

“Iya ... iya!” ujarku kesal dengan omelan Ken.

“Yang pantry buatin minuman kenapa?! Gerah ini!” Ken Arok melempar gelas karyawan asal.

Aku menggeram. Lantas mengembuskan napas lirih. “Mas, Mas, mau minum apa?”

Aku bertanya sebagai tata krama. Di resto yang Gara punya ini, memang terdapat ramah tamah. Karyawan pun boleh meminum minuman seperti; teh manis, es teh, dan air putih. Untuk minuman berbasis serbuk dan jus tidak diperbolehkan. Aku mengerti karena memang dulu berasal dari karyawan lapangan lantas diangkat menjadi karyawan kantoran.

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang