Sekawan

993 186 7
                                    

"Hah?'' Aku melotot.

"Maksudnya ayo tidur. Sekarang sudah malam." Gara tersenyum samar.

Lelaki itu berbalik dan melangkah pergi. Dua langkah, Gara menoleh dan tersenyum lebar.

"Selamat malam, Sayangnya Gara!"

Sungguh gila! Ini edan. Kentir. Kuharap tanganku khilaf lantas memukul Gara. Namun, tidak bisa. Lelaki itu kadung pergi meninggalkan segudang misteri. Damn! Gara memang menyebalkan.

Padahal tadi dia berkata hal yang .... Ah! Sudahlah. Aku menghentakkan kaki kuat seraya mengomel. Awas saja jika nanti Gara kembali mengecohku di dalam mimpi. Aku bersumpah akan menebas lehernya dengan samurai jika bisa.

Sudah cukup lelahku kali ini. Aku pun memejam sembari mengumandangkan doa tidur. Tidak lupa doa agar bersatu dengan Taehyung.

Rasa-rasanya baru memejam, tetapi alarm sudah berbunyi nyaring. Selepas mematikan, aku ingin menutup mata dan menjemput mimpi lagi. Namun, gedoran brutal membuatku terduduk kaget.

Gara-gara Gara! Welcome to gara-gara. Bermacam perkaranya. Mulai dari wanita sampai banyak modusnya. Aku menyanyi dengan geregetan

Aku bergumam dalam hati. Dengan malas aku menggunakan sandal dan membuka pintu. Di depan Gara terlihat pucat pasi.

"Kale ... aku minta bantuannya."

Dan seperti biasa. Gara selalu dengan gara-gara. Lantas, Kaleya sebagai pemecah segala perkara.

Aku mengembuskan napas selepas melakukan olahraga pagi. Lima belas menit aku menyetrika dan membuat sarapan. Untuk siapa? Tentu untuk paduka ter ceroboh sedunia.

Kata Gara kemarin, dua hari ini kami diberi cuti. Nyatanya itu hanya janji palsu, eits bukan alamat palsu, ya! Dengan kesiangan, Gara menemui janji dengan klien. Janji mendadak.

Lelaki itu yang tak memiliki persiapan, terpaksa merepotkanku sebagai pembantu. Dasar! Aku mencekik geregetan setelah melaksanakan tugas di bawah kantuk yang menjadi.

Selepas menaruh setelan kerja Gara yang sudah rapi, aku beranjak keluar untuk melihat roti yang kupanggang tadi. Nahas, baru saja aku hendak membuka pintu. Namun, Gara keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada.

Ommo! Jinja! Aku mungkin meneteskan liur jika tidak ingat siapa yang aku kagumi? Dada bidang serta otot maskulin mantan memang menggoda! Ya Tuhan.

Gara tersenyum miring melihatku meneguk ludah. Lelaki itu tiba-tiba mendekat. Aku panik sampai-sampai tak bisa membuka pintu.

"Kenapa, Kale?" lirihnya mengikis jarak.

"Jangan perkosa saya, Pak!" Aku berujar lantang dan gemetar.

Gara terbahak. Ia menjitak kepalaku perlahan. Jika dilihat dari jarak dekat, wajah Gara memang tanpa cela. Apalagi lesung pipinya begitu menawan. Aihh, Kale .... sadar diri sadar posisi.

"Jangan piktor, Kale!"

Aku mendesis. Kesal.

"Aku sudah mengatakan kemejanya biru, Kale," kata Gara kalem.

"Itu biru, Pak!" Dahiku mengernyit.

Kemeja biru laut sudah kusetrika dengan sedemikian rupa. Lantas apa maksud Gara? Apa dia buta warna?

"Biru yang ini, Kale!"/Gara menyodorkan warna biru dongker padaku.

Kekesalanku menjadi. "Bapak tadi cuma bilang biru! Bukan biru dongker."

"Biru yang saya maksud itu biru ini, Kale."

"Pokoknya Bapak yang salah." Aku mengecam Gara.

"Kamu yang kurang memperhatikan, Kale."

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang