Telulas

796 148 1
                                    

Kejadian di ruangan Gara ternyata menjadikanku semakin gamang. Kabar keluarnya wanita bernama Kayana Malisa bahkan sampai terdengar oleh April dan Sindi. Bolak-balik bestaiku itu menanyakan apa hubunganku dan Gara berlangsung baik-baik saja. Aku hanya menjawab apa adanya.

"Mundur! Mundur! Nyari aman aja Kale!" Sindi memperingatkan.

Kami tengah melakukan video call tengah malam. April yang mendengar demikian langsung membuka mata. Gadis yang tadinya terlihat terkantuk-kantuk itu pun berdecak.

"Jangan mundur. Percaya ama Gara. Dia itu spek setia. Diliat dari jidatnya lebar berarti orangnya sabar. Matanya sipit berarti pemaaf. Hidungnya mancung berarti pelindung. Gitu."

"Kata siapa? Kalau elu hidung pesek berarti gak bisa melindungi diri sendiri dong. Jidat elu sempit berarti rasa sabar lu dikit dong-''

"Elu gak usah bodicemong deh!" potong April sebal.

"Bodygoals, April!" Berusaha membenarkan, tetapi Sindi tetaplah penganut sekte sesat.

"Body shamming! Hih!" Aku berkata gemas.

Sindi terkikik. April kembali menutup mata. Aku terdiam.

"Pendapat kita beda, Kale. Tergantung hatimu aja mau gimana. Tapi asli sih meski cantik wajah-wajah kek Kayana itu nyebelin!" Sindi berkomentar.

"Kita dukung elu. Apa pun nanti akhirnya. Cuman ya sekarang sikap lu di tengah-tengah. Seharusnya sebagai mantan lu juga tahu karakter Gara kek gimana. Tukang selingkuh enggak."

Benar juga kata April. Aku telah membeberkan semua rahasia hubungan kami. April dan Sindi bahkan ternganga jika aku hanya pacar kontrak Gara.

Bertentangan pendapat, Sindi dan April sama-sama memegang alasan kuat. Aku tak tahu masukan mana yang akan terpilih. Untuk sementara, jaga jarak dengan Gara memang diperlukan. Sepertinya.

Sambungan videocall terputus begitu saja. Aku merebahkan badan dan mengingat bermacam kenangan usang. Ya Tuhan, kalau dipikir memang Gara adalah lelaki setia. Hanya saja lingkungan tak mendukung. Banyak kucing jadi-jadian yang secara suka rela menelanjangi diri hanya untuk dirinya. Bahkan saat kami kuliah, berkali-kali, kating Gara menawarkan diri untuk ditiduri.

Lalu, jawaban lelaki itulah yang membuatku tak bisa lupa. Aku bisa meniduri semua wanita, harusnya. Namun, dosa itu ada, Kale. Lagian satu wanita saja sudah membuatku menggila. Aku tersenyum saja.

Berdompet tebal, wajah rupawan, dan hati penuh kebajikan. Sifat kepemimpinan juga wawasan luar biasa adalah poin plus bagi seorang Sagara.

Sedang aku? Huh! Aku kembali merasa insecure tiap melihat lelaki itu. Kenapa bisa Gara berkata bahwa aku lebih berhak daripada Kayana, tunangannya? Duh, Gusti, kula nyuwun pangapunten.

Aku hendak tidur lagi, tetapi sebuah ketukan pintu terdengar. Bingung, lantas kudekati sumber suara. Tampilan Gara dengan menenteng kresek hitam membuatku mengernyit heran.

"Jam sepuluh malam. Kenapa Bapak ke sini? Apa ibu kos tahu?"

"Tenang. Ibu kos udah tahu."

"Kok dibolehin?" cercaku tak mengerti.

Walaupun kemarin kami saling rawat-rawatan, bukan berarti aku dan Gara tidur dalam satu rumah, apalagi satu ruangan. Memang dikira aku cewek apaan? Waktu dinas di Cipinang saja rasanya terpaksa. Beruntung sih Pak Pur juga menempati rumah itu. Jadi jangan berpikir macam-macam.

Menghilangkan lamunan, Gara nyelonong masuk tanpa aba. Aku terkejut.

"Heh! Kok masuk?"

"Boleh sama ibu kos."

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang