Wolulas

923 151 11
                                        

Kebahagiaan tak melulu definisi orang-orang. Kebahagiaan itu ketika kita selalu bersyukur atas nikmat dari-Nya.
Kale-Gara

Lagu Eren Tak Kan Pisah mengalun memenuhi ruangan. Selepas percakapanku dengan Gara tempo hari, kami memilih menenangkan pikiran. Gara hanya berkata memberikan kami jarak agar bisa berpikir jernih.

Tak ada pesan atau apa pun yang membuat kami berhubungan. Lelaki itu dengan jantan memberiku waktu seminggu untuk memberi keputusan. Dalam waktu itu pula hanya Sindi dan April yang menemuiku.

Mereka menangis bahkan tak menyangka jika kisah sadis melekat dalam kehidupan Kaleya. Aku tak mempermasalahkannya. Hanya saja, mereka mendesak agar aku tetap bersama Gara.

Hasilnya ... aku masih di titik meratapi dan sadar diri. Gara sempurna. Gara perlu wanita yang sempurna juga. Berulang kali kalimat itu mengganggu juga memberikanku kebulatan tekad.

Kubuka album diaryku lantas mengenang semua tentang Gara. Ada banyak cerita di dalamnya hingga pada pertengahan buku, kulihat catatan berlipat-lipat yang mengganggu. Ternyata surat usang dari Gara yang telah berlalu.

---

Suara hati Gara

Kaleya, kamu yang kutuju.

Kale, aku tak tahu seberapa memikatnya dirimu hingga aku tak bisa berjauhan dalam waktu lama. Kamu adalah impian yang akan aku genggam juga aku pertahankan.

Kale ... meski kamu menghindar. Meski kamu menjauh. Meski kamu selalu saja melengos. Aku tak apa, sebenarnya.

Namun, ingat Kale, kuasa Tuhan itu mutlak adanya. Tak bisa diganggu gugat. Aku mencoba menikungmu lewat sepertiga malam.

Aku mengadu pada Tuhan. Aku ingin kita yang hanya sekadar mantan bisa bersatu dalam ikatan pernikahan. Dan, aku berhasil lulus sidang dengan kemudahan.

Semua kuawali dari nol, Kale. Aku mulai melamar pekerjaan sana-sini meski Ayah menawari jabatan.

Biarlah! Aku ingin belajar berjuang. Sebelum benar-benar melakukan perang. Perang untuk mendapatkanmu yang memang butuh perjuangan keras tanpa batas.

Jatuh bangun sendiri. Dan ... kenekatan itu bertambah bulat. Aku datang ke rumahmu dengan Ayah selepas kudengar dirimu lulus skripsi.

Sungguh gila aku saat mendengarmu mengatakan ya. Padahal sepertinya Ken Arovi juga menyukaimu, tetapi kamu memilihku. Ya Tuhan! Aku benar-benar merasai kebahagiaan.

Kale ... percayalah rasaku tetap sama. Aku akan selalu ada tanpa kamu minta. Namun, jika sekiranya saat kita bersama nanti memupuk luka dan kamu menyuruhku pergi, akan aku turuti.

----

Kalimat terakhir Gara menamparku telak. Membayangkan perpisahan saja sudah membuat dadaku sesak. Lantas bagaimana jika memang kami ditakdirkan berpisah. Mungkin, kepedihanku benar-benar meledak.

Perjuangan Gara untuk merayu orang tuaku pun tak bisa disepelekan. Lelaki itu rela ikut pergi ke sawah dan belajar bertani demi memenuhi kriteria menantu idaman. Wajahnya yang putih bahkan sampai memerah kepanasan. Namun, dari sudut kerja kerasnya itulah, aku dilepaskan pada Gara.

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang