Sebenarnya cuman luka ringan, tetapi Gara memaksaku menuju ke rumah sakit. Memang, aku yang dasarnya menerima, atau Gara yang keras kepala, pada akhirnya luka lecet tersebut dibawa ke rumah sakit juga.
Gara tetap setia mengomel. Lelaki itu mengatakan bahwa aku kurang berhati-hati, ceroboh, grusa-grusu, dan segala julukan lain keluar. Karena sedang dalam mode kalem, aku diam tak berkutik.
Arep mboyak, Mas! (Tidak peduli, Mas!)
"Lain kali hati-hati, Kale!" Gara berkata selepas kami memasuki mobil.
Seratus kata hati-hati memang sudah diucapkan sedari tadi. Memang dasarnya Gara!
"Aduh!"
"Kenapa?" Gara merapatkan tubuh bertanya dengan jarak dekat.
Padahal aku cuman mau akting untuk melancarkan aksi pemberontakan. Lah hasilnya malah di luar dugaan. Hatiku jedag-jedug enggak karuan. Woalah, biyung!
"Kalau kayak gini saya sakit lagi, Pak!"
"Kenapa? Apanya yang sakit?"
"Hipertensi gara-gara denger omongan Bapak! Mana ada sejarahnya dari Kerajaan Majapahit sampe sekarang, orang sakit diomelin? Gak ada!" ujarku sembari menguasai diri.
Wajah Gara yang dekat memang memberi sensasi kalang kabut. Memang ya, kegantengan seorang Gara tidak bisa ditampik. Namun, seorang Kaleya akan berusaha untuk menahan godaan saetan yang terkutuk.
Gara tersenyum tipis. Ia justru mulai menarik lenganku. Luka yang sudak dibalut kain kasa dan perban itu pun ditatap Gara sedemikian rupa.
Lantas, tanpa diaba-aba, sebuah kecupan manja mendarat dengan sempurna. Mataku semakin terbuka. Kewarasanku hilang beberapa detik, sepertinya.
"Obat mujarab, Kale!" ujarnya serasa tak berdosa.
"Bapak!" Aku melotot.
Deg-degan diperlakukan demikian membuatku ingin menempeleng kepala Gara. Lelaki itu hobi sekali berlaku seenaknya. Dasar! Mentang-mentang atasan bisa memperlakukan sewenang-wenang pada bawahan!
"Kalau dulu, sewaktu kecil, tiap ada luka terbuka, Ibuku ngasih ludah. Aku cuma ngasih kecupan, respons kamu langsung kayak gitu. Mau kukasih ludah?" tanyanya menaik turunkan alis.
Iyuh! Ya kali aku mau mencium bau jigong milik Gara?! Ora level!
"Panadol tetap mujarab," ujarku keki.
"Ludah itu alami, Kale!"
"Panadol setia setiap saat!" tekanku gemas.
Gara tertawa. "Itu jargonnya Rexona!"
Oh iya! Aku lupa. Tapi, aku hanya melengos mendengar ejekan Gara.
"Atau mau kukasih ludah di tempat lain?"
Maksud loe?
Kujewer kuping Gara segera. Lelaki itu merintih kesakitan. Di depan, Pak Pur terkikik geli.
"Bu Kaleya sama Pak Gara mirip suami istri. Kapan nikahnya?" celetuk lelaki paruh baya itu.
"Sembarangan," ujarku mencebik kesal.
Gara sudah terlepas dan menggosok telinganya yang memerah. Sukurin. Makanya jadi lelaki jangan banyak tingkah.
"Jujur, Pak Pur. Kalau jadi suami Kaleya harus siap fisik sama mental. Bisa aja baru tiga hari jadi suami Kaleya, telinganya hilang satu."
Bajigur!
"Emang aku seberingas itu?" tanyaku menahan kesal.
"Beringas emang. Tapi kalau beringasnya di ranjang gapapa ya, Pak?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Jual Mantan (Completed)
Romance"DIJUAL MANTAN! *Harga terjangkau: sepuluh ribuan. *Wajahnya tampan, mapan, tapi suka melakukan pengekangan. *Umur tua, tetapi stamina jangan ditanya. Minat? Hubungi nomor di bawah ini! Sssttt spek oppa korea jangan dianggurin, Gaes! Note: grati...