Patbelas

844 148 17
                                    

Anniversary perusahaan akan dilakukan empat hari lagi. Walhasil, beberapa karyawan ditunjuk sebagai penanggung jawab acara. Tentu sebagai atasan bebas memilih siapa saja. Sialnya Gara menunjukku sebagai pembawa acara.

Sudah kujelaskan dari mulai nada baik ataupun kasar, Gara tak mendengarkan.

“Aku banyak pekerjaan, Bapak! Bagaimana bisa malah ditunjuk jadi MC.”

“Ya gapapa.”

Gapapa katanya? Modar o kono kowe, Gar! Aku berdecak sebal di antara tumpukan file yang direvisi, perjanjian yang harus disepakati poin-poinnya, atau sekadar mengatur jadwal CEO Gara yang tergelay ini.

Tiap hari romusha rasanya. Gara yang mungkin melihatku selalu lemah letih lesu memberikan amunisi berupa minuman kaporit Chatime.

Baiklah. Pada saat acara aku hanya menerima. Gedung Mugi Griya lantai lima. Anniversary itu digelar. Gara sengaja mengajakku datang lebih awal.

Lelaki itu justru mengantarku menuju sebuah salon kecantikan. Aku mengernyit heran dan kejutan pun datang. Tanpa bertanya siapa pemilik tubuh ini, Gara hanya mengiyakan kesepakatan untuk memake over diriku. Bagosss!

“Nanti kujemput.” Gara pergi.

Wanita yang berada di belakangnya memberi tanda ok. Ia tersenyum menggiringku menuju meja rias.

“Tetep cantik yah.”

“Hah?” Aku berkata demikian.

“Iya Mbak Kaleya tetep cantik dari dulu sampai sekarang.”

“Oh iya-iya.” Aku hanya menyahut demikian karena mendadak linglung.

Perasaan tak pernah kulihat wanita ini. La kok memujiku cantik dari dulu sampai sekarang? Aneh sih. Tapi ... ya aku menerima. Mungkin itu hanya basa-basi.

“Sekarang makin langsing ya, Mbak,” ujar wanita itu.

“Hehe enggak kok. Dari dulu seperti ini. Ah, masa? Dulu pas datang ke sini sama Pak Gara ada yang tambah gendut gitu.”

“Kapan?”

“Pas Mbak Kaleya me—”

“Sella!” potong sebuah suara menarik perhatian kami.

Wanita yang ternyata bernama Sela itu mendekati Gara. Gara tersenyum ke arahku dan mengajak wanita itu berbicara ke menjauh.

Sebentar-sebentar. Kuingat-ingat wajah wanita ini. Nihil. Tak kutemukan satu memori. Memang aku pernah ke sini ya? Aku bertanya-tanya.

Sella datang dengan senyum agak canggung. Ia mulai melanjutkan polesan primer dengan sponge.

“Iya. Udah lama Mbak Kaleya ke sini. Pas wisuda dulu. Perasaan lebih agak gendutan yah.”

Oalah. “Masa sih Mbak? Udah lama aku jadi agak lupa. Tapi emang sih sekarang 52 dulu pas zaman kuliahan cuman 54 kg.”

“Ihhh jadi pengen. Resep diet dong, Mbak!” Wanita berwajah manis itu merengek.

Aku tertawa. “Resep dietnya cuman banyakin beban pikiran. Udah sih itu aja.”

“Mbak Kaleya ada-ada aja!” Sella berkata seraya tersenyum tipis.

“Iya kan kalau banyak pikiran biasanya tubuh akan merespons dengan tidak banyak makan. Itu kalau tubuhku. Soalnya bawaan orang beda-beda.”

Sella mengangguk-angguk. Tak terasa kami berbincang ngalor ngidul. Tema riasan natural memang kupilih dari awal. Namun, selepas kreasi tangan Sella selesai aku terpana. Kok bisa?

“Iiihh seneng kalau kliennya kaya Mbak Kale. Tambah cantik. Mangklingi.” Sella bersorak riang.

Tak lupa ia memintaku untuk memilih baju. Berjejer beberapa dress selutut. Bermacam model, dan bermacam harga.

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang