Rolas

864 154 14
                                    

Kami berbaikan? Sepertinya begitu. Atau hanya aku yang merasa demikian, aku tak tahu.

Gara benar-benar merawatku dan aku juga merawat Gara. Mungkin kesimpulannya begindang. Kami saling melakukan atas dasar keikhlasan, mungkin.

Luka di bahu Gara juga mengering dan sakitku sudah hilang ditelan kalang kabutnya pikiran ini. Sepertinya benar, jerat mantan adalah jeratan paling mengerikan. Ini beda hal kalau mantannya sialan ya. Tapi mantanku ini ... tak ada sialan-sialannya.

Cukup menyebalkan, tetapi banyak sikap baik yang melekat pada Gara. Buktinya? Ia tak marah meski kupukul tempo hari bahkan ia tak mengungkit pertengkaran itu lagi.

Kami kembali berjalan bersisian di kantor. Tak ada bisik-bisik miring, hanya ada sautan-sautan tanya, “Kapan diresmikan?”

Meski hatiku nyaman, tak mungkin kulambungkan pengharapan demikian. Pernikahan? Bahkan di umurku yang menginjak 28 tahun, gaung menjalin ibadah terlama itu seakan hanya wacana. Ah, masa bodohlah.

Siang ini, aku berkumpul dengan April juga Sindi. Tentu, perasaan tidak karu-karuan kemarin lenyap tanpa jejak. Sekarang, berganti dengan senyum tanpa penat.

“Gila-gila. Kemarin aja domblong(melamun) kayak sapi ompong. Sekarang senyam-senyum kayak orang hilang akalnya. Begitulah cinta.” April berujar dengan nada menyindir.

“Yaiyalah kan udah baikan. Udah, jomblo gak usah banyak komplain deh,” ujar Sindi kepada April.

“Kagak bisa. Kemarin gue yang ngasih petuah sampe-sampe si Le baikan sama Gara. Sekarang gue minta imbalan, dong!”

“Dasar Kupril! Kutu kupret April! Perhitungan banget ama temen!” Sindi geram sepertinya.

Aku terkekeh. Dua anak ini memang hobi bertengkar. Mulai dari tikus got yang bisa berwarna ping atau kucing yang bisa berwarna kuning. Mulai dari hal-hal kecil saja mereka bertengkar. Apalagi hal-hal besar?

Namun, baiknya mereka kadang akur saat salah satu didera keseriusan. Jika otaknya sedang benar, antara Sindi maupun April akan jago berkata motivasi ala Roy Kiyoshi. Eh siapa sih yang motivator kondang itu? Lupa deh eyke.

“Ya enggak bisa, dong. Berkat pertolongan Kuprilia keturunan Icha-nya Uttaran, Kaleya gak mungkin punya wangsit nurunin gengsi dan kesabaran seluar samudera Hindia. Makanya baek-baek ama gue. Gini-gini gue pawangnya cinta.”

“Pawangnya cinta dari alam maya? Elu gak punya pacar minta dikatai pawang cinta? Haluuuu!”

“Kan pelatih gak perlu ikut bermain, katanya.” April berkata sok jagoan sembari menepuk dada.

“Udah-udah. Jangan berteman! Gak baik!” Aku menyela.

“Berantem, Soleh!” April berusaha membenarkan tapi tetap berada di jalan yang jahara.

“Hah!” tambah Sindi memonyongkan bibir.

Sontak April dan aku terbatuk menghirup udara tak segar. Si Sindi yang merasa langsung menutup mulut.

“Maaf habis makan pete.”

Senyum malu Sindi membuatku hendak tertawa. Namun, April malah sebaliknya. Gadis manis itu pun menatap tajam lawan bicaranya.

“Bangke lu, Sin! Demi dewaaaa, saat bau itu masuk ke hidung. Nyuuuuttt. Rasa mualnya. Seperti aku beralih ke alam neraka. Baunya anyeng sekali!”

Ngakak sudah. Perpaduan iklan sensodyne dan jargon odading Mang Oleh yang disampaikan April membuat perutku sakit.

“Turunan apa sih lu? Habis makan pete kayak habis makan bangke. Bangke sekali.” April geleng-geleng kepala tak berhenti mengoceh.

Sindi terkikik. “Petenya cuma lima biji sih. Jengkolnya setengah kilo.”

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang