Enem

1K 179 5
                                        

Perlakuan Gara yang menurutku brutal memberikan efek tersendiri. Yap! Benar! Aku tak bisa tidur semalaman. Bahkan, saat azan subuh berkumandang, rasa kantuk lenyap dengan selaksa tanya yaang berjubal di kepala.

Gara seperti misteri. Perkataannya penuh teka-teki. Sedangkan aku hanya bisa mencerna sedikit dari perkataannya tersebut. Intinya percakapan kami tadi malam adalah ... Gara sebagai atasan dan tidak mau disalahkan. Sepertinya begitu.

Huft! Tinggal dua hari bersama Gara memang membuat hari-hariku lebih berwarna. Namun, satu yang kusayangkan, mengapa hati ini mendadak letoy selepas pengakuan tadi malam.

Kutatap pantulan diriku di cermin seraya mengenang kebersamaan bersama Gara dulu. Lelaki itu memang awalnya memaksa menjadikanku pacar. Lantas, lama kelamaan aku seperti ketergantungan.

Sikapnya selalu manis, perlakuannya selalu romantis. Gara tidak akan pernah marah jika ... aku tak bersama cowok lain. Ya begitulah, pengekangan dari Gara mengubah sikapku menjadi lembut bak kapas.

Aku juga masih ingat perkataan Gara ketika kami kencan perdana pada malam Minggu.

“Jika aku sudah menginginkan satu orang. Maka aku tidak akan berpaling meski banyak penawaran termasuk; lebih  dari sekadar kenyamanan.”

Sederhananya, Gara tak akan pernah mendua mungkin begitu. Akan tetapi, ia tak pernah mengungkapkan kata cinta. Namun, mengapa kemarin lelaki itu bergumam demikian. Ya Tuhan! Apa aku harus bertanya kepada Kerang Ajaib agar bisa tahu apa maksud Gara selama ini.

“Kale!”

Ketukan di pintu serta panggilan lembut memecah segala kemungkinan. Aku terperanjat, lantas cepat-cepat kutarik gagang pintu.

Pemandangan pertama adalah Gara yang tersenyum manis. “Ayo berangkat! Hari ini kita melakukan peninjauan di konter lama daerah Cipinang Indah.”

“Oh iya, Pak!”

Aku mengangguk. Lantas berusaha menggeret koper. Namun, terhenti kala Gara mengambil alih.

“Biar aku saja.”

Di keluargaku sendiri, aku memang terkenal lebih mandiri dari dua adikku. Namun, entah mengapa diperlakukan seperti ini, oleh Gara. Semakin membuat perasaanku tidak karuan.

“Gara ... mau kamu apa sih?” Aku bergumam sembari menatap punggung lebarnya yang menjauh.

Dibukakan pintu oleh Gara sudah menjadi kebiasaan. Untung perasaan gugupku sedikit kabur tatkala Pak Pur melontarkan candaan.

“Ciye kayak manten anyar!”

“Bilang aja Pak Pur iri gegara rindu sama istri!” ejekku seraya menjulurkan lidah.

Kami bertiga pun tertawa. Mobil berjalan membelah kemacetan. Perjalanan terasa membosankan membuatku memilih mendengarkan lagu lewat earphone. Nahasnya, satu sisi ditarik oleh Gara.

“Bareng!”

Tuh kan! Kumat! Gara emang dasarnya bikin gedeg.

Aku hanya berdeham. Double kill saat lagu yang kuputar adalah lagu romantis menye-menye. Love Story milik Taylor Swift pun mengalun lembut.

“Kale, ayo kita buat kesepakatan!” bisik Gara yang tiba-tiba menyenderkan kepala di pundakku.

Aku yang belum memasang kuda-kuda pun kelabakan. Gugup!

“Kesepakatan apa?”

“Selama kontrak ini berjalan, jika salah satu dari kita jatuh cinta, maka akan ada sanksi?”

“Sanksi apa, Bapak? Uang saya menipis! Semua barang yang saya pakai aja dari london!” ujarku sembari melirik rambut klimis Gara.

Bau maskulin yang menyeruak menambah kesan nyaman. Aku melengos seraya menahan hasrat untuk terpesona.

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang