Wolu

887 153 3
                                    

Siang menjelang sore, Gara memutuskan untuk melihat pembangunan cabang restoran di Bassura. Aku mengikut saja. Mall yang tampak baru ini pun masih sepi. Ya jelas saja, semua outlet masih mempersiapkan segalanya. Termasuk restoran Gara bernama To-Ra ini.

Lantai satu adalah tempat restoran Gara. Terlihat pemasangan ornamen yang bernuansa aesthethic menambah kesan kekinian. Aku tersenyum melihat lampu gantung yang juga unik.

"Bagus sih, Pak. Tapi memang rencananya di sini akan dipasang wifi?"

"Tergantung." Gara mengalihkan pandangan.

"Kalau tempatnya rame pasti akan dikasih wifi, Kale. Kebijakan perusahaan dari dulu kan begitu."

Benar juga sih. Pertimbangan memasang wifi untuk customer memang dilakukan di perusahan Gara. Dari dulu kebijakan yang kutahu adalah tempat yang selalu ramai pasti diutamakan fasilitasnya. Namun, bukan berarti tempat yang pengunjungnya sedang tidak diutamakan. Tetap akan ada audit untuk menilai outlet-outlet tiap enam bulan sekali. Pemenang dengan nilai tertinggi biasanya akan mendapatkan bonus makan malam dengan satu menu restoran. Gratis.

Gara yang melihat pekerjaan para karyawan. Lelaki itu sesekali menuturkan pendapat tetapi ia tak lupa mempertimbangkan pendapat lawan. Yah memang jiwa pemimpin sudah tumbuh subur di jiwa Gara, sepertinya.

"Kale!"

Panggilan itu menyadarkanku dari lamunan. Aku mengekori Gara yang meninjau area outdoor. Sekitar sepuluh meja disusun sedemikian rupa. Dua meja tinggi menampung sekitar enam orang. Meja biasa menampung sekitar empat orang.

Persiapan outlet ini memang sudah hampir selesai. Aku dibuat takjub dengan pemandangan langit senja yang memerah di ufuk Barat. Aku terkesima sampai-sampai tak sadar ketika tangan Gara mulai menggenggam tanganku. Sekejap. Lantas lelaki itu melepaskan begitu saja.

"Maaf. Harusnya aku profesional." Gara tersenyum canggung seraya menyembunyikan tangan di saku celana.

"Bagaimana tentang kinerja karyawan, Kale?"

"Menurut saya bagus, Pak. Cuman kalau sekiranya outlet ramai karyawan harus dilebihkan. Sedangkan, outlet dengan keramaian sedang, pada weekend biasanya pengunjungnya juga membeludak, saran saya Bapak bisa membuka lowongan parttime untuk perbantuan weekend pada masing-masing outlite. Jadi ... Bapak bisa membuka lowongan yang lebih dari sekadar banyak."

Gara manggut-manggut. "Nice. Bisa dipertimbangkan ide kamu."

"Saya sebenarnya kasihan, Bapak. Seperti di outlet Cipinang Indah tadi, karyawan hanya sedikit sampai-sampai kewalahan."

Senyum Gara terukir sempurna lelaki itu menatapku lekat. "Kamu selalu memikirkan orang lain."

"Ya kan kasihan, Bapak! Kerja itu harus nyaman. Kalau kerjanya penuh pengekangan bisa-bisa nanti karyawannya Bapak resign massal!"

"Kamu mau resign?"

"Belum kepikiran. Nanti kalau udah ada yang nafkahin, mungkin. "

Perkataan ku disambut kekehan oleh Gara."Mau saya nafkahin?"

"Dih! Sorry ketel!" Aku membalas dengan delikkan sebal.

Kira-kira begitulah senja kami berakhir. Aku dan Gara memutuskan untuk menginap di mes karyawan daerah Bassura. Mobil Pak Pur mendarat tepat saat azan magrib berkumandang.

Aku dan Gara harusnya berpencar. Mes karyawati serta karyawan memang berjarak tiga rumah. Namun, sekali lagi, Gara melakukan hal tak terduga.

Lelaki itu dengan sigap membawakan koperku menuju mes karyawati. Sebuah rumah dengan gaya minimalis.

Jual Mantan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang