17 - Berangkat

644 13 0
                                    

"Emang kamu harus banget pergi ke Jogja ya, Sayang?" Tanya Jodi begitu kami baru pulang kencan malam minggu, dan mobilnya pun telah sampai di depan rumahku.

"Iya, Sayang. Ini semua demi pekerjaan. Aku juga gak lama kok, cuma beberapa hari saja," ujarku.

"Baiklah, aku sih gak ada masalah. Cuma inget, jaga diri dan kesehatan kamu, kan sebentar lagi kita akan menikah."

"Iya sayangku, tenang saja. Pokoknya semua pasti beres," ujarku sambil mencium pipinya dengan lembut.

Pria tersebut kemudian menahan wajahku. Aku melihat ada campuran perasaan cinta dan khawatir yang mendalam di matanya. Pandangan seperti itu telah membuatku luluh dan setia menemaninya selama bertahun-tahun. Aku bisa merasakan tangannya menarik wajahku agar mendekat ke arahnya, hingga bibir kami berdua saling bertaut.

***

Akhirnya sampai juga di hari aku harus berangkat ke Jogja bersama Pak Raharjo. Pagi-pagi sekali, Jodi telah menjemputku di depan rumah.

"Kamu gak kerja hari ini, Sayang?" Tanyaku.

"Aku izin setengah hari, demi nganter kamu, hee."

"Makasih ya, Sayang," ujarku sambil memeluknya.

Dari dalam rumah, adikku Astari tampak keluar sambil membawa koperku. Ia pun menyapa Jodi seperti biasa.

"Kamu beneran gak mau nganter aku ke bandara, Dek? Kamu kan ngefans sama Pak Raharjo, siapa tahu mau ketemu, hee."

"Nggak usah kak, ada kerjaan penting hari ini," ujar adikku.

Aku merasa ada aroma kebohongan dari kata-katanya, tapi aku tidak tahu apa. Mungkin dia memang sudah punya pacar yang belum berani ia kenalkan kepadaku. Biarlah, nanti juga ada waktunya untuk itu.

"Aku kemarin lihat tulisan kamu tentang Pak Raharjo. Bagus juga, Astari," ujar Jodi tiba-tiba.

"Terima kasih, Kak," jawab Astari.

"Hmm, tulisan? Pak Raharjo? Maksudnya apa neh?" Tanyaku heran.

"Loh, kamu tidak tahu? Astari baru saja menulis artikel tentang Pak Raharjo untuk kantornya. Dan sepertinya kamu wawancara langsung dengan penulis itu di rumahnya ya?"

Astari hanya mengangguk.

"Tunggu, kok kamu tidak pernah cerita?" Aku masih menuntut penjelasan.

"Sudah, cepat kakak berangkat, nanti ketinggalan pesawat," ujar adikku tersebut.

"Iya, Sayang. Ayo cepat masuk ke dalam mobil," tambah Jodi.

Aku pun menurut, meski sebenarnya masih ada sesuatu yang mengganjal di hatiku soal Pak Raharjo dan adikku.

***

Aku sampai di bandara sekitar satu setengah jam sebelum pesawatku berangkat. Jodi hanya mengantar sampai tempat drop off di depan bandara, karena harus segera kembali ke kantornya. Kami pun hanya sempat berpelukan sekilas, sebelum kemudian harus berpisah.

Dengan longkah gontai, aku berjalan memasuki bandara yang mulai ramai dengan para penumpang lain. Dengan malas, aku melewati pos pemeriksaan serta counter check in, sebelum kemudian duduk di depan gate tempat aku akan masuk ke dalam pesawat nanti. Masih ada waktu sekitar 45 menit sebelum gerbang tersebut dibuka, dan para penumpang dipersilakan masuk.

"Sendirian saja, neh," tiba-tiba terdengar suara yang sudah begitu aku kenal. Bukan karena aku merindukannya, tapi justru karena aku tengah merasa sangat kesal akan pemiliknya. Ya, tanpa minta izin atau menyapaku terlebih dahulu, Pak Raharjo sudah langsung duduk di sebelahku.

Tak Seindah Kisah Cinta di Dalam NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang