Sudah berselang 30 menit sejak editor muda tersebut pergi dengan pacarnya meninggalkan kedai kopi tempatku berada sekarang. Kopiku telah tandas, tetapi aku masih tetap bergumul dengan pikiran-pikiran aneh yang terus berseliweran di kepalaku.
Aku masih menggenggam pulpen yang tadi kugunakan untuk menandatangani buku "Jalan Panjang" yang dibawa oleh pacarnya, tetapi belum sempat kukembalikan. Sesekali kuendus pulpen tersebut, demi menghirup aroma parfum perempuan tersebut yang mungkin sempat tertinggal.
"Amanda, harum sekali dirimu," gumamku.
Meski aku sempat memeriksa akun media sosialnya terlebih dahulu, tetapi bertemu secara langsung dengan perempuan tersebut tetap saja membuatku bergairah. Aneh memang, karena sebelumnya aku tidak pernah tertarik dengan perempuan berbusana tertutup seperti dirinya.
Ya, aku memang berbeda dengan pria lain yang cenderung aktif menunjukkan ketertarikan terhadap lawan jenis lewat mimik wajah, gerak tubuh, atau semacamnya. Aku justru bisa bersikap supel seperti itu kepada teman biasa. Namun di hadapan seseorang yang membuatku tertarik, aku biasanya hanya akan menunjukkan raut wajah datar, tanpa ekspresi, tanpa senyuman. Hal ini baru akan cair seiring dengan interaksi aku dan dirinya.
Amanda benar-benar seorang perempuan yang anggun, membuatku tak sabar untuk mengetahui lebih banyak hal dari dirinya. Tubuhnya cukup proporsional, tidak bisa dibilang gemuk tapi tetap mempunyai bagian yang menonjol di beberapa tempat. Menghirup aroma parfum yang ia gunakan dari seberang meja saja sudah membuatku terlena.
Memandang Amanda untuk pertama kali memicu berputarnya sebuah lagu di kepalaku.
Memang serba salah rasanya
Tertusuk panah cinta
Apalagi juga ada pemiliknya
Tapi ku tak mampu membohongi hati nurani
Ku tak mampu menghindari gejolak cinta ini
Sial sekali pacarnya harus datang dan menjemput, membuat dia bisa lari dari genggamanku. Ngomong-ngomong soal pacarnya, sudah sampai tahap apa ya mereka berdua? Apakah mereka berdua sudah sampai melakukan hubungan seks? Atau masih dalam tahap pegang-pegangan tangan saja?
Aku buru-buru menggeleng-gelengkan kepala, tak ingin terus memikirkan hal ini. Fokusku sekarang adalah menerbitkan buku terbaruku dengan sukses, agar bisa menyambung hidup hingga beberapa tahun ke depan. Jatuh cinta hanya akan membuat distraksi bagi rencana jangka panjangku.
Namun sepertinya tidak ada salahnya untuk menggoda perempuan tersebut sedikit, hanya sekadar untuk melihat reaksinya saja. Aku pun mengirim sebuah pesan kepadanya: "Amanda, pulpen kamu ketinggalan."
***
Begitu sampai di rumah, aku langsung merebahkan tubuh di atas sofa, sambil membuka bungkusan yang aku bawa. Saat perjalanan pulang tadi, aku sempat membeli hamburger di restoran fast food favoritku untuk makan malam, lengkap dengan kentang goreng dan minuman soda yang setia menemaninya. Seperti biasa, aku menyantap makanan tersebut sambil menyalakan televisi.
Ada sebuah berita tentang seorang istri yang membunuh suaminya sendiri setalah mengetahui bahwa ia telah berselingkuh. Hal ini membuatku bingung. Bukankah suaminya seharusnya punya keberanian untuk mengatakan bahwa ia telah main serong dengan perempuan lain? Itu mungkin akan memicu perceraian dengan istrinya, tapi bukankah itu lebih baik daripada diam-diam main gila di belakang dan malah berujung petaka?
"Ahh, tapi kenikmatan dunia kan memang sering membuat kita sebagai manusia terlena," gumamku dalam hati. "Siapalah aku bisa menilai hubungan orang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Seindah Kisah Cinta di Dalam Novel
RomansaMenjadi editor untuk buku terbaru milik seorang penulis ternama seharusnya bisa melambungkan karier Amanda. Namun, hubungannya dengan sang penulis yang berusia jauh lebih tua dari dirinya, justru memasuki lembah yang belum pernah ia kunjungi sebelum...